Minggu, 24 Mei 2009

Melihat Wanita Bugil

Di masa kanak2ku dulu, bermain bersama, bercampur antara anak2 perempuan & anak laki2, adalah hal yg lumrah. Di desaku di pelosok Bengkulu, aku biasa bermain gandeng2an & gendong2an dengan teman2 perempuan.
Masuk SMP aku dititipkan ke kakek untuk sekolah di Tasikmalaya. Hubungan anak laki dan perempuan sudah berbeda, karena sudah ada yg puber. Saat itu anak2 laki sering ngeledekin anak perempuan yang sudah puber dengan mencubit susunya yang mulai membesar. Aku berteman dengan geng anak2 'iseng' ini. Diantara kami ada yg sudah puber bernama Maman, dan otomatis dia menjadi komandan untuk urusan perempuan.

Suatu hari Maman mengajak kami untuk mengintip wanita mandi. Rupanya dia sudah tahu dimana posisi bisa ngintip orang mandi, yaitu diatas pohon dekat genteng. Dengan menggeser satu genteng maka terlihatlah pemandangan di kamar mandi.
"Tuh liat, Ceu Kokom memang bahenol. Susunya gede, bulu jembutnya banyak", kata Maman mengajari kami.

Rupanya memang Maman mengincar Ceu Kokom yang memang tergolong cantik di kampung kami. Umurnya 19 tahun, sudah tamat SMA, namun tidak meneruskan sekolah dan belum bekerja. Dia sudah tunangan dan beberapa bulan lagi menikah. Keluarganya tiga kakak beradik perempuan semua. Seluruh keluarga berangkat pagi, sehingga tinggal Ceu Kokom dirumah. Itu sebabnya dia tidak terburu2 mandi pagi dan baru mandi setelah semua berangkat kerja dan sekolah.

Beberapa kali aku diajak mengintip dan beberapa kali ngomongin wanita dan sex, semua ini mendorong aku cepat puber. Suatu pagi, disaat bangun, aku merasa celanaku basah. Kukira mengompol. Tapi ternyata ompolku berwarna putih kental. Aku mengeluarkan air mani setelah mimpi tak keruan. Aku mimpi basah bersama Ceu Kokom, karena baru dia gambaran wanita bugil yg aku tahu. Saat itu aku belum 14 tahun.

Puber membuatku merasa dewasa. Tanpa komandan Maman, aku mengajak dua temanku untuk mengintip Ceu Kokom lagi. Seperti biasa, setelah mendengar Cu Kokom masuk ke kamar mandi, aku naik pohon untuk menggeser genteng. Mungkin karena belum berpengalaman, genteng terlalu lebar ku geser dan menimbulkan bunyi. Ceu Kokom kaget, melihat ke atas.

“Hey, mau ngintip ya!”, Ceu Kokom segera memakai handuk dan mengejar kami.
Teman2ku yang masih dibawah dapat segera ngacir lari. Sedangkan aku yang masih di atas harus turun secepat mungkin. Namun apa daya aku tertangkap Ceu Kokom. Kupingku dijewer. Mungkin karena merasa hanya memakai handuk, sambil dijewer aku digiring masuk ke kamar mandi.
“Kecil2 mau ngintip. Siapa yg ngajarin ?!” bentak Ceu Kokom
Sambil meringis aku menjawab, “diajarin kang Maman..”
“Si Maman itu memang badung, jangan diikutin”, katanya
“Sering ngintipin aku ya?!”, dia membentak
“Iya.. beberapa kali”, aku masih meringis dan takut
Setelah diam sesaat Ceu Kokom menatapku, “Ya sudah, karena kamu sudah sering lihat aku, sekalian saja lihat sekarang, tidak usah pake ngintip segala”

Lalu Ceu Kokom mencopot handuknya, lalu mandi di pancuran bak. Walaupun masih takut, tapi aku terpana, melihat tubuh ceu Kokom yang mulus. Kulihat lagi susunya yg padat, pentil susunya coklat kemerahan. Lalu dibawah ada bulu2 halus menutupi vaginanya.
Melihat aku terpaku, saat sabunan Ceu Kokom menghampiri. “Kamu bugil juga dong”
Setelah bugil dia mendekat ke penisku, “wah masih kecil koq sudah mau cewek”, ledeknya sambil menoel2 (mempermainkan dengan jari) penis
Aku gelisah karena hanya berjarak beberapa centimeter dari wanita bugil yang cantik.
“Emang kamu sudah pernah mimpi basah?”, tanyanya
“Sudah” jawabku sedikit bangga
“Mimpi basah sama siapa?”
“Sama Ceu Kokom” jawabku malu
“iih, gedein dulu tuh burungnya, baru boleh mimpi basah beneran”
Aku terdiam.
“Memangnya umur kamu berapa?”, Tanya Ceu Kokom sambil membilas sabun di tubuhnya
“13 tahun” jawabku
Dia melihatku lagi, “Dibanding sama si Dedi yang seumuran, punya kamu lebih gede dikit, jadi lumayanlah”
“Mau digedein lagi gak?”
“Emang harus digedein”, aku belum mengerti
“Nggak harus, cuma kalau lebih gede lebih baik. Banyak cewek yang suka, karena lebih enak”
Karena masih kecil, aku tetap belum mengerti maksudnya, “Iya deh, tapi gimana caranya?”

Ceu Kokom menghampiriku. “Sering-sering dipijit begini. Pas bangun tidur, mau mandi, waktu pipis ke jamban, juga waktu mau tidur”
Ceu Kokom mempraktekan pijitan, mulai dari pangkal penis hingga keujung penis. Sedikit diremas, lalu ditarik2 supaya panjang dan diputar2. Aku deg degan tak keruan dan mata merem melek. Ceu Kokom tersenyum.
“Terus jangan lupa bikin teh malam-malam, simpan. Terus besok pagi, siang, sore, atau sehabis dipijit, rendam burungmu di air teh itu 5 menit. Yang ketiga, jangan pake celana dalam yg sempit seperti ini, biar burungnya bebas berkembang”.
“Cepet gede ya burung.. Nanti kalau sudah gede boleh kesini lagi. Kalau sudah sejengkal ini, kira2 15 cm. ukur pake penggaris” Ceu Kokom mengakhiri pijitannya yang nikmat itu, lalu menyentil penisku,

Begitulah, mulai hari itu aku mengikuti saran Ceu Kokom untuk memperbesar burungku. Tiap hari kupijit dan kurendam. Aku tidak lagi menggunakan celana dalam sempit, tapi menggunakan celana pendek longgar sebagai gantinya. Tidur malampun aku hanya sarungan tanpa cd. Setelah enam bulan, penisku bertambah panjang dan bertambah lebar. Waktu kuukur kira2 bertambah 5 cm, dari 9 cm menjadi 14 cm. Waktu pipis bareng dengan teman2 sebaya memang terlihat ukuran penisku lebih ‘raksasa’.

Merasa sudah memenuhi syarat, aku ke rumah Ceu Kokom. Aku buru2 ke rumahnya karena mendengar kabar ia akan pindah rumah dua hari lagi. Ia sudah menikah dua mingguan lalu dan menurut adat ia dan suaminya tinggal dulu di rumah orangtua perempuan beberapa saat.
“Ceu Kokom, sekarang burungku sudah hampir 15 cm”
Ceu Kokom agak kaget tak percaya. “Iya ya, kamu juga sudah tambah tinggi sekarang”
“Katanya boleh lihat Ceu Kokom mandi lagi”, aku menagih janji.
Ceu Kokom kaget, “Waktu itu aku cuma bercanda”
Ia terdiam sejenak dan melihatku agak kecewa. Lalu berkata, “Okelah. Tapi sekarang aku lihat dulu buktinya”
Ceu Kokom menarikku ke kamar mandi dan menyuruhku membuka celana. Kelihatannya ia cukup kaget melihat penisku yang walaupun belum ngaceng tapi terlihat cukup besar.

Sejenak ia terdiam, mungkin ragu. Tapi melihat wajahku berbinar2 akhirnya ia mencopot baju, rok, bh dan cd nya sehingga bugil. Dan akupun dimintanya untuk bugil.
Melihat Ceu Kokom bugil dan mandi, penisku ngaceng. Ku lihat Ceu Kokom terpana melihat penisku. Seolah tak percaya, ia mendekati dan memegang penisku.
“Lebih dari satu jengkal. Punyamu lebih panjang dan lebih gede dari Kang Didin” katanya. Kang Didin adalah suaminya yang baru dinikahi sebulan lalu.

Entah sengaja atau karena kebetulan sudah begitu dekat, tanganku menyentuh susunya dan memegang. Ceu Kokom kaget sebentar. “Kamu penasaran ya. Ya sudah, pegang saja”, ia membimbing kedua tanganku untuk memegang kedua susunya. Setelah meremas2 sebentar, didorong oleh rasa penasaran mataku mencoba melihat kebawah, melihat vagina. Yang terlihat hanyalah bulu tebal menutupi selangkangannya.
Melihat tatapanku, Ceu Kokom membimbing tanganku untuk mencoba memegang jembutnya. Aku mengelus2 bulu halus itu.
Hanya sebentar, lalu Ceu Kokom kembali mengguyur badannya dan segera mengakhiri mandinya. Mungkin karena takut suaminya keburu pulang. Bagiku pengalaman ini bagaikan kado ulang tahun yg ke 14, saat kelas dua SMP.

Setelah itu Ceu Kokom pindah rumah. Bagiku Ceu Kokom adalah guru pertama yg memperkenalkan masalah seks secara sederhana dan praktis. Ia hadir dalam mimpi basahku, dia yg pertama membelai penisku, dia berjasa memperbesar penisku, dan dia wanita dewasa pertama yang kupegang susu dan jembutnya

Terimakasih Ceu Kokom atas saran dan bimbingannya.

.

1 komentar: