Jumat, 24 April 2009

Cinta Terpendam

Kami tiba di lokasi kebun the untuk survey darmawisata agak sore. Karena banyak hal harus di survey dan sebelum siang besok harus kembali ke Padang, kami bagi tugas. Yudi mengurus perizinan serta nama2 pejabat PTP yang akan membimbing kami ke dalam pabrik teh. Arman dan Reni mencari dan menyiapkan tempat menginap dirumah2 milik PTP termasuk kamar mandinya. Aku dan Yuni mengecek tempat berkumpul di dekat danau kecil dan di sekitar air terjun. Sebenarnya aku lebih senang jalan sama Reni daripada Yuni.

Aku dipinjami motor oleh PTP. Kami memutuskan untuk terlebih dahulu meninjau pondok dekat danau ditengah kebun teh. Suasananya nyaman, cocok untuk acara2 dan permainan teman2 sekelas. Walaupun serius mempersiapkan acara dan perlengkapan yang diperlukan nanti, Yuni sekali2 bertindak seperti detektif yang menyelidiki aku.Yuni masih menaruh curiga atas perubahan sikap Bu Neni dan juga kejadian tadi di sungai tadi siang

Aku melihat ada puncak kebun teh yang cukup tinggi. Aku mau kesana dan Yuni ikut. Jalannya melewati celah2 pohon teh. Dari puncak bukit itu terlihat pemandangan yang luas. Kaki gunung Kerincipun terlihat dari situ. Aku sempat memotret secara mozaik keseluruh penjuru kebun teh yang terlihat dari puncak bukit itu.
Kami kembali ke tepi danau dan merancang kembali acara darmawisata ditempat itu. Yuni bekerja dengan serius.

Saat kami akan ke air terjun seorang pemetik teh menyarankan untuk dilanjutkan besok pagi saja, karena sekarang sudah hampir gelap dan jarak air terjun lumayan jauh. Aku kembali ke posko di rumah dekat kantor PTP dan petugas PTP menyarankan hal yang sama. Yudi juga setuju, besok pulang agak siang, karena besok pagi dia ingn melihat aktivitas pabrik yang tadi keburu istirahat. Mumpung belum gelap aku minta antar petugas PTP menunjukkan arah ke air terjun. Aku diantar sampai batas motor, dan petugas menunjukkan jalan setapak kearah air terjun.

Waktu kembali keposko, kami bertemu dengan Arman dan Reni dipinggir jalan. Rupanya motor mereka mogok. Karena sudah mau gelap aku menggonceng Reni ke posko dan petugas PTP membantu Arman menghidupkan motor.

Aku memberitahu Reni bahwa tadi siang kami ke puncak bukit dan dapat melihat pemandangan kesegala arah. Reni sangat ingin ke sana. Motor kuarahkan ke jalan setapak diantara pohon2 teh, lalu kami melanjutkan dengan sedikit jalan kaki menuju puncak bukit. Pemandangan yang indah. Semburat matahari mewarnai mega langit. Lampu2 rumah pemetik teh dan perumahan karyawan mulai dinyalakan. Dilangit ada bulan sabit yang sudah mulai menemani. Reni duduk di sebidang rumput yang sengaja tidak ditanami teh, aku ikut duduk disebelahnya.

“Indah sekali. Romantis”, kata Reni dengan senyum yang merekah.
“Sok tahu. Memangnya Reni sudah punya pacar?”, tanyaku
“Belum sih”, katanya tertawa kecil, “Tapi terbayang kalau suasana dan pemandangan disini romantis sekali”.
“Memangnya kalau cari pacar, tipe cowok idaman Reni seperti apa?”, aku memancing.
“Seperti kamu, Jar. Agak pintar, mandiri, perhatian dan suka membantu teman”, kata Reni sambil tertawa. Aku ge-er.
“ Kalau kamu, cewek idaman seperti apa?”, tanyanya.
“Seperti Reni. Aktif, banyak temannya, berpendirian, dan tak pernah berhenti tersenyum”, kataku
“Gombal”, katanya tersenyum
“Serius”, aku sungguh2.

Aku memang suka sama Reni. Dia anak yang cerdas dan berpendirian. Aku mengenalnya waktu ikutan aktifitas majalah dinding di kelas satu. Saat itu kami beda kelas, tapi di kelas dua ini kami satu kelas. Waktu musim pasang2an atau jodoh2an semester lalu, aku dipasangkan sama dia. Kami malu2 dan belagak acuh. Aku beberapa kali cari alasan untuk kerumahnya. Kurasakan dia senang menyambutku di rumahnya. Namun karena suasana rumahnya cukup ramai, baik keluarga maupun teman2 yang punya urusan dengannya, sehingga aku tak sempat mengutarakan rasa. begitulah, aku pulang dengan tangan hampa.

“Kamu nggak lihat tingkah lakuku selama ini ya?”, aku berusaha menunjukkan keseriusanku tentang rasa suka padanya.
“Aku kan selalu berusaha mengikuti kegiatan yang kamu lakukan. Kamu jadi sekretaris, aku ikut jadi seksi umum. Kamu aktif di majalah dinding, aku ikut. Setiap tugas dari guru dan semua pelajaran, aku berusaha untuk selalu satu kelompok sama kamu”, kataku. Reni tersenyum dan tertawa.
“Kenapa kamu nggak bilang langsung kalau suka sama aku?”, dia bertanya.
“Setiap mau ketemu kamu, aku sudah mempersiapkan diri untuk bilang suka sama kamu. Tapi setiap ketemu kamu selalu dalam keadaan rame. Dan aku juga tahu banyak cowok yang suka sama kamu”, aku memberi alasan.

Tapi memang banyak cowok yang berusaha mendekati Reni. Parasnya cantik, perawakannya cukup tinggi dan langsing, kulitnya putih, orangnya lincah dan selalu tersenyum. Dia bukan anak orang kaya, tetapi pakaiannya selalu bersih dan rapi.
“Memangnya aku artis, banyak yang suka”, Reni terlihat senang.
“Aku tahu, kamu memang berusaha mendekatiku. Sama seperti beberapa cowok lain”, katanya sambil tersenyum sambilmenataplangit.
“Cuma kamu beda dengan yang lain”, sekarang dia menatapku. “kamu tidak overacting.”
“Ada perasaan senang yang berbeda kalau aku dekat dengan kamu. Makanya aku tidak pernah menolak untuk satu kelompok dengan kamu”, Reni tersenyum memandang langit lagi.
“Wah jadi, walaupun belum terucap, selama ini hati kita sudah berpacaran”, kataku.

“Jar..”, Reni menatapku. Aku juga menatapnya. “Sebenarnya aku juga menunggu kamu bilang sesuatu”, katanya.
Aku menatap Reni. Kuraih tangannya dan kugenggam. Lalu terucaplah, “Reni, aku suka kamu. Aku ingin rasa suka ini tumbuh menjadi rasa sayang dan cinta. Maukah kamu jadi pacarku?”
Reni meletakkan gengaman tangan kami di dadanya. Dia tersenyum haru. “Jar.. aku mau..”, katanya. Aku memeluknya dan dia memelukku.

Merasa sudah cukup lama disana, kami kembali menuruni bukit. Pohon2 teh itu setinggi leher kami. Apalagi dijalan setapak yg posisinya lebih rendah, maka pohon teh itu menjadi setinggi kepala kami. Aku menggandeng Reni, sekali2 merangkul pundaknya, dia merangkul pinggangku. Iseng aku mengulurkan sedikit tanganku yang merangkul pundaknya, sehingga jari2ku menyentuh dadanya. Kutekan2 sedikit, Hmm.. susunya terasa kenyal.
“Nakal kamu”, kata Reni menyingkirkan tanganku dari pundaknya
“Lho katanya kita pacaran?”, aku menggoda
“Iya deh..”, kata Reni lalu mengalungkan kembali tanganku dipundaknya

Sambil jalan, rangkulan tanganku kembali memanjang dan meraba2 susu Reni. Kali ini tidak dari luar baju, tapi menyusup dari kerah bajunya, masuk lagi menyusup kebalik bhnya. Meremas dan mendapatkan putting susunya. Reni berhenti.Dia memegang wajahku. Mataku ditatapnya. Aku tersenyum.

“Jar sayang, pacaran itu tidak harus begini”, katanya menasehati. Aku diam. Malu juga ketahuan mata ke ranjang.
Reni tersenyum. “Tapi begini..”, tiba2 dia menarik wajahku dan mencium bibirku.

Lama kami berciuman. Tanganku mulai tak tahan berdiam diri. Aku menggerayangi dadanya. Reni terus asyik menciumku. Bibir kami berpagutan, tapi tanganku beraksi membuka kancing bajunya. Lalu menyingkap bhnya sehingga muncullah dua bukit putih. Kubelai dan kuremas susunya. Reni tetap asyik menciumku sambil sesekali tersenyum.

Aku ingin mencium dan menghisap susunya. Tetapi ditahan oleh Reni, dia ingin kami tetap berciuman. Aku mengikuti kemauannya. Tapi tanganku tidak berhenti bergerilya. Tanganku memegang dan meremas bagian pantatnya. Reni menepuk tanganku. Tak mau kalah, kali ini menuju ke bagian depan celana jin nya. Reni juga menepuk tanganku. Terpaksa tanganku kembali meremas2 susunya.

Setelah napasnya mulai tersengal2 karena gairah. Tanganku kembali menuju celananya. Reni tidak menepuk. Lalu tanganku membuka retsleting dan sedikit memelorotkan hingga pertengahan pahanya. Kubelai2 celana dalamnya, dan kuremas2vagina yang sembunyi dibalik celana dalam itu. Reni terus mencium bibirku, lidahnya menari2 dengan lidahku.

Sambil terus ciuman, aku memelorotkan celanaku. Lalu kubimbing tangan Reni memegang penis yang masih sembunyi dibalik celana dalam. Kugerakkan tangannya membelai2 penisku, dan selanjutnya dia sendiri yang aktif membelai2. Kami terus berciuman dan saling membelai celana dalam. Napas Reni mulai tak beraturan, jantungnya mulai berdegup kencang.

Tanganku bergerilya lagi. Kali ini celana dalamnya kupelorotkan, sehingga dengan mudah tanganku mendapatkan bibir vagina dan bulu2nya. Reni semakin berdegup, dia mulai menggigit2 pelan lidahku. Aku memelorotkan juga celana dalamku sehingga penis ngacengku keluar. Lalu kubimbing lagi tangan Reni memegang penis. Dia membelai2 penisku.

Aku meluruskan penis dan menyelipkannya selangkangan Reni. Reni hanya bisa membuka pahanya sedikit karena masih ada celana di pahanya. Itu cukup bagi penisku untuk menggesek2 vaginanya. Reni juga menggoyang2kan pantatnya maju mundur, menikmati gesekan2.

Dengan celana yang belum dicopot, kami hanya bisa menggesek2an penis dan vagina. Sementara mulut kami tetap berciuman dan tanganku meremas2 kedua susunya. Tangan Reni merangkul pundakku dan terus menggenjot pantatnya. Terasa keringatnya mulai mengucur. Sampai akhirnya Reni mencapai orgasmenya. Dan terjongkok karena lemas. Sementara aku masih berdiri dengan penis masih ngaceng.

“Bandel nih..”, Reni menepuk penisku.
Setelah kami membenahi celana dan pakaian, aku duduk disebelahnya, Reni bersandar didadaku sambil memeluk.
“Aku baru pertama kali orgasme. Ternyata nikmat dan capek”, kata Reni. Aku membelai2 rambutnya.
“Kamu sepertinya sudah pernah dan sudah biasa ya Jar”, Reni memandangku. Aku tidak menjawab dan memeluknya erat.
“Tapi kamu sekarang pacarku. Aku bahagia”, katanya.

Lalu kami kembali ke posko. Arman belum datang juga, rupanya motornya belum bisa dihidupkan. Aku segera berangkat menjemput Arman dan menemukan dia dan pegawai PTP sedang mendorong motornya. Karena sudah mempersiapkan tali, kami menarik motor mogok itu ke posko. Setelah selesai mandi dan makan malam, kami melanjutkan tugas. Arman mengurus motor atau pinjam motor lain. Aku dan Yuni baru besok pagi ke lokasi air terjun. Tinggal Yudi yang ke rumah kepala PTP dan Reni ke tempat penginapan mengecek kondisi malam.
Seharusnya aku dan Yuni ketempat penginapan untuk merancang acara darmawisata di malam hari. Tetapi karena cuma ada satu motor, akhirnya Yudi memutuskan Yuni menemani Yudi ke rumah kepala PTP, sedangkan aku dan Reni yang ke penginapan. Dari posko ke penginapan sekitar 5 km. Disepanjang jalan Reni memelukku dari belakang. Maklum sedang kasmaran.

Penginapan yang ada jumlahnya terbatas, maka sebagian akan menginap di beberapa rumah karyawan atau pemetik teh yang kebetulan tidak ditempati. Jam delapan malam kami sudah menyelesaikan pengecekan dan rencana acara, dan segera kembali ke posko. Belum jauh berjalan, Reni minta kembali ke rumah karyawan karena salah satu catatannya tertinggal disana.

Ternyata catatannya tertinggal dikasur. Reni kembali memukul kasur
“kasurnya tipis”, katanya. Aku merebahkan diri mencoba kasur tipis. Reni memperhatikan. Aku menepuk kasur menyuruhnya mencoba juga. Maka kami tiduran berdua dikasur itu. Kami saling berpandangan. Reni tersenyum, memelukku lalu menciumku.
“Mau lagi ya? Yang di kebun teh tadi belum puas ya?”, aku meledek, dia tersenyum manja.

Mulailah kutindih dia dan menciuminya. Lama kami saling menindih dan melakukan gerakan2 seks. Akhirnya setelah kulihat matanya memejam menikmati ciuman, sambil tetap menindih, aku membuka bajuku dan kubuka juga bajunya. Tak lama dia bantu aku membuka bhnya. Aku memandang susunya. Bentuknya bulat mangkok. Reni malu dilihat dan segera meraih kepalaku ke dadanya. Mau tidak mau kuciumi dengan lahap susu2nya.

Aku beranjak turun dari kasur lalu mencopot dulu celanaku. Karena penisku sudah mulai ngaceng, sekalian kucopot juga celana pendekku hingga bugil. Reni kaget, tertawa dan menutup matanya.
“Aku belum pernah lihat kontol”, katanya tertawa.

Lalu aku berusaha mencopot celananya. Reni menahan tapi akhirnya dia membiarkanku mencopot celana panjangnya. Dia segera mengepitkan pahanya, maka kubelai dan kuciumi pahanya. Dia belum mau aku mencopot celana dalamnya.

Aku yang bugil rebah di samping Reni yang hanya pakai celana dalam. Kami berciuman, dan tanganku membelai dan meremas susunya. Lalu aku menciumi susunya dan tanganku menyusup kebalik celana dalamnya mencari vagina. Reni menggeliat2 tak terarah. Aku mendapatkan itil dan lubang vaginanya, jariku lincah memainkan itil dan permukaan lubang vagina. Reni semakin menggeliat dan tak menentu. Kubantu tangannya untuk mendapatkan penisku. Reni langsung meremas penis dengan keras.

Aku menindihnya dan melakukan gerakan bersetubuh. Reni menggelinjang dan menaik turunkan pantatnya. Tanganku memegang celana dalamnya mencoba untuk memelorotkan dan mencopot, tetapi ditahan Reni. Akhirnya tanpa mencopot celana dalamnya, aku hanya menyingkap celana dalamnya, sehingga vaginanya terlihat.

Sambil terus menindih dan menciumi susu dan bibirnya, kuarahkan dan kutempelkan penisku ke vaginanya. Reni sempat kaget sejenak, tetapi birahinya sudah tidak terbendung. Dia berhenti menggeliat dan menunggu. Aku menekan sedikit penisku hingga kepala penisku masuk ke vaginanya.

“Jar..”, Reni memanggilku. Aku mencium bibirnya lagi. Kutekan sedikit lagi penis sehingga masuk lebih dalam.
“Jaarr..” Reni merasakan ada yang masuk ke vaginanya. Kutekan lagi perlahan.
“Jaaarrr…”, Reni merasa agak sakit. Lalu kutekan hingga ujung penisku merasakan dinding. Kutahan sebentar.
“Jar..”, Reni berlinang air mata. Kutekan dan kurasakan selaput daranya sobek.
“Jaarrr..!”, Reni agak berteriak. Kutekan lagi hingga mentok kedasar vaginanya.
“JJaarr”,, suara Reni bergetar. Dia memandangku.
“Kontolmu sudah masuk, Jar,” Dia berlinang tapi tersenyum, lalu mendekapku erat.

Kuayun pantatku naik turun perlahan. “Aww..aww”, mulanya Reni merasa sakit, tapi selanjutnya “Mmmphh..mmphh..”, terdengar desahan nikmat dari mulutnya. Aku terus menyodoknya.

Aku berguling meletakkan dia diatas tubuhku. Reni tidak mau dan berguling kembali ke posisi dibawah. Akhirnya aku genjot terus sampai Reni mencapai klimaks. Aku belum, tapi tidak ingin mengeluarkan mani, takut Reni hamil. Reni terkulai lemas dan tersenyum.

Setelah terasa penisku loyo, aku mencabutnya dari vagina Reni. Reni bangkit dari tidur dan melihat keselangkangannya. Ada cukup banyak darah perawan mengalir keluar dari vaginanya. Dia melihat di penisku juga banyak darah perawan.
“Jar, kamu sudah mengambil perawanku”, katanya pelan. Aku hanya bisa memeluk dan mencium keningnya.

Tak ada air di kamar mandi, akhirnya kami membersihkan diri menggunakan air aqua yang dibawa.
Selesai berpakaian kami keluar rumah untuk kembali ke posko. Tapi langkah Reni tertahan.
“Kenapa?”, tanyaku.
“Selangkanganku sakit dan pegal”, katanya. Aku segera memeluknya, dan menyuruhnya duduk dulu istirahat.
"Kalau nanti ada yang tanya, bilang saja terpeleset dan kaki jadi agak sakit", aku memberi saran Reni.

Setelah cukup istirahat dan peregangan tubuh, kami segera pulang kembali ke posko.
“Jar, besok pagi kamu survey ke air terjun dengan Yuni ya?”, tanyanya sambil memelukku dari boncengannya.
“Iya, lihat lokasi acara”, kataku
“Jangan macam2 sama Yuni ya..”, Reni mengingatkanku. “Soalnya kelihatannya tadi kamu sudah pengalaman dengan cewek”, katanya pelan.

Aku meremas tangannya. Kupacu motor kembali keposko. Hari ini letih sekali, aku segera tidur lelap.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar