tag:blogger.com,1999:blog-1594938153928865822024-03-17T23:03:26.203-07:00Bidadaribidadari yang memberi pembelajaran dan pengalaman seksual, sejak remaja hingga berumahtanggaBidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.comBlogger34125tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-46819022509947045422009-06-24T23:30:00.000-07:002009-07-14T22:38:05.025-07:00Fantasi SeksKelelahan oleh kerjaan, malam ini aku tertidur pulas. Dalam lelap tidur, ada mimpi indah hadir. <br />Dalam mimpi aku bertemu dengan wanita yang sedang kebingungan. Rupanya ia kehilangan tas yg berisi segala macam kartu penting. Aku membantu mencari tas, dan lucunya tas itu mudah kutemukan dan kuberikan kepadanya. Sebagai ungkapan terimakasih, wanita itu memeluk dan mencium pipiku. Aku tersenyum. Kemudian wanita itu kembali memeluk dan kali ini mencium bibirku. Kali ini aku membalas mencium bibirnya dan memeluknya. <br /><br />Setelah lama berciuman, ia mengarahkan kepalaku ke leher dan dadanya. Saat mencium leher, ada aroma wangi yang aku kenal. Aku tak melihat ia membuka baju, tetapi saat aku meluncur kebagian dadanya, ternyata telah tersedia sepasang susu segar.<br /><br />Kunikmati kedua bukit itu secara bergantian. Kuhisap dengan lembut dan kumainkan putingnya dengan lidah. Tangan tak mau ketinggalan, ikut meraba dan meremas bukit susu yang kenyal itu. Hisapan dan remasan ini membuatnya mendesah, dan meningkatkan degup jantungnya.<br /><br />Diantara desahan, tangannya menggapai celanaku dan memelorotkan, sehingga penisku menyembul keluar. Tangannya dengan lembut membelai dan meremas, sehingga semakin lama penis semakin membesar dan mengeras.<br />Aku tak mau ketinggalan. tanganku menyusup ke selangkangannya, menyingkap celana dalam dan menemukan gundukan daging tertutup jembut (bulu kelamin). Di antara ketatnya celana dalam, jariku terus bergerilya untuk bisa menguak bibir vagina. Lalu terasa jari menyentuh itil (kelentit)nya yang keras sebesar kacang hijau. Menggesek2 sebentar, lalu jari terus bergerilya mencari lubang, dan akhirnya berhasil menemukan. Ku belai2 seluruh bagian vaginanya, mulai dari bibir, lubang dan itil. Mendapat sentuhan itu, badannya bergerak mengejang2, napas dan desahnya tak karuan.<br /><br />Dalam gairah yg tinggi, ia merebahkan tubuhku. Matanya tertuju pada penis yg sedang digenggam. Segera ia menghampiri, mencium dan mengulum penisku. Aku terengah2 menikmati penis yg mendapat permainan permainan mulut dan lidahnya.<br />Ketika sedang asyik di awang2, aku terkejut karena tiba2 istriku ada disamping, datang menghampiri. Belum hilang rasa kaget, sambil tersenyum istri ikut membelai dan menciumi penisku.<br /><br />"enak ya mas..", ujar istri.<br />Mendengar suara yg kukenal dan begitu nyata, aku tersentak dan terjaga dari mimpi indah.<br />Ternyata di alam nyata, istriku sedang mengulum penisku dengan mesra.<br />Melihat aku terbangun, dia tersenyum dan menghampiriku. "Selamat ulang tahun perkawinan", ucapnya.<br />Aku melihat jam. sudah jam 12 malam lebih, berarti sekarang sudah tanggal 23 Mei, dan hari ini adalah hari ulangtahun pernikahan kami yang ke 13.<br />"Selamat ulang tahun sayang", aku membalas ucapan sambil mencium.<br /><br />Lalu mulailah kami bergumul. Kami memang selalu tidur bugil tanpa busana, dan hanya mengandalkan selimut bila terasa dingin. Jadi kalau mau berhubungan tak perlu acara copot2 baju segala. Aku menikmati seluruh bagian tubuh istri. Diusianya yang 35 tahun (aku sendiri 37 tahun), tubuhnya masih sintal dengan kulit langsatnya yang bersih dan halus. Wajah innocent, leher jenjang, buah dada yang cukup besar tapi padat, dengan puting coklat terang, bibir vagina tebal dengan bulu lebat walau sering dicukur, itilnya sebesar kacang, dan lubang vaginanya yang masih sempit dan cukup berotot utk mencengkeram.<br /><br />Beberapa tahun ini, hubungan intim kami semakin menarik dan berkualitas. Istri menyempatkan waktu untuk membeli buku2 dan majalah tentang seks, membuka situs porno dan menonton DVD porno. Sehingga ia telah mahir bagaimana meningkatkan gairah dan menjadikan hubungan seks sebagai sesuatu yg romantis.<br />Untuk membangkitkan gairah, dia selalu memancing dan meminta aku untuk bercerita tentang hubungan seks ku dengan wanita lain. Aku menikmati memoriku dan istripun semakin bergairah saat aku mencumbunya sambil bercerita. <br /><br />Cerita sambil bercumbu ini berawal ketika pada suatu malam, tujuh tahun yang lalu, istri memergokiku keluar dari kamar pembantu dan dibalik pintu terlihat pembantu sedang memasang bh nya. Meskipun tak melihat langsung, namun dia tahu bahwa malam itu aku telah berhubungan seks dengan pembantu. Karena penisku masih agak tegang dan ada sisa sperma dan cairan vagina perempuan yang menempel.<br /><br />Setelah malam itu, selama beberapa hari kami berada dalam keheningan tanpa bicara. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk minta maaf, dan reaksi istriku adalah memelukku erat. Ia pun minta maaf, karena takut penyebabnya adalah karena pelayanannya kepadaku yg minim. Ia merasa terlalu asyik dengan pekerjaan kantornya sehingga agak mengabaikan kebutuhan biologisku. Ia merasa ketiadaan anak dalam perkawinan kami, juga karena dirinya. Istripun berterimakasih karena selama ini aku sabar. Kami akhiri perdamaian itu dengan saling memaafkan.<br /><br />Istriku menyadari bahwa karirnya sedang melesat dan butuh konsentrasi. Ia tak bisa dan tak mau repot mengawasi petualangan seksualku. Sebelum memergokiku dengan pembantu, istri bilang bahwa ia juga tahu aku punya pengalaman seks dengan beberapa wanita. Dia hanya berpesan agar jangan bawa penyakit dan jangan terikat pernikahan dengan wanita lain.<br /><br />Dimalam ulang tahun pernikahan ini, sambil berhubungan seks, aku bercerita tentang pengalaman seks dengan wanita lain. Biasanya istri yang memilih wanita mana yang harus aku ceritakan.<br />“Itilnya Devi segede apa?”, tanya istriku sambil mengerang saat jariku memainkan itilnya.<br />“Lebih gede dikit dari ini, tapi nggak sekeras ini”, jawabku sambil membandingkan dengan itil istri.<br /><br />Devi adalah salah satu dari sekian banyak pengalaman seks yang ingin kubagi melalui blog ini.<br /><br />“Jepitan memeknya kenceng ga?”, istri bertanya sambil memancingku untuk terus bercerita tentang wanita lainku.<br />“Gak kenceng, tapi memang lobang memeknya kecil”, jawabku sambil terus menghunjamkan penis ke dalam vagina istri.<br />"Jepitan memekmu kuat sekali, kontolku serasa di massage", lanjutku, dan istri mengkontraksikan otot vaginanya untuk menjepit penisku<br /><br />Seks sambil cerita merupakan bagian dari Fantasi Seks bagi kami.<br />Happy anniversary sayang ..<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-81672364851710752412009-05-24T23:15:00.000-07:002009-07-06T23:11:55.507-07:00Melihat Wanita BugilDi masa kanak2ku dulu, bermain bersama, bercampur antara anak2 perempuan & anak laki2, adalah hal yg lumrah. Di desaku di pelosok Bengkulu, aku biasa bermain gandeng2an & gendong2an dengan teman2 perempuan.<br />Masuk SMP aku dititipkan ke kakek untuk sekolah di Tasikmalaya. Hubungan anak laki dan perempuan sudah berbeda, karena sudah ada yg puber. Saat itu anak2 laki sering ngeledekin anak perempuan yang sudah puber dengan mencubit susunya yang mulai membesar. Aku berteman dengan geng anak2 'iseng' ini. Diantara kami ada yg sudah puber bernama Maman, dan otomatis dia menjadi komandan untuk urusan perempuan.<br /><br />Suatu hari Maman mengajak kami untuk mengintip wanita mandi. Rupanya dia sudah tahu dimana posisi bisa ngintip orang mandi, yaitu diatas pohon dekat genteng. Dengan menggeser satu genteng maka terlihatlah pemandangan di kamar mandi. <br />"Tuh liat, Ceu Kokom memang bahenol. Susunya gede, bulu jembutnya banyak", kata Maman mengajari kami.<br /><br />Rupanya memang Maman mengincar Ceu Kokom yang memang tergolong cantik di kampung kami. Umurnya 19 tahun, sudah tamat SMA, namun tidak meneruskan sekolah dan belum bekerja. Dia sudah tunangan dan beberapa bulan lagi menikah. Keluarganya tiga kakak beradik perempuan semua. Seluruh keluarga berangkat pagi, sehingga tinggal Ceu Kokom dirumah. Itu sebabnya dia tidak terburu2 mandi pagi dan baru mandi setelah semua berangkat kerja dan sekolah.<br /><br />Beberapa kali aku diajak mengintip dan beberapa kali ngomongin wanita dan sex, semua ini mendorong aku cepat puber. Suatu pagi, disaat bangun, aku merasa celanaku basah. Kukira mengompol. Tapi ternyata ompolku berwarna putih kental. Aku mengeluarkan air mani setelah mimpi tak keruan. Aku mimpi basah bersama Ceu Kokom, karena baru dia gambaran wanita bugil yg aku tahu. Saat itu aku belum 14 tahun.<br /><br />Puber membuatku merasa dewasa. Tanpa komandan Maman, aku mengajak dua temanku untuk mengintip Ceu Kokom lagi. Seperti biasa, setelah mendengar Cu Kokom masuk ke kamar mandi, aku naik pohon untuk menggeser genteng. Mungkin karena belum berpengalaman, genteng terlalu lebar ku geser dan menimbulkan bunyi. Ceu Kokom kaget, melihat ke atas.<br /><br />“Hey, mau ngintip ya!”, Ceu Kokom segera memakai handuk dan mengejar kami.<br />Teman2ku yang masih dibawah dapat segera ngacir lari. Sedangkan aku yang masih di atas harus turun secepat mungkin. Namun apa daya aku tertangkap Ceu Kokom. Kupingku dijewer. Mungkin karena merasa hanya memakai handuk, sambil dijewer aku digiring masuk ke kamar mandi.<br />“Kecil2 mau ngintip. Siapa yg ngajarin ?!” bentak Ceu Kokom<br />Sambil meringis aku menjawab, “diajarin kang Maman..”<br />“Si Maman itu memang badung, jangan diikutin”, katanya<br />“Sering ngintipin aku ya?!”, dia membentak<br />“Iya.. beberapa kali”, aku masih meringis dan takut<br />Setelah diam sesaat Ceu Kokom menatapku, “Ya sudah, karena kamu sudah sering lihat aku, sekalian saja lihat sekarang, tidak usah pake ngintip segala”<br /><br />Lalu Ceu Kokom mencopot handuknya, lalu mandi di pancuran bak. Walaupun masih takut, tapi aku terpana, melihat tubuh ceu Kokom yang mulus. Kulihat lagi susunya yg padat, pentil susunya coklat kemerahan. Lalu dibawah ada bulu2 halus menutupi vaginanya.<br />Melihat aku terpaku, saat sabunan Ceu Kokom menghampiri. “Kamu bugil juga dong”<br />Setelah bugil dia mendekat ke penisku, “wah masih kecil koq sudah mau cewek”, ledeknya sambil menoel2 (mempermainkan dengan jari) penis<br />Aku gelisah karena hanya berjarak beberapa centimeter dari wanita bugil yang cantik.<br />“Emang kamu sudah pernah mimpi basah?”, tanyanya<br />“Sudah” jawabku sedikit bangga<br />“Mimpi basah sama siapa?”<br />“Sama Ceu Kokom” jawabku malu<br />“iih, gedein dulu tuh burungnya, baru boleh mimpi basah beneran”<br />Aku terdiam.<br />“Memangnya umur kamu berapa?”, Tanya Ceu Kokom sambil membilas sabun di tubuhnya<br />“13 tahun” jawabku<br />Dia melihatku lagi, “Dibanding sama si Dedi yang seumuran, punya kamu lebih gede dikit, jadi lumayanlah”<br />“Mau digedein lagi gak?”<br />“Emang harus digedein”, aku belum mengerti<br />“Nggak harus, cuma kalau lebih gede lebih baik. Banyak cewek yang suka, karena lebih enak”<br />Karena masih kecil, aku tetap belum mengerti maksudnya, “Iya deh, tapi gimana caranya?”<br /><br />Ceu Kokom menghampiriku. “Sering-sering dipijit begini. Pas bangun tidur, mau mandi, waktu pipis ke jamban, juga waktu mau tidur”<br />Ceu Kokom mempraktekan pijitan, mulai dari pangkal penis hingga keujung penis. Sedikit diremas, lalu ditarik2 supaya panjang dan diputar2. Aku deg degan tak keruan dan mata merem melek. Ceu Kokom tersenyum.<br />“Terus jangan lupa bikin teh malam-malam, simpan. Terus besok pagi, siang, sore, atau sehabis dipijit, rendam burungmu di air teh itu 5 menit. Yang ketiga, jangan pake celana dalam yg sempit seperti ini, biar burungnya bebas berkembang”.<br />“Cepet gede ya burung.. Nanti kalau sudah gede boleh kesini lagi. Kalau sudah sejengkal ini, kira2 15 cm. ukur pake penggaris” Ceu Kokom mengakhiri pijitannya yang nikmat itu, lalu menyentil penisku,<br /><br />Begitulah, mulai hari itu aku mengikuti saran Ceu Kokom untuk memperbesar burungku. Tiap hari kupijit dan kurendam. Aku tidak lagi menggunakan celana dalam sempit, tapi menggunakan celana pendek longgar sebagai gantinya. Tidur malampun aku hanya sarungan tanpa cd. Setelah enam bulan, penisku bertambah panjang dan bertambah lebar. Waktu kuukur kira2 bertambah 5 cm, dari 9 cm menjadi 14 cm. Waktu pipis bareng dengan teman2 sebaya memang terlihat ukuran penisku lebih ‘raksasa’.<br /><br />Merasa sudah memenuhi syarat, aku ke rumah Ceu Kokom. Aku buru2 ke rumahnya karena mendengar kabar ia akan pindah rumah dua hari lagi. Ia sudah menikah dua mingguan lalu dan menurut adat ia dan suaminya tinggal dulu di rumah orangtua perempuan beberapa saat.<br />“Ceu Kokom, sekarang burungku sudah hampir 15 cm”<br />Ceu Kokom agak kaget tak percaya. “Iya ya, kamu juga sudah tambah tinggi sekarang”<br />“Katanya boleh lihat Ceu Kokom mandi lagi”, aku menagih janji.<br />Ceu Kokom kaget, “Waktu itu aku cuma bercanda”<br />Ia terdiam sejenak dan melihatku agak kecewa. Lalu berkata, “Okelah. Tapi sekarang aku lihat dulu buktinya”<br />Ceu Kokom menarikku ke kamar mandi dan menyuruhku membuka celana. Kelihatannya ia cukup kaget melihat penisku yang walaupun belum ngaceng tapi terlihat cukup besar.<br /><br />Sejenak ia terdiam, mungkin ragu. Tapi melihat wajahku berbinar2 akhirnya ia mencopot baju, rok, bh dan cd nya sehingga bugil. Dan akupun dimintanya untuk bugil.<br />Melihat Ceu Kokom bugil dan mandi, penisku ngaceng. Ku lihat Ceu Kokom terpana melihat penisku. Seolah tak percaya, ia mendekati dan memegang penisku.<br />“Lebih dari satu jengkal. Punyamu lebih panjang dan lebih gede dari Kang Didin” katanya. Kang Didin adalah suaminya yang baru dinikahi sebulan lalu.<br /><br />Entah sengaja atau karena kebetulan sudah begitu dekat, tanganku menyentuh susunya dan memegang. Ceu Kokom kaget sebentar. “Kamu penasaran ya. Ya sudah, pegang saja”, ia membimbing kedua tanganku untuk memegang kedua susunya. Setelah meremas2 sebentar, didorong oleh rasa penasaran mataku mencoba melihat kebawah, melihat vagina. Yang terlihat hanyalah bulu tebal menutupi selangkangannya. <br />Melihat tatapanku, Ceu Kokom membimbing tanganku untuk mencoba memegang jembutnya. Aku mengelus2 bulu halus itu. <br />Hanya sebentar, lalu Ceu Kokom kembali mengguyur badannya dan segera mengakhiri mandinya. Mungkin karena takut suaminya keburu pulang. Bagiku pengalaman ini bagaikan kado ulang tahun yg ke 14, saat kelas dua SMP.<br /><br />Setelah itu Ceu Kokom pindah rumah. Bagiku Ceu Kokom adalah guru pertama yg memperkenalkan masalah seks secara sederhana dan praktis. Ia hadir dalam mimpi basahku, dia yg pertama membelai penisku, dia berjasa memperbesar penisku, dan dia wanita dewasa pertama yang kupegang susu dan jembutnya<br /><br />Terimakasih Ceu Kokom atas saran dan bimbingannya.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-21682000162501112012009-05-24T23:10:00.000-07:002009-07-06T23:16:46.651-07:00Menghisap SusuAku bukanlah orang cerdas, tetapi bila ada keinginan, aku berusaha mengerjakannya setekun mungkin. Ketekunan inilah yang membuat nilai sekolahku cukup baik. Dan seperti biasanya 20 siswa terbaik kelas 2 SMP akan ikut seleksi untuk pelajar teladan tingkat kabupaten. Nanti di kelas 3 Pelajar Teladan tingkat kabupaten akan ikut kontes pelajar teladan tingkat propinsi. Aku termasuk siswa kelas 2 yang ikut seleksi pelajar teladan tingkat kabupaten mewakili sekolahku bersama teman siswi bernama Diah, yang kebetulan juga teman sekelasku.<br /><br />Aku baru mengenal Diah dikelas 2 SMP karena di kelas satu kami beda kelas. Keakraban kami dimulai ketika pelajaran seni suara dan harus menyanyi di depan kelas. Semua siswa menyanyikan lagu2 pop zaman itu. Hanya Diah dan aku yang menyanyikan lagu perjuangan nasional. Karena merasa ‘senasib’ sejak itulah Diah kulihat mulai memperhatikanku, dan senang bila bisa satu group belajar denganku. Tapi sejauh ini kami tidak akrab karena sama2 termasuk anak yang tidak banyak cakap.<br /><br />Mewakili sekolah untuk seleksi pelajar teladan ini, kami jadi sering bersama. Ikut lomba berbagai jenis mata pelajaran dan ketrampilan diberbagai tempat di kota Tasik.<br />“Penat juga ya.. nonton yuk..” aku mengajak Diah setelah sore itu kami mengikuti lomba pidato di aula kantor bupati. <br />Diah kaget, karena tumben aku ngajak dia.”Ayo, nonton apa?”<br />Aku kaget juga, padahal aku ngajak hanya basa basi. Lagian dia cewek pendiam, kuper kalau kata anak sekarang.<br /> “Apa saja, yang penting ke bioskop dulu. Nanti lihat film apa yang lagi main”, jawabku ngasal.<br /><br />Akhirnya kami pergi bioskop. Ternyata jam mainnya sudah terlewat, baru main lagi jam 6.30 atau jam 7.00. Itupun film yang labelnya 17 tahun keatas. Aku senang karena tidak jadi nonton.<br />“Kita pulang dulu, ganti baju, terus nanti kesini lagi nonton jam 6.00”, kata Diah. Aku terkejut.<br />“Nanti nonton film yang mana?”, tanyanya<br />“Yang itu saja ya”, dia menunjuk film Blue Lagoon yang dibintangi Brooke Shields. Film yang diputar di bioskop itu memang bukan film2 baru.<br />Aku benar2 kaget atas responnya dan hanya bisa berkata “Oke..”<br />“Sampai ketemu”, ia berlalu dengan ceria.<br /><br />Malam itu kami bertemu di bioskop, dan Diah tampak cantik. Aku berharap bahwa penjual tiket atau penjaga bioskop akan melarang kami karena usia kami yg masih 14 tahun. Tetapi ternyata kami lolos dan boleh nonton film Blue Lagoon. Alasannya karena malam itu penontonnya sedikit.<br />Film itu cukup membuat darah muda kami bergolak. Dibioskop itu aku genggam tangannya dan dibalas erat. Karena duduk paling belakang, aku berani meraih pundaknya menyandarkan kepalanya di pundakku. Semakin lama, aku terdorong utk mendekapnya. Aku mulai mencium pipinya. Lalu mencium bibirnya. Pada saat berciuman terdengar suara dada dan desah napas kami berpacu. Kami tak peduli lagi dengan jalan cerita filmnya<br />Gejolak terus membara. Tanganku mulai meraba dadanya dan meremas2. Sambil terus berciuman<br />Semakin membara, tangan menyusup ke celah2 kancing baju, menyelinap ke balik bh. Terasa kulit halus susunya. Terasa juga degup jantungnya. Kupaksa terus menyusup dan tertangkaplah puting susu.<br />Ketika sedang dimabuk gairah, tiba2 lampu bioskop nyala. Rupanya film sudah selesai. Dengan napas terengah2 kami keluar bioskop. <br /><br />Dalam perjalanan pulang, kami menyempatkan diri menepi ketempat sepi dan berniat mengumbar gelora lagi. Tetapi karena tempat agak rame, kami cuma bisa berciuman sebentar. Dan akhirnya berpisah didepan rumahnya dengan pengalaman yang sulit dipercaya tapi sangat mengesankan. Sejak malam itu, hubungan kami berubah. Kadang canggung kadang akrab. Kebersamaan dan keakraban kami dianggap biasa oleh teman2 karena kami masih harus menuntaskan lomba pelajar teladan. <br /><br />Dua minggu kemudian, saat sesi latihan matematika siang hari, guru pembimbing berhalangan dan hanya member soal2 utk diselesaikan oleh kami berdua, utk diperiksa besok paginya. Kami memutuskan utk melanjutkan di rumah Diah. Baru mengerjakan soal beberapa menit, orangtua Diah pamit ke acara keluarga.<br />Tahu bahwa kami hanya tinggal berdua di rumah itu, pikiran dan emosi kami mulai kacau. Kenangan percumbuan di bioskop membangkitkan hasrat kami, dan ini ada kesempatan. Daripada saling menunggu, aku ambil inisiatif mendekati Diah dan mencium bibirnya dan dibalas hangat. Aku mendorong tubuhnya sehingga terlentang di lantai. Lalu aku merangkak ke atas tubuhnya dan menindihnya. Diah kaget tapi terlihat pasrah. Ini adalah posisi yang mendebarkan bagi kami. Lalu kucium lagi bibirnya.<br /><br />Kuangkat wajahku, dan kutekan2 bokong ke selangkangannya. Dia terus menatapku. Berhenti sejenak dan kubuka kancing bajunya, sehingga tampaklah bagian muka tubuhnya yg hanya tertutup bh. Sesaat aku menikmati belahan dada dan gundukan susu yang tertutup bh krem. Kubelai tubuh mulusnya dan belahan dadanya. Kuciumi belahan dada itu pelan2, kudengar jantungnya mulai berdetak kencang.<br /><br />Setelah puas, kusingkap bhnya ke atas sehingga nampaklah dua bukit susu dan putingnya. Secara reflek Diah menutupi susunya dengan tangannya. Pelan2 tanpa memaksa aku lepaskan tangannya dari susu. Dia tidak melawan, sehingga bukit susu itu tampak kembali. Dibandingkan dengan susu wanita dewasa yang pertama kali kulihat, susu Ceu Kokom, susu Diah masih mungil. Putingnya pun kecil berwarna coklat.<br /><br />Setelah puas memandang, kubelai2 kedua bukit itu, dan kuremas2. Lalu kuciumi kedua bukit itu, kuhisap putingnya, dan kujilati. Bergantian yang kiri dan yang kanan. Berulang2.<br />“Mmhhh..”, Diah menahan erangannya<br />Tanganku menyelinap kebalik roknya. Mengusap2 paha Diah. Lalu mencoba menuju selangkangannya.<br />Tiba2 terdengar suara motor. Orang tua Diah sudah kembali! Waduh cepat banget baliknya.<br />Bergegas kami bangkit. Aku kembali menghadapi soal2 yg harus dikerjakan. Sedangkan Diah segera berlari ke kamar mandi dan menutup pintu utk merapikan kembali bh dan bajunya.<br /><br />“Lho koq sendiri. Diah mana?” ibunya bertanya.<br />Byurr, terdengar suara siraman dari kamar mandi. Tak lama kemudian Diah keluar dan menyalami ibu bapaknya. Sambil nyengir Diah bilang, “sakit perut nih”. Dan orangtuanya mengangguk2.<br />Lalu kami teruskan penyelesaian soal2 hingga malam.<br /><br />Sejak itu, setiap ada kesempatan kecil, ngumpet dibalik tembok atau di kebun, aku sering minta nyusu ke Diah. Cukup buka kancing baju, singkap bh, lalu kuhisap susunya. Kalau kesempatannya sempit, paling2 cuma meraba2 dadanya. <br /><br />Namun kesenangan ini hanya bertahan sebentar, karena dikelas 3 keluarga Diah pindah tugas ke Samarinda.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-90090478867248554992009-05-24T23:01:00.000-07:002009-07-06T23:20:30.792-07:00Kocokan OnaniDibulan awal kelas tiga SMP, ada puting beliung yang memporakporandakan sebagian genteng sekolah kami yang memang sudah uzur. Karena ada perbaikan atap sekolah, maka sebagian kelas menumpang ke kelas lain dan masuk siang, termasuk kelasku. Karena masuk siang, aku tidak terburu2 mandi pagi. Kamar mandi dirumah kakek berada di ruang terbuka, di halaman rumah yang dikelilingi pagar, sehingga masih berada didalam lingkungan rumah.<br /><br />Suatu hari saat baru mau mulai mandi, kudengar ada yang masuk kehalaman rumah. Orang itu lalu menimba air di sumur dan mengisi bak mandi dikamar mandi. <br />“Jar, aku numpang mandi ya..sumur di rumah kering”, ternyata Bi (tante) Neneng tetangga kakek. Memang kalau musim kemarau banyak sumur kering. Sedangkan sumur kakek dalamnya hampir 30 meter sehingga masih ada airnya. Aku kenal dan akrab dengan Bi Neneng karena sejak nenek meninggal tiga tahun lalu, ia sering mengantarkan makan untuk kakek dan aku. <br />“Ya Bi, tapi aku baru mulai mandi”, sahutku sambil jongkok dibawah pancuran bak mandi.<br /><br />Lima kali nimba, bi Neneng langsung nyelonong masuk ke kamar mandi yang memang pintunya hanya selembar seng yang digeser. Lalu langsung bugil, membuka tutup pancuran, jongkok dan langsung mandi. Memang didalam kamar mandi itu ada dua pancuran bak.<br />“Maaf ya, buru-buru”, katanya tanpa mempedulikanku yang kaget dan terpana<br />“Iya Bi”, jawabku sambil tetap terpana melihat Bi Neneng bugil di depanku. Waktu itu usianya 26 tahun. walaupun mukanya biasa saja, tapi tubuhnya langsing dengan kulit mulus coklat langsat. Susunya lebih besar dari Ceu Kokom. Putingnya juga lebih besar, mungkin karena dia sudah punya dua anak. Melihat pemandangan ini penisku segera tegang.<br /><br />Saat sabunan, terpaksa aku berdiri. Dan karena penisku ngaceng maka aku menghadap membelakangi Bi Neneng.<br />“Kok balik badan? Malu ya, karena titit (penis) kecilnya ngaceng..”, Bi Neneng mencandai<br /> Tak lama Bi Neneng juga berdiri untuk sabunan. Aku penasaran untuk melihat bagian vaginanya yang tadi tertutup saat jongkok. Kalau berdiri, harusnya vaginanya terlihat, pikirku. Maka aku beranikan menoleh utk melihat Bi Neneng. Ternyata bulunya tidak lebat dan kelihatan belahan bibir vaginanya. Membuatku tambah ngaceng.<br /><br />Tiba2 Bi Neneng berhenti sabunan, “coba balik badan, aku mau lihat”. Bi Neneng memegang pundakku dan memutar tubuhku menghadapnya.<br />“Hah, gede amat” ujarnya kaget sambil tangannya menutup mulut karena takjub. Rupanya waktu tadi aku menoleh melihat vaginanya sekilas ia melihat penisku.<br />“Tititmu kena penyakit ya?” tanyanya<br />“Nggak Bi, aku dikasih tahu Ceu Kokom cara membesarkan titit” jawabku sambil menceritakan caranya.<br />Bi Neneng menghampiri, memegang penisku dan membersihkan busa sabun yang masih menempel di penis, buah zakar dan sekitarnya.<br />“Kamu normalkan? Suka mimpi basah?”, dia menyelidiki<br />“Iya beberapa kali”, jawabku<br />“Pernah mimpi basah waktu bangun?”<br />“Maksudnya?”, tanyaku<br />“Pernah mengeluarkan mani (sperma) waktu bangun?”, ia bertanya<br />“Belum”, jawabku<br /><br />Bi Neneng mengambil sabun lalu menyabuni penisku yang masih tegang. Lalu ia menggosok2 dan mengocok2 penisku. Aku kaget, tapi terasa nikmat.<br />“Diapain Bi?” tanyaku<br />“Ngetes ngeluarin mani”<br />Bi Neneng terus menambah sabun dan mengocok2 penisku. Aku meregang2.<br />“Kok nggak keluar sih?” setelah 15 menit mengocok. Tapi melihatku merem melek dan meregang2 dia terus mengocok. Makin lama makin cepat dan makin cepat. Aku meregang, mendesah dan menggoyang2kan pinggulku. <br />Akhirnya aku merasakan seperti ingin pipis, tapi berbeda. Seperti ada yang mau meledak keluar dari penisku.<br />“A aaaahhhhh..” ada sesuatu keluar dari penisku, sesuatu yang kental berwarna putih. Muncrat kemana2 dilantai kamar mandi itu.<br />“Nah , tuh bisa keluar mani. Kamu sehat”, kata Bi Neneng.<br />“Enak banget Bi” ujarku terbata2. Tubuh ini lemas rasanya.<br />“Memang enak. Sudah, mandi lagi sana”, kata Bi Neneng. Lalu ia segera menuntaskan mandinya dan terburu2 pergi.<br /><br />Besoknya aku menunggu di kamar mandi. Dan sengaja tidak segera mandi, menunggu Bi Neneng datang. Tak lama kemudian dia datang, menimba dan mandi bareng lagi.<br />“Mau dikocok lagi tititnya?”, ia seperti tahu mauku yang telah berdiri dengan penis tegang<br />“Iya..”, jawabku girang.<br />Dan mulailah ia menyabuni dan mengocok lagi. Hingga maniku keluar.<br />“ini namanya onani. Kamu bisa melakukan sendiri”, kata Bi Neneng<br /><br />Besoknya, kembali aku minta penisku dikocok Bi Neneng.<br />“Lho, kan bisa onani sendiri?” katanya<br />“Sudah nyoba tapi nggak bisa, ngacengnya lama” kataku<br />“Oo mungkin ngacengnya karena terangsang melihat aku bugil ya?” sindirnya<br />“He he he” aku nyengir, “Mungkin kalau sambil megang lebih cepat ngacengnya”<br />“Megang apa?” tanya Bi Neneng<br />“anu..Megang susu ..” aku menjawab ragu takut ia marah<br />“Ya sudah, pegang saja nih”, Bi Neneng menyodorkan susunya. Tanpa menyia2kan kesempatan aku meremas2 susunya. Dan benar, ada kenikmatan yang lebih banyak saat penis dikocok sambil megang susu. Aku jadi lebih cepat keluar mani.<br /><br />Besoknya sambil dikocok aku minta nyusu. Sejak Diah pindah, sudah lama aku tidak ngemut susu wanita. Atas permintaanku itu, Bi Neneng juga mengabulkan. Kurasakan ia membelai rambut dan menikmati hisapanku di puting susunya.<br /><br />Besoknya aku minta tambah megangin vaginanya. Kali ini Bi Neneng tidak mengizinkan. Akhirnya pengalamanku hanya sampai menghisap susu. Tapi dengan ukuran susu yang lebih besar sehingga tidak semua bagian susunya muat dimulutku. Juga pentil Bi Neneng lebih besar dari pentilnya Diah, lebih terasa saat dihisap2.<br /> <br />Lebih dari seminggu aku dikocok Bi Neneng, sampai akhirnya kelasku masuk pagi lagi, karena perbaikan atap sudah selesai. Tak ada kesempatan untuk mandi sore bareng dengan Bi Neneng karena rame orang. Kakekku, suami dan anak2 Bi Neneng, di sore hari semua ada di rumah. Apalagi setelah musim hujan tiba, Bi Neneng mandi di rumahnya sendiri.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-20990069173979330042009-05-24T22:52:00.000-07:002009-07-06T23:23:22.906-07:00Gairah Film PornoLibur tiga hari, aku diminta menemani kakek ke adiknya (berdasarkan silsilah, adiknya kakek yang perempuan adalah juga nenekku), yang tinggal bersama anak lelakinya (berarti Om ku) di Bandung. Buat orang kota mungkin rumah om sederhana, tapi buat orang kampung seperti aku, rumah Om tergolong bagus, lengkap dengan peralatan elektroniknya. Walaupun sudah 30 tahun tapi om masih bujangan. Kabarnya dia pernah patah hati dua kali. Dia ditemani oleh sepasang suami istri, Mang Amat sebagai supir dan Bi Oyah pembantu sekaligus pengasuh nenek. Mereka tinggal beberapa puluh meter dari rumah om.<br /><br />Setelah ngobrol ngalor ngidul sambil nonton tivi, akhirnya kakek dan aku pamit tidur karena capek diperjalanan. Sedangkan om melanjutkan menonton tivi dengan suara yang dipelankan. Aku biasa tidur dengan mematikan tivi dan lampu, sehingga sayup2 suara tivi di rumah om cukup mengganggu tidurku. Walaupun akhirnya aku tertidur juga. <br /><br />Tengah malam sesuai kebiasaan rutin aku bangun utk pipis. Kudengar sayup2 tivi om masih nyala, sedangkan om tertidur disofa. Aku berniat akan mematikan tivi, tetapi mendekat aku agak kaget, karena di layar tivi ada wanita bule lagi bugil. Wanita itu meremas sendiri susunya dan memegangi vaginanya. Lalu gambar bergeser kesamping wanita bugil itu, ada wajah wanita yang terengah2, “uh ah aw..”. Lalu gambar bergerak menunjukkan bahwa wanita itu tidak pake bh, alias susunya terlihat. Terlihat setengah badan wanita itu sedang terentang dengan susunya bergoyang2 seperti dihentak2. Lalu gambar bergerak lagi memperlihatkan bulu jembut dan vagina wanita itu. Ternyata vaginanya sedang disodok2 sesuatu. Lalu layar tivi memperlihatkan bahwa vagina disodok oleh penis seorang pria bule.<br />Aku takjub, mungkin inilah yang namanya ngewe atau ngentot, yang sering disebut2 orang. Dan ini yang disebut2 orang sebagai film blue.<br /><br />Terlihat pria bule itu makin kencang menggerakkan bokongnya menyodokkan penisnya ke vagina, “uuh..uuh”.<br />“ohh ahh fuck me..”erang si wanita.<br />Lalu “uuuuuuhhhh” laki2 mengerang panjang, mencabut penisnya dari lubang vagina dan memuncratkan mani ke perut wanita. Wanita satunya yang sedang bugil segera mengambil penis dan menghisapnya. 'Iih.. jijik', pikirku<br />Setelah itu sudah, filmnya selesai. Aku tak berani mematikan tivi, takut om terbangun. Langsung saja aku ke kamar mandi, pipis dan kembali tidur. Tapi kali ini aku susah tidur karena melihat tontonan bf tadi.<br /><br />Besok paginya, om pamit ke kakek dan nenek karena ada rapat di Jakarta, menginap semalam dan akan kembali besok sore. Om berangkat bersama sopirnya. Aku menyibukkan diri dengan berkeliling kota Bandung, khususnya ke Alun-alun. Sepulang dari tour the city, aku hanya bertemu Bi Oyah yang sedang rapi2 dapur. Rupanya kakek dan nenek lagi tidur siang. Akhirnya kuluangkan waktu utk nonton tivi sambil menghabiskan gorengan yang kubeli di alun-alun. <br /><br />Saat nonton tivi aku jadi teringat film bf yang tadi malam. Kuberdiri dan mengitari seluruh isi rumah untuk mencari tahu dimana om menyimpan video porno itu. Di ruang istirahat kulihat ada tempat penyimpanan video, tetapi setelah kulihat2 judulnya, kebanyakan film Warkop dan action, tidak ada yang video porno. Mungkin di kamar om, tetapi ternyata kamar om terkunci. Kutanya Bi Oyah, memang kamar om terkunci, tetapi Bi Oyah megang kuncinya untuk ngerapihin dan ngeberesin kamar.<br /><br />“Ada perlu apa Sep”, tanya bi Oyah dengan memanggilku Sep, yang singkatan dari Kasep artinya cakep.<br />“Nggak ada kok, cuma ingin lihat seberapa besar kamar tidurnya om”, jawabku.<br />“O, silahkan atuh”, Bi Oyah mengambil kunci dan membukakan pintu kamar Om.<br />“Wow, luas juga ya”, memang kamar Om cukup luas karena kamar tidur dan kamar kerja disatukan.<br />“Aku lihat2 ya Bi”, aku mengagumi kamar Om, tapi juga berusah mencari dimana kira2 Om menyimpan video porno. Banyak lemari dan laci yang dikunci, dan Bi Oyah juga tidak pegang kunci sehingga tidak tahu isinya. Aku menyerah, video porno itu pasti disimpan om disalah satu lemari atau laci itu. Padahal aku sangat ingin menonton video porno, ingin belajar tentang seks. <br /><br />Akhirnya kuhabiskan sore itu mengobrol dengan Bi Oyah utk lebih mengenal Om ku. Menurutnya Om adalah orang yang tidak banyak menuntut tetapi disiplin. Dua kali om punya calon istri, bahkan yang kedua sudah sering tidur di rumah ini. Kalau yg pertama berpisah karena kerja di Kalimantan. Yang kedua pisah karena si cewek ini selingkuh, dan kepergok oleh om di rumah si cewek. Kejadian ini yang menghancurkan hati om dan om melampiaskan dengan beberapa kali mengencani wanita penghibur di hotel2. Tapi om tetap berusaha tegar dalam hal kerjaan.<br /><br />“Tadi malam aku lihat om nonton film porno”, kataku<br />“iya, om sering nonton malam2 kalau nenek sudah tidur. Om juga pernah nyuruh Mamang dan Bibi untuk nonton film porno berdua. Iih.. Bibi ogah. Risih”, kata Bi Oyam<br />“Memangnya Bibi tahu film pornonya disimpan dimana sama Om?”, tanyaku<br />“Dibawa masuk ke kamarnya. Tapi Bibi tdk lihat disimpan dimana. Paling2 dilemari yang dikunci”, jawabnya. <br />“Kalo buat Asep mah nonton yang itu saja”, kata Bi Oyah sambil menunjuk tempat video. Aku mengiyakan.<br /><br />Sore itu aku diajak Bi Oyah berputar2 lingkungan termasuk ke rumah Bi Oyah yang sederhana. Malamnya Bi Oyah pulang kerumahnya setelah selesai melayani kakek dan nenek hingga mereka tidur. Sedangkan aku menghabiskan malam dengan membaca dan menonton tivi. Melihat deretan video Om, aku tertarikuntuk menonton salah satu film. Setelah memilih2, akhirnya film Rambo yang akan kutonton.<br /><br />Saat ingin memasukkan video ke player, ternyata ada video lain yang belum dikeluarkan dari player. Tertulis di labelnya judul filmnya Schoolgirl Adventures. Karena tak ada gambar dalam judulnya, maka kustel video itu. Diawal film terlihat sekelompok pelajar siswi yang belajar bersama, belanja bersama, bermain dan bercanda bersama. Karena tak ada teks terjemahan, aku tidak mengerti jalan ceritanya, jadi lebih baik nonton Rambo.<br /><br />Ups tunggu dulu, ternyata terusannya para siswi itu bertemu dengan para siswa, berpasangan dan berciuman, sebelum akhirnya masing2 pasangan berpisah. Satu pasangan ke apartemen, satu pasangan ke taman dan satu lagi naik mobil. Adegan berikutnya adalah masing2 pasangan berciuman, berpelukan dan meraba2. Melihat itu gairahku mulai membara. <br /><br />Pasangan yang dikamar, setelah berciuman, yang perempuan mendorong si laki2 kekasur dan duduk di atas perutnya. Lalu si wanita melepas baju dan bh nya, sehingga tampaklah susunya yang besar. ‘wah jangan2 ini film porno. Rezeki nomplok nih’, pikirku. Lalu si pria membelai2 susu dan menciumi kedua susu itu. Aku deg2an. ‘O ternyata begini cara menciumi dan menghisap2 susu’<br /><br />Setelah puas menghisap2 si pria gantian merebahkan si wanita dan melepas baju dan celananya. Terlihatlah penis si pria yang masih menggantung2. Lalu ia melepaskan rok dan celana dalam wanita sehingga tampaklah vaginanya. Lalu si pria mendekatkan kepalanya ke vagina wanita, lalu wanita itu mengerang2. Aku bingung, apa yang dilakukannnya. Setelah kamera didekatkan, terlihatlah bahwa si pria sedang menjilati kelentit wanita. Menghisap2 kelentit dan juga bibir dalam vagina. 'Ih, jorok, jijik', aku mengernyitkan dahi. <br /><br />Lalu si pria membuka vagina wanita, dan terlihatlah lubang vaginanya. Aku tekan pause dan aku perhatikan betul2 gambar vagina yang sedang dibuka. Ada bulu, ada bibir luar, ada kelentit, ada lubang pipis dan ada lubang seks. Wow… lalu aku play lagi videonya. Ternyata si pria menjilati seluruh bagian vagina dan berusaha memasukkan lidahnya ke lubang seks. Setelah itu jari tengah si pria dimasukkan ke dalam lubang vagina. Ditusuk2 dan diubek2.<br />“Aahh..” si wanita menggelinjang2<br /><br />Setelah puas, gantian wanita merebahkan pria. Lalu ia menuju ke penis, membelai2, menarik2, mencium lalu mengemut penis. Wanita menggerakkan kepalanya sehingga penis menjadi keluar masuk kedalam mulutnya. Sementara si pria terpejam. Selanjutnya wanita memutar badannya sehingga wanita mengulum dan mempermainkan penis, sedangkan pria menciumi dan menjilati vagina. Masing2 kepala berada diselangkangan pasangannya. Aku masih merasa jijik karena menurutku kelamin itu kotor. Tapi disatu sisi aku terkesima 'wow..'.<br /><br />Selanjutnya si cewek duduk diatas perut membelakangi cowok, memegang penis lalu mengarahkannya ke lubang vagina. Setelah lurus ia menekan kebawah pelan2, sehingga penis itu masuk sedikit demi sedikit ke lubang vagina. Aku benar2 terpaku melihat pemandangan ini. Kuulang lagi adegan ini sampai tiga kali. Oo, ternyata beginilah cara berhubungan seks itu, penis masuk ke vagina. Selanjutnya mereka bermain seks, memasukkan penis ke vagina dengan berbagai gaya. Aku melihat ada banyak gaya dalam bermain seks. Dan disetiap gaya keduanya kelihatan sangat menikmati. <br /><br />Akhir dari persetubuhan ini adalah saat si pria mencapai puncak dengan mengeluarkan maninya di muka si wanita. Hii, lagi-lagi aku merasa jijik melihatnya.<br /><br />Lalu film beralih kepasangan lain. Pasangan yang ke taman bermain seks ditaman, dengan berbagai posisi. Bedanya dengan pasangan yang di kamar, hubungan seks diakhiri dengan gerakan penis yang dijepit oleh sepasang susu wanita yang besar, dan akhirnya sperma si pria muncrat di dada wanita.<br /><br />Selanjutnya pasangan yang ketiga memarkir mobil di tepi jalan dipuncak dengan pemandangan kota. Lalu mereka berhubungan seks, baik didalam mobil maupun di luar mobil. Gaya berhubungan yang berbeda adalah ketika si ceweknya nungging dan cowok menusukkan penisnya. Ceweknya meringis kesakitan. Tadinya aku heran kenapa ia meringis, padahal sebelumnya ah oh kenikmatan. Setelah diperlihatkan, ternyata penis cowok tidak masuk ke vagina, tetapi ke lubang dubur. Iih, jijik. <br />Pasangan ini mengakhiri hubungan seks dengan posisi cewek terlentang di kap mobil dan vaginanya disodok oleh penis. Lalu sambil menekan penis dalam2, si cowok mengerang, kelihatannya ia mengeluarkan sperma di dalam vagina cewek. Karena setelah itu diperlihatkan vagina cewek, lalu dari dalamnya menetes cairan sperma yang putih.<br /><br />Film belum berhenti. Pasangan yang berjalan ditaman akhirnya berpisah. Yang pria bertemu dengan pasangan yang naik mobil, sedangkan yang wanita menuju ke apartemen temannya.<br /><br />Yang bertiga naik mobil, pulang ke rumah utk makan. Didapur si cowok berlaku genit ke sicewek pasangannya dengan menepok2 bokong dan meremas dada. Karena bergairah mereka bermain seks lagi, dan lupa bahwa ada temannya melihat. Saat si cowok menciumi vagina cewek, laki2 satunya menghampiri dan menciumi susu si cewek. Si cowok bukannya marah tapi malah nyuruh laki2 itu untuk nyobain menjilati vagina ceweknya. Karuan saja ceweknya senang karena dilayani dua cowok. <br />Saat yang satu cowok mencobloskan penis ke vagina, satunya lagi memberikan penisnya untuk diemut oleh cewek. Selanjutnya setelah puas diemut, sicowok pindah kebelakang dan mengarahkan penisnya masuk dubur cewek. Jadi sicewek mendapat dua sodokan, satu penis masuk menyodok vagina, satu penis lagi menyodok dubur. Wow.. pantesan sicewek mengerang keenakan.<br /><br />Ditempat lain cewek yang mendatangi apartemen temannya, menjumpai temannya sedang mandi bareng pria pasangannya. Merasa gerah, si cewek juga mau mandi dan minta izin bergabung. Ternyata diizinkan oleh pasangan tersebut dan mereka mandi bertiga. Disitu sicowok mengelus susu kedua cewek. Semakin hangat akhirnya mereka bertiga melakukan hubungan seks. <br />Secara bergantian penis masuk kesatu vagina, lalu gantian ke vagina satunya lagi. Ketika penis pria masuk ke satu vagina, si pria juga disodori vagina lain untuk dijilati. Sedangkan kedua cewek saling bergantian menghisap susu cewek lainnya. Akhirnya cowoknya mengeluarkan mani diperut satu cewek dan cewek satu segera menghisap penis. <br /><br />Lalu filmnya habis. Adegan terakhir ini adalah adegan yang aku lihat tadi malam. Berarti setelah selesai nonton, om lupa mengeluarkan videonya karena harus segera pergi ke Jakarta.<br /><br />Nonton video porno selama dua jam ini telah membuatku shock. Dari tahu sedikit, tiba2 aku menjadi tahu banyak, bahkan tahu kevulgaran seks. Bagaimanapun malam itu telah banyak memberiku ilmu tentang seks. Selama ini aku tidak tahu bahwa penis bisa dimasukkan ke vagina. Ceu Kokom dan Bi Neneng hanya mengelus2 penisku.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-66818713415827831212009-05-24T22:45:00.000-07:002009-07-06T23:28:23.079-07:00Sex Live ShowSore hari kami berkumpul di kebon dekat balai desa, orang2nya masih geng yang dulu juga. Kami sudah jarang berkumpul karena beberapa anggota sudah bekerja di pabrik sukro (kacang atom). Dalam pertemuan seperti itu biasanya mereka membagi2kan sukro atau mentraktir kami makan bakso. Setelah selesai SMP, mereka memang tidak melanjutkan ke SMA dan memilih bekerja. Karena memang sudah waktunya pacaran, beberapa senior membawa serta pacar mereka, termasuk komandan Maman, ketua geng kami untuk urusan perempuan. Dalam pertemuan itu Maman memberi kabar akan menikah minggu depan. Usia Maman 19 tahun dan calon istrinya, Ening, 17 tahun berasal dari kampong seberang. Masih muda, tapi utk ukuran kampong kami, umur itu dinilai cukup matang untuk menikah.<br /><br />Usai pertemuan, Maman menghampiriku, “katanya kamu dulu pernah ketangkap ngintip Ceu Kokom ya?. Terus kamu diapain?” . Gaya ngomong isengnya keluar lagi.<br />“Dijewer ke kamar mandi, terus suruh lihat dia mandi”, jawabku<br />“Wah hebat. Kamu beruntung. Iri aku. Dia kan idolaku”, katanya dengan nada menggoda.<br />“Tapi kamu belum pernah ngewe (seks) dengan cewek kan?” tanyanya. Aku menggeleng.<br />“Aku sudah”, katanya bangga.<br />“Nggak percaya”, kataku<br />“Kalau mau bukti, nanti ikut aku nganterin Ening ke kampong sebelah”, kata Maman dengan nada memaksa<br /><br />Kami bertiga jalan menuju kampong sebelah melewati jalan yang dikelilingi sawah dan kebun. Ditengah jalan Maman menggandeng Ening berbelok. Dan melihat aku ikut berbelok, Ening berbisik kepada Maman, “Kang, dia ikut belok..”. “Nggak apa2”, jawab Maman. Dan kami berhenti dekat saung ditengah kebun.<br />“Istirahat dulu disini ya. Ini kebun bapaknya Ening”, kata Maman kepadaku. Lalu kami beristirahat di saung itu.<br /><br />Disaat istirahat itu, Maman menghampiri Ening, lalu mencium dan memeluknya. Ening merasa risih karena ada aku disitu. Tetapi karena Maman terus menciumi, Ening pasrah, dan malah balas mencium. Tangan Maman dan Ening meraba2 dada dan selangkangan lawannya. Lalu Maman membuka kancing baju Ening.<br /><br />“Kang..”, kata Ening khawatir, sambil melihatku. Aku sendiri deg2an melihat adegan didepanku.<br />“Nggak apa2. Biar dia belajar”, Maman terus membuka baju dan bh Ening, dan menciumi susunya. Karena terangsang Ening tidak mempedulikan kehadiranku di saung itu.<br /><br />Tak berapa lama Maman mencopot seluruh pakaian hingga bugil dan Ening mencopot pakaian tersisa sehingga bugil juga. Aku kaget dan terpana melihat laki2 bugil dan wanita bugil bersamaan. Belum hilang kagetku, Ening sudah rebahan dan Maman menindih Ening. Lalu penis Maman masuk ke vagina Ening. Sambil menciumi Ening, Maman menaik turunkan bokongnya, sehingga penisnya keluar masuk vagina. Terus berulang2.<br /><br />Didorong rasa penasaran, aku mendekat utk melihat penis masuk vagina. Maman melihatku, “Nggak percaya?”. <br />Lalu mengangkangkan kaki Ening dan kakinya agar penis dan vagina mereka terlihat. “Lihat tuh”, kata Maman. Aku melihat dengan jelas bagaimana penis Maman masuk ke vagina Ening. Sementara Maman dan Ening semakin asyik bersenggama. Pemandangan ini membuatku tak menentu.<br /><br />Sampai akhirnya Maman dan Ening sama2 menekan kuat pantatnya. “U..uuuuhhhhh”. Mereka berpelukan dan terkulai lemas di saung. Lalu tergeletak menghadap ke atas berdampingan. Disitu kulihat jelas bentuk susu yang mungil dan putingnya yang masih muncung. Juga bulu jembut Ening yang masih halus dan belum banyak. Sedangkan vaginanya mungil dan terlihat agak memerah akibat disodok penis. Aku juga melihat penisnya Maman. Uups kayaknya punyaku lebih besar dari Maman.<br /><br />“Hhh, enak Jar”, kata Maman. “Terbukti kan..” Lalu Maman beranjak turun dari saung. “tunggu ya, mau bersih2 dulu di pancuran sana”<br /><br />Ditinggal Maman, aku memperhatikan lagi tubuh mulus mungil Ening. Ia terlihat kelelahan dan sedikit tertidur. Entah refleks atau penasaran, aku menjulurkan tangan utk memegang jembutnya. Ening diam saja. Lalu aku teringat film porno, dan tanganku meraba2 mencari itilnya. Ternyata walau sambil merem, antara sadar dan tidak, Eningmembuka selangkangannya. Dengan mudah aku melihat itil dan lubang vagina. Lalu jariku menyentuh2 itil. Lalu kumasukkan jariku ke lubang vaginanya. Masih basah. Aku bermaksud mengeluar-masukkan jariku, tiba2 terdengar Maman datang bersiul2. Segera kucabut jariku, dan Ening kaget dan membuka matanya. Ia melihatku ada didekatnya sedangkan Maman baru datang menuju saung. Dia juga sempat melihat jariku yang basah. Ening segera menutupi susu dan vaginanya, lalu memejamkan mata lagi. Aku berdiri menjauh dari saung.<br /><br />“Ning, bangun, gantian, aku sudah bersih”, kata Maman membangunkan. Ening terbangun dan segera beranjak ke untuk mencuci pejuh dan membilas keringat. Saat menuju pancuran, ia menghampiriku dan berbisik, “kamu tadi mainin memekku ya?”, memandangku kesal lalu sambil melihat jariku. Aku merasa bersalah karena ketahuan. <br /><br />Melihat aku terdiam Maman menghampiri.<br />“Yang kamu lihat tadi anggap saja pelajaran. Ternyata ngewe itu asyiik kan.. makanya cepet2 cari cewek yang mau di ewe. Tapi jangan pernah ceritakan kejadian ini pada siapapun”, kata Maman padaku, wajahnya campur aduk antara bangga, menyesal dan mengancam. Ia tak tahu kalau aku barusan memainkan vagina calon istrinya.<br /><br />Usai mereka berpakaian, kami keluar dari kebun dan kembali kejalan desa. Disitu kami berpisah. Maman melanjutkan mengantar Ening ke kampong sebelah sedangkan aku kembali ke kampungku. Kejadian ini menunjukkan bahwa Maman memang edan, tapi Ening dan aku juga terbawa edan. <br /><br />Disepanjang perjalanan aku memandang jariku yang tadi sempat masuk ke lubang vagina Ening. <br /><br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-51600264219914813782009-05-24T22:40:00.000-07:002009-07-06T23:30:45.392-07:00Gesek KelaminAku gagal menjadi pelajar teladan SMP di tingkat kabupaten, sehingga aku tidak ikut seleksi tingkat propinsi di Bandung. Namun panitia kabupaten minta aku dan beberapa siswa lain untuk ikut ke Bandung. Katanya utk pembelajaran sekaligus cadangan kalau pada hari lomba nanti, si juara pelajar teladan kami berhalangan. Di Bandung kami bertemu dengan teman2 siswa SMP se propinsi. Diantaranya aku kenalan dengan Soraya, gara2 minumannya tumpah didekatku dan sedikit nyiprat ke bajuku. Ternyata dia sama seperti aku, besar di Bengkulu dan sekarang tinggal bersama orangtuanya di Bekasi, dan datang ke Bandung juga sebagai cadangan. Karena sama2 cadangan dan tidak berlomba, jadi kami sering bertemu dan dalam beberapa hari menjadi akrab. <br /><br />Dihari terakhir ada acara tour keliling beberapa tempat di Bandung. Aku izin tidak ikut karena ingin menjenguk nenek di rumah om yag di Bandung. Ternyata Soraya juga tidak ikut tour karena mau kerumah tantenya yang di Bandung. <br />“Sama dong. Main ke tanteku dulu yuk. Baru nanti ke om kamu. Terus baru ke sini lagi”, Soraya mengajak jalan bareng. Aku oke saja. Dan kami jalan naik angkutan umum.<br /><br />Di rumah tante Soraya, aku dikenalkan dengan tantenya. Ternyata mereka ada darah arab di kakek buyutnya. Pantesan hidung Soraya mancung dan foto keluarga tantenya yang ditempel didinding berwajah kearab2an. Tak berapa lama anak tante yang sulung datang bersama teman sekolahnya. Katanya kelas dibolehkan pulang karena guru2 sekolah mau rapat.<br /><br />“Begitulah anak SMA sekarang, sudah pacaran”, tante mengomentari kedatangan putranya dan pacarnya.<br />“Halo Soraya, apa kabar?” kata sepupunya menyalami Soraya<br />“Ini siapa? Pacar ya..”, dia menyalamiku juga<br />“Hush..”, Soraya memukul sepupunya, “Dia memang suka godain begitu”<br />“Iya dong. Kalau bukan pacar, masak jalan berdua terus dibawa kesini terus dikenalin. Ini aku juga bawa pacarku”, sepupunya terus menggoda. Lalu ia dan pacarnya berlalu ke beranda belakang.<br /><br />“Tante jemput sibungsu dulu ya. Sudah kelas 3 SD masih minta dijemput. Kalau mau tambah minum, ambil sendiri di kulkas. Ada eskrim juga di kulkas. Jangan pulang dulu ya, tante belikan karedok enak”, kata tante sambil terus pergi meninggalkan rumah.<br />“Makan es krim yuk”, Soraya mengajak sambil menuju kulkas. Aku mengikutinya. Dan kami menyantap eskrim dimeja makan. Dari situ kami bisa melihat taman belakang yang rapi, ada tempat duduknya dimana anak tante dan pacarnya duduk berduaan. Sambil menyantap eskrim soraya dan aku ngobrol tentang keluarga dan pengalaman di Bengkulu.<br /><br />Ditaman kami lihat anak tante juga asik ngobrol. Saling berpegangan mesra. Lalu berpelukan dan berciuman. Soraya dan aku kaget melihatnya. Tak lama kemudian tangan putra tante meremas2 dada pacarnya. Soraya dan aku terus menonton sambil makan eskrim. Lalu tampak putra tante membuka kancing baju sekolah pacarnya, menyibak bh dan meremas serta mencium susu pacarnya. Tangannya menggerayangi paha dan selangkangan. Soraya dan aku jadi terdiam melihatnya. <br /><br />Lalu putra tante berdiri menggandeng pacarnya dan membawa masuk kesalah satu kamar.<br />Sejenak Soraya termangu, ia menatapku lalu kelihatan salah tingkah. Belum selesai kaget kami, entah sengaja atau lupa, korden kamar itu tidak ditutup, sehingga masih terlihat sepintas oleh kami, putra tante dan pacarnya mencopot baju mereka. Setelah itu tak terlihat di jendela karena mereka merebahkan diri. Aku merasakan jantungku berdebar dan demikian juga Soraya. Kupegang tangan Soraya dan dia membalas meremas tanganku. Kami tetap menatap ke jendela kamar itu. Sesekali terlihat punggung dan dada putra tante atau pacarnya, lalu hilang lagi karena merebahkan diri.<br /><br />Karena tak terlihat, aku keluar mencari tempat yang lebih jelas untuk melihat. Dan kutemukan bahwa pemandangan dikamar akan terlihat jelas dari tempat jemuran dilantai atas. <br />“Dari atas kelihatan”, aku mengajak Soraya. Ia tidak bergerak, jadi segera aku tarik Soraya keatas. <br /><br />Memang dari atas terlihat jelas dibalik jendela, putra tante dan pacarnya dalam keadaan bugil dan sedang bersetubuh di kasur. Meskipun agak jauh, terlihat bahwa ukuran susu sicewek cukup besar, dan penisnya putra tante terlihat panjang, mungkin karena turunan arab. Mereka berhubungan seks penuh semangat dengan berbagai posisi. Soraya meremas tanganku dan bersandar dibahuku. Kami menonton mereka sampai selesai.<br /><br />“Mereka sudah pada mau pakai baju. Turun yuk.”, aku menarik Soraya yang masih terkesima. Soraya sama sekali tak berkata2 masih berdegup kencang dan lemas. Sampai dibawah, kuberi ia minum air putih dan kembali mengambil es krim, lalu pindah duduk ke ruang tamu di depan dan membaca majalah sambil makan eskrim.<br /><br />“Nanti kalau mama pulang, bilangin aku ngantar pacar pulang ya?” putra tante keluar dari belakang bersama pacarnya<br />Karena Soraya tidak menjawab, maka segera kujawab, “Iya kak. Kami menunggu tante karena katanya mau dibelikan karedok”<br />“O iya, memang karedoknya enak. Oke sampai ketemu lagi. Kakak pergi dulu ya..”. Lalu kami bersalaman dengan mereka.<br /><br />Tak berapa lama tante datang dan bilang sudah berpapasan dengan putra dan pacarnya. Lalu tante memperkenalkan anak bungsunya dan menyajikan karedok bagi kami. Aku lahap memakannya, sedangkan Soraya masih agak terdiam. Selesai makan karedok, karena sudah siang kami berpamitan, dan langsung menuju ke rumah om. Tante telah menelpon taksi untuk kami. Di dalam taksi, Soraya masih banyak diam. Sehingga kuberanikan diri memeluknya. Dan ia bersandar dipundakku sepanjang perjalanan.<br /><br />Sesampai di depan rumah om kami berpapasan dengan Bi Oyah pembantu om , baru keluar rumah.<br />“Eh Asep.. Nenek baru tidur, jadi Bibi pulang dulu mau beres2 di rumah Bibi. Nanti bibi ke sini lagi”, katanya<br />“Iya Bi. Ini Soraya teman dari Bekasi. Om ada?” aku memperkenalkan soraya.<br />“Om pulangnya sore. Paling2 dua jam lagi sampai di rumah. Duduk2 dulu dan minum2 dulu ya Sep”, kata bi Oyah dan berpamitan.<br /><br />Di rumah om, Soraya dan aku duduk di ruang tamu.<br />“Kamu nggak apa2 kan Soraya”, tanyaku<br />“Aku masih kebayang2 kejadian tadi. Sampai sekarang aku masih gemetaran,” katanya pelan.<br />Kupeluk dan kudekap erat Soraya. Cukup lama. Diapun mendekapku. Kucium keningnya. Lalu pipinya, “Kenapa kamu gemetaran?”<br /><br />“Liburan lalu aku nginap di rumah saudara di kampung, dan tengah malam dari sebelah kamartidurku terdengar orang ngobrol2 mesra lalu main gituan. Aku gemetaran mendengarnya. Sejak itu aku jadi penasaran, tapi tak pernah dapat jawaban. Tadi aku lihat dengan mata kepala sendiri cara orang gituan. Makanya aku gemetaran”, jelasnya.<br /><br />Soraya memandangku, “kamu kok tidak gemetaran?”<br />“Aku sudah pernah lihat orang gituan dari dekat”, kataku<br />“Hah?!”, Soraya tidak percaya.<br />“Sebentar..”, tiba2 aku teringat video porno paman. Siapa tahu paman meninggalkan videonya di dalam player. Waktu kubuka playernya, ternyata ada satu video, dengan tulisan yang tak kukenal. Mungkin tulisan China, Korea atau Jepang. Langsung saja kustel. Lalu duduk kembali memeluk Soraya.<br />“Film apa?”, tanya Soraya<br />“Lihat saja”, jawabku<br /><br />Sepasang remaja Jepang bermain dan bercanda dipantai dengan pakaian minim dan bikini, lalu masuk ke kamar hotel. Di kamar mereka mencopot pakaian, bugil dan mandi bersama. Kulihat Soraya sangat serius menonton video itu. Sambil mandi pasangan remaja itu saling berciuman dan menciumi bagian2 tubuh lawan mainnya. Yang cowok menciumi susu dan vagina cewek, sedangkan yang cewek menciumi dada dan penis cowok. Sambil bersandar di bahuku, Soraya mendekap erat. Aku membelai2 dan meremas dadanya.<br /><br />Pasangan remaja itu mengeringkan tubuh dengan handuk, lalu melanjutkan permainan seks mereka di kasur. Dengan cewek dibawah, si cowok mengarahkan dan memasukkan penis ke vagina cewek. Soraya sedikit meringis menyaksikan adegan itu. Di tivi cowok itu menghunjamkan penis berulang2, sedangkan aku menyusupkan tangan ke paha dan selangkangan Soraya. Ia memejamkan mata, maka kucium bibirnya. Ia kaget, tapi diam dan akhirnya membalas ciumanku. Lama kami berciuman, dan adegan hubungan seks terus berlangsung. Akhirnya kumatikan video, kucium Soraya dan kuraba dadanya, lalu perlahan kutuntun dia ke salah satu kamar yang pintunya terbuka, yang biasanya menjadi kamar tamu. Bersama kami duduk ditepi tempat tidur.<br /><br />Soraya duduk menatapku. Aku berjongkok didepannya, mencium bibirnya lagi dan meremas dadanya. Lalu aku membuka kancing bajunya, menyingkap bhnya dan menciumi susu2nya. Akhirnya kucopot semua pakaian, rok dan cdnya hingga ia bugil, lalu kurebahkan dikasur. Aku juga segera mencopot seluruh pakaian, sambil melihat tubuh mulus Soraya. Susunya masih kecil tapi hampir sama besar dengan susu Diah, dengan puting kecil berwarna coklat muda. Bulu jembutnya masih sedikit sehingga terlihat bibir vaginanya yang tipis. <br /><br />Setelah sama2 bugil aku menghampirinya, rebah disampingnya. Soraya menatapku diam dan menunggu. Maka mulailah aku mencium bibirnya yang dibalas dengan ciuman dan pelukan. Tanganku bergerak meraba2 susu, puting, perut, paha, dan vaginanya. Aku juga menuntun tangannya untuk memegang penisku. Saat memegang penis, ia kaget dan segera melepas. Tapi kutuntun lagi tangannya memegang penisku yang semakin ngaceng. Dan kubantu tangannya untuk mengelus2 penisku. <br /><br />Aku merangkak keatas tubuh Soraya dan menindihnya. Menggesek2kan penisku di vaginanya. Waktu aku mau melihat vagina dan memainkan vagina seperti di video porno, dia menarikku dan memelukku dan mencium bibirku, seolah melarangku melihat vaginanya. <br /><br />Setelah merasa sangat ngaceng, aku meluruskan dan mengarahkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku menurunkan pantat dan mulai menekan penis untuk masuk ke vaginanya. Soraya memegang pinggulku dan menahan agar tidak turun.<br />“Jangan..”, katanya memohon agar penisku jangan menembus vaginanya.Aku juga tersadar bahwa kami masihlah anak2 SMP<br /><br />Akhirnya aku melakukan gerakan berhubungan seks tanpa memasukkan penis ke vaginanya. Penisku bergerak menggesek2 vagina Soraya. Adegan dan gerakan ini merangsang Soraya sehingga dia terengah2. Kubalikkan posisi sehingga aku dibawah dan Soraya diatasku. Gantian dia yang menggerak2kan pinggulnya, menggesek2an vaginanya ke penisku yang ngaceng. Terus kami lakukan itu bergantian berguling2an. Sampai akhirnya Soraya mengerang dan lemas.<br /><br />Aku meneruskan menggesek2kan penis ke vaginanya sampai akhirnya maniku keluar. Seperti di video porno, maniku kumuncratkan di perut Soraya. Akhirnya kami sama2 lemas. Aku segera mencari tisu atau lap untuk membersihkan mani di perut Soraya atau yang berceceran. Lalu kami segera memakai baju dan bergantian ke kamar mandi. Setelah bersih kami merapikan kembali tempat tidur.<br /><br />Kami kembali duduk di ruang tamu dalam keadaan lemas. Soraya tak hentinya memegang tanganku, mencium pipiku dan merebahkan kepalanya di dadaku. Ia terus tersenyum. Kelihatannya ia telah lega sekarang.<br /><br />Tak lama kemudian Bi Oyah datang, nenek bangun dan om pulang. Kami ngobrol sebentar dan mohon pamit karena ditunggu rombongan untuk pulang ke kota masing2.<br /><br />Akhirnya Soraya dan aku pulang ke kota masing2 dengan kenangan yang sangat indah. Disitulah aku pertama kali bergumul bugil2an dengan wanita, walaupun hanya sampai menggesek2an penis di vagina. <br /><br />Konyolnya, soraya dan aku lupa menanyakan alamat, sehingga kami tidak bisa berkirim surat atau menelepon. Yang tinggal hanyalah kenangan dan kerinduan. Tetapi aku sudah tahu kira2 rumah tantenya, dan Soraya sudah tahu kira2 rumah om ku. Mudah2an nantinya, kedua rumah kenangan itu bisa menjadi penghubung yang mempertemukan kami lagi.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-62369099712943017012009-05-24T22:25:00.000-07:002009-07-06T23:31:59.305-07:00Oral SeksDuduk dikelas 3 SMP memberiku tekanan untuk terus konsentrasi belajar dan harus lulus EBTA dengan baik untuk dapat meneruskan ke SMA yang bagus. Sayangnya pengalaman pendidikan pengenalan seksku yang tiba2 banyak, membuat konsentrasi belajar menjadi buyar. Nilai2 ulangan semua mata pelajaran turun. Aku resah, tetapi ternyata bukan hanya aku, sekolahkupun resah. Pelajar yang biasanya nilainya lumayan kok tiba2 jeblok. Maka mulailah aku dipanggil ke ruang kepala sekolah, yang bersama wali kelas menanyakan permasalahanku. Lalu dipanggil ke ruang BP (Bimbingan Penyuluhan) untuk membantuku. Aku hanya menjawab bahwa aku rindu orangtua di Bengkulu karena sudah lebih dari dua tahun tidak bertemu.<br /><br />Mereka berusah menghibur dan membangkitkan semangatku. Mereka juga sepakat bahwa untuk mengembalikan konsentrasiku, beberapa guru dari beberapa mata ajaran utama akan memberiku les privat selama sebulan. Setiap pulang sekolah sampai sore aku wajib belajar privat di sekolah atau di rumah masing2 guru. Tapi karena siang hari sekolah sepi, akhirnya aku harus ke rumah guru. Aku jadi ingat saat harus sering belajar privat untuk lomba pelajar teladan. Aku jadi ingat sama Diah.<br /><br />Siang itu adalah jadwal privat Bahasa Indonesia, ini adalah privat yang ketiga kalinya aku datang ke rumah Bu Lia. Biasanya Pak Endang, suami Bu Lia yang membukakan pintu, namun kali ini Bu Lia sendiri yang membuka pintu dan kami privat di ruang tamu. Setelah selesai biasanya Pak Endang menemani dan kami ngobrol sebentar dan Pak Endang turut memberiku semangat. Tapi kali ini dia tidak keluar menemuiku.<br /><br />“Bapak kemana Bu? Sakit?”, tanyaku<br />“Tadi pagi sama temannya ada urusan ke Bandung. Katanya urusannya sampai sore terus langsung kembali lagi, paling2 sekitar jam 7 jam 8 sampai rumah,” jawab Bu Lia<br /><br />“Jar, kalau menurut ibu, hilangnya konsentrasi kamu karena masalah cewek”, Bu Lia membuka pembahasan. Aku diam tidak menjawab.<br />“Ibu perhatikan dulu kamu dekat dengan Diah dan menurut ibu cukup dekat. Ibu tahu dari wajah dan bahasa tubuh kalian,” Bu Lia coba memancing. Aku masih diam.<br /><br />“Satu lagi. Ingat waktu kamu dan teman2 sekolah membantu mempersiapkan pernikahan ibu di rumah orang tua ibu?” tanyanya<br />“Iya. Kami sampai harus menginap semalaman”, jawabku<br />“Kamu dan anak2 laki tidur di bale di luar dekat tenda. Disitu ibu lihat kamu berbeda”, katanya. Aku tertegun dan ingin mendengar penjelasannya.<br /><br />“Tidak seperti anak lain, kamu tidur pakai sarung dan dibalik sarung kamu tidak pakai celana atau celana dalam”. Sebelum sempat bertanya Bu Lia melanjutkan, “Malam itu ibu beberapa kali keluar, ibu lihat kamu seperti bermimpi dan ibu lihat dibalik sarung penismu ngaceng. Lalu dinihari ibu keluar lagi, dan ibu lihat lagi2 penismu ngaceng dan sarungmu basah. Kamu mimpi basah. Jadi menurut ibu masalah kamu adalah masalah wanita”, kata ibu menyimpulkan.<br /><br />“Darimana ibu tahu, kalau aku ngaceng?” tanyaku menyelidik<br />“Justru ibu juga kaget, karena kelihatannya ukuran penismu besar sehingga terlihat jelas. Kalau ibu perhatikan, kamu tidak pernah pakai celana dalam. Ini berarti kamu sudah banyak tahu tentang seks. Kamu sudah berhubungan badan dengan Diah? Atau seseorang?”, tanyanya. Aku menggelengkan kepala.<br /><br />“Kalau begitu pengalaman seks apa yang pernah kamu rasakan”, Bu Lia merendahkan suaranya. Dari tadi nadanya memang tidak memaksa, tetapi mencoba menjadi seorang sahabat.<br /><br />Ragu2, aku mulai menceritakan pengalamanku dengan Ceu Kokom sampai Soraya, dan tahu seks melalui film porno. Bu Lia menghibur aku, bahwa waktu kuliah dia juga pernah beberapa kali nonton film porno bersama geng cewek. Tetapi pengalamannya dengan beberapa lelaki hanyalah sampai cium kening dan pipi. Sedangkan pengalaman seks hanya dengan suaminya, dan itupun tidak seheboh seperti di film porno. <br /><br />Aku dengar memang Bu Lia adalah guru primadona, karena memang wajahnya mirip paramita rusady dan perawakannya cukup tinggi dan langsing. Tambah lagi ia selalu rapi, segar dan murah senyum. Banyak lelaki yang berusaha mendekatinya dan beberapa pernah dekat dengannya walaupun sebentar. Ia memutuskan untuk memilih Pak Endang perjaka tampan insinyur teknik, dan menikah beberapa bulan lalu.<br /><br />Bu Lia bercerita tentang adegan film porno yang pernah ditontonnya. Ceritanya terbuka dan vulgar, membuatku risih tapi sekaligus terangsang, sehingga tanpa bisa dicegah, penisku ngaceng. Meskipun aku sedang dalam posisi duduk, tetapi lekuk penis ngacengku terlihat di celana.<br /><br />“Coba kamu berdiri”, kata Bu Lia. Aku ragu dan malu karena penisku ngaceng, tetapi Bu Lia membantuku berdiri. <br />“Kamu memang tidak pernah pakai celana dalam, jadi kalau lagi ngaceng bisa kelihatan”, katanya. Lalu menarikku pindah dari ruang tamu ke ruang makan. Dia duduk di kursi makan sedangkan aku berdiri disampingnya.<br /><br />Lalu dia meneruskan cerita adegan di film porno. Yang membuat aku kaget dan deg2an adalah sambil bercerita, tangannya mengusap2 celana persis dibagian penisku yang ngaceng. Aku yang tadinya bingung akhirnya memutuskan untuk menikmati belaian tangan Bu Lia. Memejamkan mata dan sedikit mendesah.<br /><br />Saat sedang asyiik menikmati rabaan, tiba2 Bu Lia memelorotkan celanaku dan secara reflek aku menutupi penis dengan tanganku. Dengan lembut dan perlahan Bu Lia menyingkirkan tanganku dari penis. Sejenak dia memperhatikan penisku dan mengukur dengan jengkalan tangannya. Lalu membelai2 penisku.<br /><br />“Hebat kamu, kecil2 tapi burungnya gede”, katanya. <br /><br />Lalu dia melanjutkan cerita adegan film porno lagi, sambil memberi contoh. Saat bercerita tentang adegan si wanita mencium penis si laki2, Bu Lia juga menciumi penisku Lalu…diemut!. Ahh… aku kaget, berjuta rasa berkecamuk. Ini pertama kali penisku diemut. Ibu guruku yang primadona itu mengemut penisku. Lalu dia memasukkan penisku lebih dalam ke mulutnya. Mengeluarkan dan memasukkan penisku kemulutnya. Berulang-ulang. <br /><br />Lama juga Bu Lia menikmati penisku. Daripada berdiri, aku merebahkan diri, dan Bu Lia tetap tak mau melepaskan penisku dari mulutnya, ia mengemut sambil tiduran. Kulihat belahan dadanya, maka tanganku menggerayang menyusup bh, mengelus2 susunya. Bu Lia mendekatkan susunya agar mudah terjangkau tanganku.<br />Bu Lia bercerita lagi, dan semakin bernafsu memainkan penisku. Aku menggeser badanku sehingga kepalaku lebih dekat ke bagian pinggulnya. Kusingkap roknya, dan kuperosotkan celana dalamnya. Bu Lia membantu membuka rok dan mencopot celana dalamnya sendiri, sambil tetap mengemut penisku. Wow, vaginanya tebal dengan bulu jembut yang juga tebal.<br /><br />Kuberanikan diri mendekatkan wajahku ke vaginanya, Bu Lia dengan sadar membuka kakinya sehingga terlihat jelas vaginanya. Pemandangan ini tidak kusia2kan. Tanganku segera membelai jembut dan vaginanya. Kubuka bibir vaginanya dan inilah pertama kali aku melihat bagian dalam vagina. Ada itil dan ada lubang. <br /><br />Sesuai dengan celotehan Bu Lia tentang adegan berikutnya, maka aku mainkan itilnya dengan jariku. Bu Lia menggelinjang. Lalu jariku memainkan lubang vaginanya. Dengan rasa penasaran aku mencoba mengikuti jalan cerita Bu Lia untuk menciumi vaginanya. Saat kucium, sejenak Bu Lia menghentikan mengemut penisku. Lalu kucium lagi, kubuka bibir vaginanya dan itilnya kujilati dengan lidahku. Ahh.. Bu Lia mendesah dan meremas kuat penisku, lalu mengemut dan mengocok penisku dengan mulut dan tangannya. Bu Lia berhenti bercerita dan menikmati permainan kami.<br /><br />Setelah itil, kujilati juga seluruh bagian vaginanya dan lubang vaginanya. Rasanya aneh, aku ingin meludah. Akhirnya aku hanya menciumi bagian luar vaginanya. Cukup lama aku menikmati menciumi dan menjilati vagina. Selanjutnya kuarahkan jariku ke lubang vaginanya. Kumasukkan jariku kedalamnya. Bu Lia mendesah lagi. Di dalam vagina Bu Lia kurasakan ada gundukan2 kecil. Didalamnya, jariku serasa dipijit2 oleh vaginanya. Kukeluar masukkan jariku ke vagina, Bu Lia menggelinjang2. Terus kulakukan sampai akhirnya Bu Lia mengejang. Kelihatannya dia sudah sampai puncak nikmat.<br /><br />Adegan ini membuatku semakin terangsang. Setelah cukup lama, kurasakan penisku mau mengeluarkan mani. Aku bernafas kencang, Bu Lia semakin mempercepat ngocoknya. Dan akhirnya…. Aaahhh, maniku muncrat keluar. Bu Lia tidak siap, sehingga sebagian maniku masuk ke dalam mulutnya dan sebagian mengenai muka dan matanya.<br /><br />Aku terlentang lemas dengan wajah masih mencium vagina Bu Lia. Sementar Bu Lia juga lemas dengan kepala di pahaku dan mencium penisku yang mulai meloyo. Tak lama kemudian ia mengambil lap untuk membersihkan mani dan cairan vaginanya yang berceceran di lantai. Lalu dia menuntunku kekamar mandi untuk membersihkan diri. <br /><br />Aku menyiram dan membersihkan penis dan sekitar selangkangan. Bu Lia mengambil handuk dan kemudian ikut masuk kamar mandi untuk membersihkan. Ternyata Bu Lia malah mencopot baju dan bh nya sehingga bugil. Wah ternyata badan Bu Lia mulus, dengan warna kulit khas orang sunda. Susunya tidak terlalu besar, tetapi putingnya cukup panjang, mungkin hampir 1 cm. Bu Lia berusia 22 tahun dan baru menikah dengan Pak Endang beberapa bulan lalu.<br /><br />“Kalau habis seks, sebaiknya mandi”, dia menjelaskan. Aku ikuti sarannya dan mencopot semua pakaian dan mandi bersama. <br /><br />Bu Lia membantu memandikanku dan dia menyabuniku dari atas. Agak lama dia menyabuni penisku, sambil digosok2. Katanya biar bersih, tapi kenyataannya penisku menjadi ngaceng lagi, dan dia tersenyum. Lalu dia minta aku menyabuninya. Aku juga menyabuni Bu Lia dari atas sampai bawah, dan sengaja berlama2 saat menyabuni susunya. Bukan hanya menyabuni tapi meremas2 susu dan memainkan putingnya. Bu Lia tersenym. Begitu juga saat menyabuni vaginanya, aku memainkan itilnya. Setelah menyiramkan air untuk menghilangkan sabun, kulihat susunya sangat menantang. Aku beranikan diri mencium dan menghisap susu. Bergantian kiri dan kanan<br /><br />Aku semakin ngaceng lagi, dan kutempelkan penis ngacengku ke pantat dari belakang. Lalu membalikkan tubuh Bu Lia dan menempelkan penis ke vaginanya dari depan. Kugesek2an dan kami berciuman. Permainan ini membuatku ingin mencoba memasukkan penis ke vagina. Kupegang penisku dan kuarahkan ke vaginanya.<br /><br />“Jangan ya.. ibu belum hamil. Ibu ingin punya anak dari Pak Endang”, katanya lembut. <br />“Digesek2 gini saja” katanya sambil mempercepat gerak pinggulnya.<br /><br />Kelihatannya Bu Lia menikmati gesekan penisku divaginanya, dia mendesah2 hingga erangan panjang menandai bahwa ia telah mencapai puncaknya. Bu Lia lemas dan merebahkan kepalanya dipundakku. Sedangkan aku terus menggesek2an penisku. Bu Lia terduduk lemas di kamar mandi, sekalian kurebahkan dia dan kuciumi seluruh tubuhnya. Dan kembali aku menciumi dan memainkan vaginanya. Jilatan di vagina membuat Bu Lia terangsang kembali dan mendesah2 memegangi kepalaku untuk dibenamkan ke selangkangannya.<br /><br />“Sudah dulu ya.. terus cepat mandinya. Sebentar lagi Pak Endang pulang”, tiba2 Bu Lia menghentikan permainan kami karena ingat suaminya segera datang.<br /><br />Tanggung penisku sudah ngaceng, aku merangkak menindih tubuh Bu Lia, “aku mau keluar Bu”, kataku memohon, Bu Lia tersenyum mengangguk. Lalu kogoyang2 pantatku menekan selangkangannya. Sementara tangan Bu Lia memposisikan dan menjaga penisku agar tidak masuk ke lubang vaginanya. Cukup lama aku bergoyang. Bu Lia yang tadinya pasrah menunggu aku keluar akhirnya menikmati lagi. Aku mempercepat goyangan dan akhirnya maniku meledak keluar di perutnya. <br /><br />Kelihatannya Bu Lia juga akan memuncak, kedua tangannya memegang erat pinggulkan sambil menggoyang2kan pinggulnya dan menggesek2 vaginanya ke kelaminku. Sampai akhirnya iapun mencapai puncak dan kami terkulai lemas di kamar mandi.<br /><br />“Aku.. tiga.. kali..sama..kamu..”, kata Bu Lia dengan napas terengah2. Maksudnya tiga kali mencapai puncak.<br /><br />Tanpa istirahat, Bu Lia langsung mandi. Sedangkan aku membersihkan penisku dulu. Saat akan membersihkan, aku melihat penisku basah diselimuti cairan, tapi bukan maniku, tapi seperti cairan vagina. Aku kaget, apakah saat gesekan terakhir saat Bu Lia memuncak, tanpa sadar dan tanpa terasa penisku masuk ke vaginanya. Aku memandang Bu Lia yang sedang mandi, diapun melihatku memperhatikan penisku. Dia hanya tersenyum penuh arti dan meneruskan mandi.<br /><br />Kami selesai sebelum Pak Endang pulang. Saat pamitan aku ucapkan terimakasih kepada Bu Lia. Diapun mengucapkan terimakasih dan berharap kejadian ini menambah semangat dan konsentrasi belajarku.<br /><br />Setelah hari itu, aku masih 4 kali lagi les privat di rumah Bu Lia. Tetapi tidak ada kesempatan untuk mengulang menciumi vagina Bu Lia, karena Pak Endang selalu ada di rumah. Paling2 saat tahu Pak Endang mandi atau ke warung, kami memanfaatkan waktu yang sebentar itu untuk saling meraba dan mencium vagina dan penis.<br /><br />Bu Lia, guru bahasa indonesiaku memberiku pengalaman pertama penisku diemut dan juga pengalaman pertama menciumi dan memainkan vagina. Dan menyisakan misteri apakah penisku sempat masuk ke vaginanya<br /><br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-86042256139245807822009-05-24T22:20:00.000-07:002009-07-06T23:34:00.033-07:00Satu Coblos SajaKakek sakit2an. Karena tidak ada anak2nya yang tinggal di kampong, akhirnya kakek dibawa oleh Om untuk tinggal di Bandung. Anak kakek yang paling dekat, tinggal di Jogjakarta. Yang lainnya tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Dengan tidak adanya kakek, maka aku tinggal sendirian di rumah. Untuk pindah rumah dan pindah sekolah sudah tanggung karena beberapa bulan lagi EBTA (ujian akhir). Paling2 nanti waktu masuk SMA aku pindah kota. Mang Alit menawari aku untuk SMA di jogja, oleh karena itu liburan sekolah kali ini aku diundang untuk main ke Jogja.<br /><br />Tiba di Jogja hari minggu di jemput Mang Alit di stasiun kereta. Rumah Mang Alit sederhana, ditinggali oleh istri, tante Retno dan dua anaknya yang masih kecil. Evi yang TK dan Eti masih bayi. Malam itu Mang Alit menyampaikan SMA yang bagus di Jogja dan di dekat rumah. Besok aku diminta utk melihat2 sekolah2 itu.<br /><br />Esok pagi aku terlibat aktivitas harian di rumah Mang Alit. Pagi2 Tante Retno menyiapkan sarapan dan mengurus persiapan Evi sekolah. Aku membantu memandikan dan memakaikan seragam sekolah Evi. Setelah sarapan bersama, Mang Alit berangkat ke kantor sambil mengantar Evi. Setelah itu Tante Retno merapikan dan membereskan rumah, mengurus bayi, baru keluar untuk urusan belanja, dan bertetangga dll. Biasanya Tante Retno memanggil salah satu anak tetangga untuk menjaga bayi Eti saat Tante sibuk beraktifitas. Namun karena ada aku maka aku yang diminta tolong untuk menjaga Eti.<br />“Jar, jagain Eti ya. Tante mandi dulu”<br /><br />Aku menjaga Eti yang tidur dikamar Mang Alit dan memandangi sosok bayi mungil yang tertidur pulas dengan damai. Aku merebahkan diri dan tiduran disebelah bayi itu. Lalu Eti menggeliat2 mencari ibunya dan tak berapa lama kemudian menangis. Mendengar bayinya menangis, Tante Retno segera keluar dengan hanya menutupi tubuhnya dengan handuk. Ia segera menghampiri bayinya, membuka handuknya dan menyodorkan susunya kepada si bayi. <br /><br />Kelihatannya Tante Retno lupa bahwa yang menjaga bayinya bukanlah anak perempuan kecil tetangganya, tetapi diriku yang laki2 dan sudah kelas 3 SMP. Dan aku terkesima melihat susu Tante yang berkulit coklat dengan puting yang coklat gelap dan lingkaran putingnya cukup besar. Dan karena ia membuka handuk untuk menyusui, maka terlihat juga bulu jembut yang menutupi vagina Tante Retno. Tubuhnya masih mulus dan padat karena usia tante masih 25 tahun. Terasa air liurku keluar dan aku menelan ludah.<br /><br />“Eti tenang ya kalau disusuin”, kataku. Tante Retno hanya memberi tanda jari telunjuk dimulut, menyuruhku untuk tidak berisik.<br /><br />Sambil menyusu, tangan bayi itu memegang2 susu Tante Retno yang satunya lagi. Sebuah pemandangan yang merangsang bagiku. Saat tangan mungil itu melepas pegangannya ke susu, aku raih tangan itu dan aku tempelkan lagi ke susu Tante lalu kugerak2an di susu dan putingnya. Karena tangan bayi itu kecil, maka tanganku juga ikut menyentuh dan membelai2 susu tante. Melihat ini Tante Retno tak berani bereaksi karena takut Eti terganggu dan menangis.<br /><br />Sadar bahwa tante tak bisa bergerak dan terlihat menikmati menyusui bayi, aku segera melepas tangan mungil bayi dan membiarkan ia meraba2 sendiri susu ibunya. Sedangkan tanganku bergerak membelai perut lalu menuju jembut. Tante tetap tak bergerak. Dia hanya menutupkan handuk ke tanganku yang sedang membelai jembutnya. Aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya, apakah marah atau malah menambah nikmat menyusui.<br /><br />Karena kaki tante merapat, aku hanya bisa meraba jembut dan tak bisa memegang vagina. Oleh karena itu aku turut dan berpindah ke sisi tempat tidur satunya. Dari belakang tante aku bisa melihat bibir vagina yang dikepit paha yang rapat. Aku membelai2 kepala bayi dari belakang tante.<br /><br />“Nyusunya banyak ya Tante?”, tanyaku. Sekali lagi tante mengisyaratkan aku untuk tidak berisik.<br /><br />Sambil membelai2 kepala bayi, tanganku yang satunya membelai vagina tante. Tante malah terpejam. Aku benar2 tidak tahu apa yang ada dalam pikiran tante. Tak lama kemudian, si bayi sudah terlelap, dan tante menarik pelan2 putingnya supaya lepas dari mulut bayi. Lalu ia berdiri membenahi handuknya.<br /><br />“Jagain Eti lagi ya, tante mau neruskan mandi”, katanya seolah tadi tak terjadi sesuatu. <br />“Jagain Eti ya, tante mau belanja dulu”, katanya selesai mandi dan berpakaian.<br /><br />Setelah Tante selesai dengan urusannya, barulah aku pamit keluar rumah untuk melihat2 suasana beberapa SMA disana. Jogja lebih rame dibanding Tasik apalagi dibanding kampungku.<br /><br />Keesokan harinya, kejadian pagi hari kemarin terjadi lagi. Aku menemani si bayi menyusu pada tante Retno. Ikut membelai2 susu dan jembut tante. Lalu aku berjalan kesebelah punggung tante dan mengusap2 bibir vaginanya. mirip. Kali aku sengaja hanya pakai sarung tanpa celana, dan saat berjalan tante melihat penisku tegang. Sehingga saat aku membelai2 vaginanya, tangan tante menyentuh2 dan meraih penis ngacengku yang tertutup sarung. Kusingkap sarung sehingga tangan tante dapat memegang langsung penisku.<br /><br />Aku bergerak agar penisku mendekat ke vagina tante, lalu kusentuh2kan penis ke vaginanya. Aku ingin sekali merasakan penis yang masuk ke vagina. Tetapi tiba2 tante menahanku. Tapi aku tahu tante tak mungkin bergerak karena si bayi masih menyusu, jadi kuluruskan lagi penisku ke vaginanya. Sambil tetap memegang penisk, tante berusaha menahan doronganku. Akhirnya dia hanya menggerak2kan penisku bergesekan dengan vagina. <br /><br />Bayi terlelap, tante beranjak melanjutkan mandi lalu belanja, tak lupa ia menitipkan si bayi utk kujaga apabila terbangun. Setelah urusan tante selesai, aku kembali mengitari SMA lain untuk membandingkan. Kelihatannya aku cocok di kota ini.<br /><br />Keesokan paginya kembali aku menjaga si bayi dan mengharapkan kejadian seperti kemarin terjadi lagi. Namun kali ini, si bayi tertidur lelap sampai tante selesai mandi. Yang berarti pupus harapanku melihat tante terburu2 datang menyusui bayi dengan hanya menggunakan handuk, karena biasanya selesai mandi, tante keluar kamar mandi dengan menggunakan baju lengkap. Padahal hari ini adalah hari terakhirku di rumah paman, nanti sore aku kembali naik kereta malam. <br /><br />Tapi ternyata aku salah. Walaupun mandinya sudah selesai, tante tetap menggunakan handuk dan tiduran disebelah bayinya. Menurut tante, karena nanti dia mau belanja agak lama, jadi harus nyusuin bayi dulu. Tapi aku bingung kenapa menyusui harus menggunakan handuk, kan bisa pakai baju lalu bh nya disingkap. <br /><br />Tak mau ambil pusing, aku yg masih rebahan disebelah bayi, menggerakkan tanganku menerobos handuk untuk memegang susu2nya. Lalu bergerak menuju jembutnya. <br />Seperti hari2 kemarin, aku berjalan kebelakang punggung tante. Setelah membelai vaginanya, aku menyingkap sarung dan menggesek2kan penis yang telah tegang ke vaginanya. Tante memegangi penisku. Selanjutnya aku coba mengarahkan lagi penisku untuk kumasukkan ke vagina. Tante menahan gerakanku.<br /><br />“Boleh dong tante.. aku belum pernah memasukkan kontol ke memek”, dengan suara berbisik aku meminta. Tante menggelengkan kepala.<br /><br />“Sekali dorong saja tante.. setelah itu tidak”, aku menawar. <br /><br />Tante diam tidak menggelengkan kepala dan melepaskan tangannya dari penisku, sambil menunjukkan isyarat dengan jarinya bahwa hanya boleh satu kali masuk. Aku merasa mendapat izin, maka kudorongkan penis menusuk vagina. Tetapi selalu meleset. Karena bibir vaginanya tertutup rapat, aku tidak tahu dimana posisi lubang vagina. Beberapa kali gagal, akhirnya tante memegang kembali penisku. Dia membantu mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.<br /><br />Kutekan penisku pelan2 dan mulai masuk kedalam. Saat mulai masuk, kulihat tante sedikit menggeliat sehingga aku menghentikan dorongan. Terasa ada cairan dan kehangatan menyelimuti penis. Kutekan lagi pelan2 dan kuhentikan. Kurasakan vagina tante bergerak2, penisku serasa dipijit2. Lalu kutekan, stop, kutekan lebih dalam, stop, sampai akhirnya ujung penisku menyentuh sesuatu dan tak bisa kutekan lebih dalam. Karena hanya boleh satu kali, maka kubiarkan penisku berada didalam vagina, kupejamkan mata untuk menikmati, kurasakan vagina tante menjepit2.<br /><br />Setelah beberapa menit, tante mendorongku untuk mencabut penis dari dalam vaginanya. Kulihat penisku basah.<br />“Cuci dulu”, kata tante sambil menyuruhku ke kamar mandi. Eh, akhirnya tante ngomong juga.<br /><br />Setelah itu tante mandi lagi, menyusui bayi lalu belanja. Ternyata belanjanya hanya sebentar, tidak lama seperti katanya tadi. Dan setelah itu aku keliling melihat SMA sekitar. Sorenya diantar paman ke stasiun kereta untuk pulang ke Tasik lewat Bandung. Saat berpamitan dengan tante dan keponakan2, tante memandangku tajam dan mengucap terimakasih. Kubilang bahwa akulah yang berterimakasih.<br /><br />Dikereta malam diantara tidur, aku memegang selangkanganku. <br />“Kamu sudah tidak perjaka lagi”, kataku bangga kepada penisku.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-26303317531739673372009-05-24T21:50:00.000-07:002009-07-06T23:36:45.982-07:00Darah PerawanUntuk memudahkan perawatan dan pengobatan, kakek tinggal di Bandung, sedangkan untuk urusan makan, aku dititipkan ke Bi Neneng, tetangga sebelah. Karena tidak ada kakek dirumah, sore aku punya waktu luang untuk main dan berkumpul dengan teman2 di kebon balai desa. Kebon ini seperti markas bagi kami. Dari markas inilah aku dapat tawaran utk makan dirumah mereka. Beberapa kali aku makan di rumah Kang Maman, Kang Dedi, Teh Euis, Ceu Ita. Mereka semua baru berkeluarga sehingga kami selalu makan bertiga dengan istri atau suaminya, kecuali Teh Euis baru akan menikah minggu depan sehingga kami makan dengan orangtua dan saudara2 Teh Euis.<br /><br />Karena kami akrab sejak dulu, makan dirumah mereka serasa makan di rumah sendiri. Kecuali di rumah Kang Maman. Istrinya, Ening, masih menunjukkan rasa kesal atas kejadian di saung beberapa bulan lalu. Saat itu, dengan menonton mereka berhubungan, aku menjadi satu2nya laki2 selain suaminya yang pernah melihat Ening bugil, Ening mengerang nikmat, dan pernah memegang serta memasukkan jariku ke vaginanya. Setiap melihat Ening membangkitkan memori itu dan membuatku terangsang. Tetapi setiap melihat sorot mata Ening, aku menjadi merasa bersalah dan ingin segera pergi.<br /><br />Saat makan di rumah Euis, bapaknya bilang bahwa Euis akan menikah minggu depan. Dan karena rumah barunya belum selesai, Euis dan suaminya akan tinggal di rumah kakekku selama 2-3 bulan. Hal ini sudah dibicarakan dan diizinkan oleh kakek dan om di Bandung. <br /><br />“Jadi nanti kamu nanti tidak sendirian dan minta makan sama Euis saja”, kata bapaknya Euis.<br />“Asyik dong..”, seruku lalu ‘tos’, tanganku dan tangan Euis bertepukan melakukan salam persahabatan kami.<br /><br />Sebelum acara pernikahan, mereka mulai boyongan beberapa perlengkapan rumah ke rumah kakek. Hari pernikahan dan malam pengantin dilaksanakan di rumah orangtua Euis, baru hari kedua setelah pesta pernikahan Euis dan suaminya Kang Ohim buru-buru ngungsi ke rumah kakek, karena hari ketiga suaminya sudah kerja lagi. Kang Ohim berperawakan kecil. Tingginya sama atau mungkin lebih pendek setengah centi dari Euis, istrinya. Untung Euis tidak pernah pakai sepatu hak.<br /><br />Suatu hari aku pulang agak sore dan masuk lewat pintu belakang. Rumah sepi, tapi aku mendengar sedikit bunyi2an, datangnya dari kamar Kang Ohim. Aku menghampiri pintunya yang tidak tertutup rapat. Dari celah itu terlihat Kang Ohim sedang menindih Euis sambil keduanya bugil. Rupanya Kang Ohim sudah pulang dan ternyata itu bunyi orang yang berhubungan seks tapi ditahan karena takut kedengaran.<br /><br />Asyik juga menonton orang main seks, walaupun hanya terlihat sedikit. Tapi tak lama, karena Kang Ohim sudah mencapai puncak dan kecapaian, sedangkan Euis masih mendekap Kang Ohim dan melanjutkan gerakan untuk mencapai puncak. Mata Euis menatap keatas, lalu.. ia melihatku!. Sejenak ia menghentikan gerakannya. Dan aku segera beranjak pergi ke belakang menuju kamar mandi.<br /><br />Di kamar mandi itu aku mengeluarkan penisku yang tegang dan coba beronani dengan sabun. Belum sempat aku mengambil sabun, Euis dengan hanya menggunakan daster sudah masuk ke kamar mandi.<br /><br />“Kamu ngintip ya, bandel!, teman sendiri diintip. Nggak kompak nih!” gaya khasnya nyerocos mengomeliku.<br />“Maaf, nggak sengaja”, kataku membela diri sambil mengajak dia ‘tos’<br />“Iya tahu, kamu nggak sengaja. Tapi harusnya segera pergi, jangan malah diam menonton”, katanya sambil ‘tos’ dan balik badan untuk berlalu.<br /><br />Tiba2, sebelum melewati pintu keluar kamar mandi, langkahnya berhenti, dan dia berbalik kearahku.<br /><br />“Coba menghadap sini!”, katanya dan akupun menghadap kearahnya<br />“Kamu ngaceng ya lihat aku”, katanya menegurku. Aku belum sempat menjawab, ia berkata, “tapi burungmu gede banget”. Lalu ia keluar kamar mandi. <br /><br />Sebenarnya aku malu pada Euis, tapi tanggung sudah ngaceng, maka aku berniat meneruskan onani. Belum sempat aku onani, Euis sudah masuk kamar mandi lagi.<br /><br />“Kamu bisa tolong aku nggak”, katanya sambil ngajak aku ‘tos’<br />Aku membalas salam persahabatan ‘tos’, “buat teman sih ayo saja. Memangnya menolong apa?”<br />“Kang Ohim tidur kecapekan. Aku sudah diperawanin dia sejak malam pengantin. Cuma aku bingung, kok nggak ada darah perawannya. Pagi2 aku buru2 cuci seprei dan bilang untuk bersihkan seprei dari mani dan darah perawan. Nah sampai sekarang aku ngewe sama dia tak pernah ada darah perawan, padahal kan aku belum pernah ngewe sama siapa2, aku masih perawan”, katanya.<br />“Terus, maksudmu minta tolong?”, aku bertanya ke Euis karena belum menangkap maksudnya<br /><br />Euis mendekatkan mulutnya ke kupingku dan berbisik, “mungkin gara2 burungnya Kang Ohim kecil. Tadi kulihat burungmu besar. Siapa tahu kalau pakai burungmu bisa ada darah perawan”<br />“Ah yang bener saja. Kita kan teman”, kataku<br />“Aku penasaran”, katanya. Di menyeretku ke dapur, merebahkan diri di lantai dan menyingkapkan dasternya sehingga terlihat vaginanya yang tebal dengan bulu2 yang masih jarang dan halus disekelilingnya. Khas pemandangan vagina berumur 17 tahun.<br /><br />“Bener nih?”, aku terangsang. Euis mengangguk “ayo cepetan!”<br /><br />Aku mencopot celanaku dan Euis membuka selangkangannya. Terlihat bibir vaginanya merekah dan didalamnya ada itil yang kecil, sedangkan bibir dalamnya merah. “Jangan dilihatin. Langsung saja coblos. Tapi pelan2, takut sakit kalau dimasukin yang gede”, kata Euis tak sabar tapi juga takut.<br /><br />Kuarahkan penisku ke lubang vaginanya, kudorong pelan2. Penisku mulai masuk ke vaginanya dan aku merasakan nikmat yang luar biasa. Kudorong lagi dan lagi, aku berusaha memasukkan semua penisku ke dalam vagina Euis. Ketika hampir semua batang penisku masuk, tiba2 di dalam terasa ada yang menahan sedikit, lalu ujung penisku membentur dinding dalam vaginanya. Saat itu Euis terhenyak dan menggigit bibirnya.<br /><br />Ia memegang pantatku agar terus menekan kedalam vaginanya. Tapi tak bisa masuk lebih dalam karena sudah membentur dinding dalamnya. Euis menahan pantatku menikmati mentok nya penisku didalam, lalu menghela napas.<br /><br />“Kang Ohim tidak sampai mentok begini”, katanya, “punyamu memang panjang dan gede”<br /><br />Euis mengangkat kepala untuk melihat penisku yang masuk ke vaginanya.<br />“Sudah, sekarang keluarin burungmu dari memekku, pelan2”, dia memerintahku.<br /><br />Kucabut penisku pelan2 hingga keluar semua. Euis memperhatikan penisku dan dia terlihat gembira. Di kepala penisku ada darah.<br />“Ini darah perawan. Jadi benar aku masih perawan”, katanya girang sambil ‘tos’ kepadaku<br />“Kalau menurutku kamu sekarang sudah tidak perawan, ini selaput dara perawanmu sudah sobek dan nempel di tititku”, kataku. Dia tidak terpengaruh ucapanku.<br /><br />Euis segera beranjak, aku memegang tangannya.<br />“Terusin lagi yuk. Enak dan tanggung nih”, aku minta untuk meneruskan hubungan seks<br />“Enak saja. Aku kan bukan istrimu”, kata Euis, lalu ia mengajak ‘tos’<br /><br />“Plok..”, dua tangan kami ‘tos’ menunjukkan keakraban persahabatan. <br /><br />Sebuah keakraban yang memberi pengalaman pertamaku menembus selaput dara perawan.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-74912707077613203312009-05-24T21:45:00.000-07:002009-07-07T01:07:04.474-07:00Seks Setengah SadarPengumuman kelulusan membuat kami bergembira. Mencoret2 baju kami, saling memberi kenang2an. Saling traktir makan dan bergoncengan motor berkeliling kota. Salah satu teman mengajak untuk merayakan kelulusan di diskotek di Bandung. Banyak yang tidak bisa ikut, jadi hanya berenam menggunakan tiga motor menuju Bandung.<br /><br />Aku belum pernah ke diskotek, jadi aku benar2 mengikuti teman2 saja. Mereka pesan minum dan makanan, aku ikut. Mereka berjoget, aku juga ikut joget. Tapi lama2 kepalaku pusing, sehingga aku memilih duduk.<br /><br />"Hai..", seorang wanita menyapaku.Aku seperti mengenal wanita itu, tetapi dimana? Siapa?<br />"Aku Heni, sepupunya Soraya", dia memperkenalkan diri. Aku ingat, dia adalah pacar anaknya tante Soraya yang ketemu saat aku mengantarkan Soraya kerumah tantenya di Bandung.<br /><br />Kami ngobrol2 dan Heni mentraktirku minum dan makanan ringan. Tak lama teman2ku mengajak keluar untuk jalan2 ke tempat lain di kota Bandung, lalu pulang ke Tasik.<br /><br />"Nanti saja pulangnya, atau kamu nginep di rumah om malam ini , besok baru pulang", Heni memberi saran kepadaku sambil memperkenalkan diri sebagai sepupu jauhku. Aku mengangguk. Karena tahu aku sering nginap di rumah om di Bandung, teman2 setuju dan meninggalkanku.<br /><br />Heni dan aku melanjutkan mengobrol, makan minum, dan sesekali berjoget. Mataku semakin berat, aku merasa sulit berpikir. Sayup2 aku diajak pulang naik mobil. Dimobil aku tertidur. Saat turun dari mobil, sayup2 aku dituntun untuk tidur dikasur, lalu tertidur lelap.<br /><br />Dalam tidur aku bermimpi. Kembali berjoget dengan Heni, bukan didiskotek tapi dirumah. Saat kecapekan berjoget aku merebahkan diri di lantai. Heni tersenyum lalu menghampiriku. Mencium kening dan pipiku dan aku hanya tersenyum memandangnya. Sambil tetap tersenyum Heni membuka kancing baju, menciumi dada dan perutku. Lalu ia membuka celana panjangku dan mencopotnya. Dia meraba celana pendekku, menggenggam penis yang tersembunyi didalam celana pendek dan membelai2.<br /><br />Aku ingin berontak tapi terasa lemas. Disisi lain aku merasa nyaman penisku dibelai2. Heni tetap tersenyum memandangku. Lalu celana pendekku dicopot sehingga tampak jelas penisku yang mulai ngaceng. Tak lama kemudian dia sudah membelai dan menjilati penisku. Aku terangsang dan semakin ngaceng.<br /><br />Kulihat Heni berdiri dan mencopot seluruh pakaiannya hingga bugil, dengan bukit susu yang besar dan padat, serta vagina dengan bulu jembut yang baru dicukur. Heni menghampiriku dan menyodorkan susunya ke mulutku. Aku terlalu lemas untuk menggerakkan kepala menghampiri susu, sehingga aku hanya bisa menghisap puting susu yang diletakkan di mulutku. Bergantian Heni memberikan susu kiri dan kanan ke mulutku, dan ia menikmati hisapan lemah.<br /><br />Tak lama ia kembali menghampiri penisku dan mempermainkan dengan mulutnya. Lalu ia duduk dipahaku sambil memegang penis. Diarahkan penis ke vaginanya dan mulailah ia menekan untuk memasukkan penis ke vagina. Perlahan tapi pasti penisku masuk semua kedalam vagina Heni. Aku berhubungan seks dengan Heni!<br /><br />Heni menggoyang2kan pantatnya naik turun sehingga penisku berulangkali masuk dan keluar vaginanya. Heni menikmati seks ini dan memutar2kan pantatnya. Terus dan terus sampai ia mencapai puncak dan terkulai lemas menindihku. Lalu bergulir terbaring disebelahku.<br /><br />Melihat penisku masih tegang. Heni merasa iba dan kembali menaiki aku dan memasukkan penisku ke vaginanya. Lalu ia kembali menggoyang2kan pantatnya naik turun dan berputar2. Terus dan terus, sampai aku mengeluarkan mani. Merasa ada cairan hangat keluar dari penisku, Heni segera mencabut vaginanya, dan membiarkan maniku muncrat di perutku. Membuatku semakin lemas.<br /><br />Sesaat aku terjaga. Ahh.. ternyata ini hanya mimpi indah saja..<br />Aku membuka mata lebar2 dan aku merasa asing terhadap situasi kamar tidurku. Aku tidak tidur di rumahku atau di rumah Om. Saat aku akan beranjak dari tempat tidur.. ah, ternyata aku bugil. <br />Aku menoleh ketempat tidur.. lho, ternyata ada Heni sedang tidur.<br />Jangan2...<br />Aku menyingkap selimut Heni, dan benar.. Heni tidur dalam keadaan bugil.<br />Aku mengambil celanaku yang berserakan di lantai dan memakainya kembali. Heni terjaga, dan kaget. Ia bangun sambil menutupi tubuh bugilnya dengan selimut, lalu mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai dan masuk ke kamar. <br /><br />Heni keluar kamar mandi dengan pakaian lengkap. Berdiri menatapku.Aku kikuk, dan karena matahari sudah mulai tinggi aku berpamitan pulang. Heni segera mengantarku dengan mobilnya. Aku mau ke rumah om untuk minta ongkos, tapi Heni langsung mengantar ke terminal bis. Di dalam mobil aku bertanya, apa yang terjadi tadi malam?<br />Heni menjawab pelan "kita sama2 mabuk .."<br />"Terus..", aku menanyakan kenapa kita bisa berada di satu tempat tidur dalam keadaan sama2 bugil.<br />"Kita bergairah dan terangsang..", jawabnya pelan<br />"Terus..", tanyaku<br />"Kita melakukan hubungan terlarang", jawabnya hampir tidak terdengar<br />Aku kaget. Jadi yang tadi malam itu bukan mimpi. <br /><br />Sesampai di terminal bis Heni memberiku ongkos dan berkata, "tadi malam itu kecelakaan. Anggap tidak pernah terjadi..".<br /><br />Aku diam."Terimakasih sudah diantar dan dikasih ongkos"<br />Bagiku kejadian tadi malam adalah pengalaman seks pertamaku yang indah, walaupun aku melakukannya setengah sadar.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-27141889021846570032009-05-24T21:40:00.000-07:002009-07-06T18:15:15.110-07:00Seks perpisahan (1)Aku mengakhiri masa SMP. Tapi aku harus meninggalkan kota Tasik karena kakek sudah tinggal bersama om di Bandung. Orang tuaku kurang setuju aku ikut ke Bandung. Aku diminta untuk memilih melanjutkan SMA di Jogja, di Banjarmasin, di Makasar atau di Padang, yang semua adalah om dan tante, saudara kandung bapak. Aku memilih untuk melanjutkan SMA di Padang.<br /><br />Beberapa hari lagi aku pergi ke Padang, hari ini aku akan berkeliling untuk pamitan kepada orang2 yang kukenal. Pertama tentu ke tetangga terdekat, keluarga Bi Neneng. Kuketuk pintu dan kuucapkan salam, tak ada yang menyahut. Kuperkeras suaraku, lalu terdengar suara Bi Neneng dari belakang rumah, mempersilahkan aku masuk.<br /><br />“Ke belakang saja Jar, Bibi lagi nyuci”, teriaknya dari belakang<br /><br />Dibelakang kulihat Bi Neneng sedang mencuci dengan posisi jongkok. Kainnya disingkap sehingga terlihat sedikit paha putihnya, sedangkan posisi menunduk memperlihatkan belahan dadanya. Aku jadi teringat kejadian setahun yang lalu saat mandi bareng dia dan belajar onani.<br />“Ada apa Jar”, tanyanya sambil terus mencuci pakaian.<br />“Aku mau pamit, beberapa hari lagi berangkat ke Padang”, kataku. “Oo..”, kata dia sambil beranjak. Dan kamipun berbasa basi dan saling mendoakan.<br /><br />“Bagaimana, sekarang sudah bisa onani?”, tiba2 dia iseng bertanya<br />“Belum, kayaknya harus lihat Bi Neneng bugil dulu”, kataku bercanda<br />“Ah kamu ini ..”, dia menepuk pundakku. Sejenak dia melihat ke depan, menutup pintu depan, lalu kembali dan menarikku ke kamar mandi.<br />“Ya sudah sini. Kamu onani lagi deh. Kenang2an dari Bibi. Copot celanamu”, katanya. Aku kaget, tapi melihat dia mencopoti bajunya, akupun akhirnya mencopot celanaku. Lalu dia mencopoti bh dan cd, akupun ikut bugil.<br /><br />“Wah.. kayaknya burungmu lebih gede dari tahun lalu ya..”, Bi Neneng jongkok dan mulai memegang penisku. Membelai2 dan mengambil sabun lalu mengocok2 penisku. Aku tak mau pasif, tanganku meraba2 susu nya.<br /><br />Tahun lalu aku dibolehkan menyusu, jadi aku ikut jongkok lalu menciumi serta menghisap2 susunya. Bi Neneng membiarkan, dan tangannya tetap mengocok penisku. Aku mau lebih dari tahun lalu. Tanganku menggerayang ke vaginanya. Dia kaget dan menahan tanganku. Aku menatapnya, lalu kucium bibirnya, sambil kedua tanganku meremas2 kedua susunya. Lama2 dia menikmati. <br /><br />Mumpung dia menikmati, pelan2 kupindahkan satu tanganku dari susunya ke bulu jembutnya sambil tetap mencium bibirnya dan meremas satu susunya. Aku kira dia akan menolak, ternyata dia malah membalas ciumanku sambil memejamkan mata. Apalagi saat jariku menyentuh itilnya, dia mendesah dan menggeliat. <br /><br />Tanganku asyik memainkan susu dan itilnya. Tapi posisi jongkok ini kurang enak, maka sambil tetap mencium bibirnya kurebahkan bi Neneng dilantai. Dalam posisi ini aku lebih leluasa mencium susunya, meremas susu satunya lagi dan memainkan vaginanya. Perlahan kumasukkan jariku kelubang vaginanya, dan Bi Neneng mendesah.<br /><br />Tak mau menunggu lama, kutindih tubuhnya dan kuarahkan penisku ke vaginanya. Bi Neneng tidak menolak. Akhirnya kumasukkan penisku kedalam vaginanya. Dia mengerang dan mendekap erat punggungku. Kugoyang terus sampai akhirnya Bi Neneng mengejang dan terkulai, tanda bahwa ia telah mencapai puncak. Aku tak peduli dan terus menghujamkan penisku ke dalam vaginanya. <br /><br />Ini pengalaman pertamaku berhubungan seks secara penuh, tidak hanya gesek2 kelamin atau sekali coblos seperti pengalaman selama ini. Seks secara utuh ini membuatku melayang2, aku tak mau menyia2kan kesempatan ini, aku ingin mengeluarkan maniku di dalam vagina wanita. <br /><br />Walaupun Bi Neneng sudah lemas dan pasrah, aku tetap menggenjot dan mempercepat genjotan pantatku. Sampai akhirnya aku memuncak, membenamkan penisku dalam2 ke vagina Bi Neneng, dan membiarkan maniku muncrat di dalam vaginanya. Lalu aku terkulai diatas tubuhnya dengan perasaan sangat puas.<br /><br />Kami berpakaian kembali. Aku tersenyum senang. Bi Neneng juga tersenyum, tetapi terlihat ada penyesalan. Aku jadi merasa ikut bersalah. Ia menatapku seolah berkata tetaplah tersenyum.<br />“Terimakasih Bi, saya pamit”, kataku lirih<br />“Seharusnya kita tidak boleh melakukan ini”, ujarnya lirih<br />“Maafkan aku”, kataku<br />Dia menarik napas panjang, “Bagaimanapun, ini adalah kenang2an dari Bibi. Rahasia kita berdua, dan jangan kita ulangi lagi”. <br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-67585194154709859762009-05-24T21:15:00.000-07:002009-07-06T18:38:45.940-07:00seks perpisahan (2)Selesai berpamitan dengan Bi Neneng (plus pengalaman seks utuh bersama) aku pulang dan menunda berkeliling pamitan dengan tetangga. Pagi itu aku banyak melamun mengenang nikmatnya seks utuh pertama.<br />Siang haru aku melanjutkan berkeliling ketetangga2 lain untuk berpamitan pindah ke Padang. Aku mulai dengan Kang Cecep. Disana aku bertemu Ceu Kokom yang kebetulan lagi mampir juga ke rumah Kang Cecep. Ceu Kokom sudah pindah rumah, tetapi beberapa hari ini menginap di rumah orangtuanya karena ibunya sedang ke rumah neneknya di Banjar. <br /><br />Mengetahui aku pamit akan pindah, Ceu Kokom menawarkan untuk mampir kerumahnya dan makan siang disana. Karena memang lapar, aku setuju, sekalian aku pamitan pada keluarganya. Lalu Ceu Kokom dan aku bersama2 ke rumahnya.<br /><br />“Baru jam dua belas. Adek dan bapak baru pulang jam setengah dua-an. Mau makan duluan atau mau nunggu?”, tanya Ceu Kokom. Karena ingin bertemuakhirnya kuputuskan untuk menunggu. <br /><br />Tak lama, terdengar suara bayi. Rupanya bayinya Ceu Kokom. Karena ingin kenal, aku ikut melihat bayinya, seorang bayi laki2 yang montok dan lucu.<br />“Namanya Andi Ahmad, panggilannya Andi”, kata Ceu Kokom sambil meraih bayi, menggendong dan mengeluarkan susunya dari bh untuk menyusui si bayi. Tapi bayinya tidak mau menyusu. Rupanya ia ngompol dan tidak nyaman karena pempersnya penuh pipis.<br />“Sekalian mandi saja ya sayang..”, kata Ceu Kokom pada bayinya sambil mencopot baju bayi. “Jar, isi baknya dengan air, terus tuangin air panas di teko ke bak mandi bayi, Andi mau dimandiin”, katanya kepadaku.<br /><br />Aku ikut memandikan bayi. “Tititnya kecil ya..”, kataku.<br />“Namanya juga bayi”, kata Ceu Kokom. “Eh, bagaimana titit kamu? Sudah nambah panjang lagi nggak?”, Ceu Kokom tiba2 teringat dengan proyek pembesaran penisku.<br />“Tentu dong. Kan berkat saran Ceu Kokom”, aku meyakinkan bahwa penisku lebih panjang lagi.<br /><br />Selesai memandikan, ia menyusui dan menidurkan kembali bayinya. Lalu ia bergegas menuju kamar mandi. “Aku mandi dulu ya..”<br />“Boleh lihat lagi seperti dulu nggak?”, aku keceplosan ngomong. Ceu Kokom terhenti langkahnya.<br />“Sebagai kenang2an”, kataku asal saja. Ceu Kokom memandangku,”Ayo.. Tolong tutup pintu depan”, katanya mengizinkan.<br />“Kamu bugil juga”, Ceu Kokom menyuruhku bugil sambil dia mencopot seluruh pakaiannya. Ada perubahan sedikit saat melihat tubuh bugil Ceu Kokom, sekarang sedikit lebih gemuk dan susunya membesar.<br /><br />“Beda ya? Karena aku sudah punya bayi”, katanya menjelaskan walau aku tak bertanya. “Kamu juga beda, badanmu lebih tinggi, lebih berisi dan burungmu kelihatan makin besar dan panjang”. Lalu dia mandi.<br /><br />Melihatnya mandi, aku jadi ngaceng dan dia tersenyum melihatku ngaceng. Dia mengacungkan jempol memuji penisku yang besar dan panjang. Tak tahan, aku menghampiri dan memeluknya dari belakang. Dia menoleh dan membiarkanku memeluk sambil meneruskan mandi. Kugerayangi susunya lalu turun kebawah menggerayangi bulu jembutnya. Saat menggerayangi vagina, Ceu Kokom sedikit membuka selangkangannya sehingga mudah bagiku menemukan itil dan lubang vaginanya.<br /><br />Dari belakang aku menempelkan dan menggesek2kan penisku ke tubuh, pantat dan vaginanya. Ceu Kokom menghentikan mandinya, memegang penisku yang ada dibelakangnya, lalu menungging dan menempelkan ujung penisku tepat dilubang kemaluannya. Belum sempat aku bereaksi, ia memundurkan pantatnya sehingga penisku terdesak masuk ke vaginanya.<br /><br />“Aah.. tititmu memang gede..”, katanya, lalu menggoyang2kan pantatnya.<br /><br />Aku sendiri merasa nikmat dan tak percaya. Ini adalah vagina kedua yang aku masukin pada hari ini, dan pengalaman seks yang utuh yang kedua yang terjadi hari ini. Aku tak mau menyia2kan. Kupegang pinggulnya, lalu kusodok vaginanya dengan penisku dari belakang. Aku tak peduli Ceu Kokom mengaduh2 dan tangannya mencoba menahan sodokanku. <br /><br />Ceu Kokom mengerang panjang tanda sudah puncak. Dan aku melanjutkan menyodok dari belakang. Karena capek nungging Ceu Kokom berdiri menghadapku, mengangkat kakinya satu dan menuntun penisku masuk ke vaginanya. Penisku menyodok vaginanya dengan posisi kami sama2 berdiri, ini pengalaman baru bagiku. Ceu Kokom memelukku dan aku terus mempercepat sodokanku. Sesekali aku menyodok sambil mencium dan menghisap susunya. hingga akhirnya maniku muncrat di dalam vaginanya. Aku serasa melayang.<br /><br />Sesaat kudiamkan penisku didalam vagina Ceu Kokom, setelah loyo kucabut dari vaginanya. Karena posisi berdiri, banyak maniku menempel di penis, dan terlihat sebagian maniku keluar dari vagina Ceu Kokom. Kami akhiri permainan dengan mandi bersama dan saling menyabuni. <br /><br />Selesai mandi Ceu Kokom memintaku untuk membelikan rokok dan es batu di warung yang letaknya cukup jauh. Waktu aku kembali, bapak dan adek sudah pulang. Rupanya aku disuruh beli agak jauh supaya rambutku kering dan menghilangkan kecurigaan. <br /><br />Aku makan untuk memulihkan energi. Dan siang itu aku selesaikan keliling2 ke rumah tetangga untuk berpamitan.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-63828456682429189442009-05-24T21:10:00.000-07:002009-07-07T02:08:54.778-07:00Seks Perpisahan (3)Aku bangun kesiangan. Mungkin karena semalam aku tak bisa tidur karena masih terbawa emosi pengalaman bersetubuh dengan dua ibu muda. Siang itu aku menuju markas kami di kebon sebelah bale desa. Hanya ada satu dua orang. Memang biasanya agak sore baru markas itu rame.<br /><br />“Jar, tadi Kang Ohim dan Euis cari kerumah mencari kamu.”, kata salah seorang, sambil memberi secarik kertas bertuliskan alamat rumah Kang Ohim. Sejak pindah dari rumah kakek, aku memang belum pernah ke rumah mereka. Istirahat sejenak membeli es cendol, aku segera ke rumah mereka.<br /><br />Sesampai di depan rumah, aku berpapasan dengan Kang Ohim. “Aku ada rapat dengan lurah. Diomongin dengan Euis dulu ya” katanya. “Ya Kang”, kataku walau tak tahu maksudnya ngomongin apa.<br /><br />Masuk ke dalam rumah, ‘plok’, Euis dan aku langsung melakukan ‘tos’ persahabatan. Lalu kami ngobrol kisah2 lucu dan badung geng kami di masa2 lalu. Tak lama kemudian, Kang Ohim pulang dan menyampaikan keperluannya menemuiku. Ternyata masalah penjualan rumah dan tanah kakek. Besok lusa mau ada calon pembeli sehingga pagi hari aku diharapkan ada dirumah. Lalu kami mengobrol mengenai alasan penjualan dan calon2 pembelinya. Setelah selesai menyampaikan, Kang Ohim bergegas kembali ke rumah Pak Lurah meneruskan rapat. Aku juga mau pamit pulang, tapi ditahan Kang Ohim.<br /><br />“eeh, kamu kan mau pergi jauh, itu tadi sudah disiapkan gurame goreng dan sambel kecap. Euis, ajak dia makan dong, biar ada kenang2an”, kata Kang Ohim, lalu pergi.<br /><br />“Masih sore, aku belum lapar”, kataku pada Euis.<br />“Kata Kang Ohim, makan dulu biar kamu ingat sama kami”, katanya membujuk.<br />“ Aku tak akan pernah lupa dengan Kang Ohim dan Euis. Kan sudah ada kenang2an”, kataku bercanda sambil menunjuk selangkanganku dan selangkangan Euis.<br />“Ha ha ha, dasar kamu,” Euis tertawa, lalu ‘tos’ lagi. “Sampai sekarang Kang Ohim menyangka dialah yang merawanin Euis”, katanya geli.<br /><br />“Karena aku mau pergi jauh dan lama, boleh nggak aku kasih kenang2an”, aku menggoda Euis.<br />“Apa? Awas yaa..”, Euis mengepalkan tinju karena telah menduga apa tawaranku.<br />“Ha ha ha, ayolah.. ini beda sama punya Kang Ohim..”, aku terus menggoda.<br />“Hmm, Benar juga kamu,” Euis celingukan. “Di dapur saja, dekat kamar mandi. Nanti kalo Kang Ohim datang, kamu masuk kamar mandi, aku nyiapin gurame di dapur. Oke?”. Aku kaget dia setuju. Lalu ‘tos’ lagi, dan kami menuju dapur. <br /><br />Sampai di dapur kami agak canggung dan sama2 saling menunggu dan tertawa2.<br />“Pemanasan dulu deh”, kata Euis lalu menciumku. Aku bereaksi membalas dan meraba2 dadanya.<br />“Nenen dulu ya”, usulku. Lalu Euis membuka kancing baju dan menyingkap bh nya sehingga susunya tersedia. Aku menyentil2 putingnya, lalu menghisap2 kedua susu Euis. Dia kegelian, geli2 nikmat. Sambil menyusu tanganku meraba selangkangan Euis, menyusupkan tangan ke celana dalam dan membelai2 vaginanya.<br /><br />“Curang!, aku juga pegang kontolmu dong..”, Euis juga menyusupkan tangannya ke celanaku dan menggenggam penisku. “hi, punyamu gede ya..”<br />“Ayo cepat lakukan sekarang, keburu Kang Ohim pulang”, kata Euis sambil memelorotkan celanaku sedikit dan memelorotkan celana dalamnya sedikit.<br />“Copot saja celana dalamnya biar gampang”, kataku. “Nggak mau, nanti susah kalau Kang Ohim tiba2 datang”, katanya.<br /><br />Dengan celana yang melorot sedikit, kami sulit untuk berhubungan seks dari depan. Akhirnya aku suruh Euis untuk nungging dan dari belakang penisku menyodok masuk ke vaginanya.<br /><br />“Aww. Gila. Mentok. Enaakk..”, kata Euis saat penisku masuk semua. Kuayun pelan, semakin lama semakin cepat. Cukup lama aku menggenjot, sampai akhirnya Euis terlihat mencapai puncak, mengerang panjang dan mengepitkan pahanya. Aku terus menggenjot.<br /><br />“Sudah Jar.. aku sudah..”, kata Euis<br />“Tapi aku belum”, kataku sambil terus menggenjot. Euis terlihat bingung dan pasrah. Sampai akhirnya aku mencapai puncak dan mengeluarkan mani di dalam vagina Euis. Kudiamkan sesaat penisku didalam vaginanya.<br /><br />Setelah kucabut, Euis berbalik dan memelukku erat. “Aku belum pernah mencapai puncak saat bermain. Kang Ohim mainnya cepat keluar. Jadi setelah Kang Ohim loyo, aku suka masturbasi sendiri. Punya kamu gede dan tahan lama. Kalau begini mah aku mau jadi istrimu”. Lalu Euis menatapku dan tersenyum “Tapi kita kan teman”, katanya sambil tersenyum. ‘Tos’. Lalu kami sama2 ke kamar mandi membersihkan. <br /><br />Seks menghabiskan energiku sehingga aku lapar dan minta makan gurame. Saat kami sedang makan bersama, Kang Ohim datang dan berkata riang, “Nah begitu dong. Jadi nanti kamu punya kenang2an disini”.<br />Euis dan aku saling bertatapan, tersenyum lalu tertawa. ‘Tos’..<br />“Aku juga tos dong”, kata Kang Ohim. Lalu kami ‘tos’ bertiga ‘plok, plok’<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-3187857331212292502009-05-24T21:05:00.000-07:002009-07-07T01:52:40.213-07:00Seks Perpisahan (4)Acara pamitan hari ini membuatku capek karena ditambah kejutan berhubungan seks dengan dua ibu2 muda. Aku rebahan dikamar sambil memandang setiap sudut kamar. Aku terhenyak ternyata masih ada dua buku sekolah yang belum aku kembalikan, sudah beberapa hari ingin kukembalikan tetapi selalu terlewatkan. Besok harus segera kukembalikan.<br /><br />Besoknya, aku segera ke Pak Bandi pegawai perpustakaan untuk mengembalikan buku, tetapi rumah Pak Bandi tutupan, kata tetangga lagi pulang kampong ke mertuanya. Lalu aku ke pegawai perpustakaan lain, tapi juga sedang tidak di rumah. Capek berkeliling2 aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Saat kembali aku melewati rumah Bu Lia, terpikir untuk menitipkan buku ke Bu Lia.<br /><br />Saat aku datang, Bu Lia sedang santai menonton tivi di ruang tamu. Ia kaget aku mampir, tapi senang. Kami ngobrol2 sejenak. Lalu Bu Lia minta tolong aku pindahkan box ke atas lemari, karena suaminya sedang dinas tiga hari ke Cirebon. Bu Lia membawa box dari bawah, aku berdiri diatas kursi mengangkat ke atas lemari. Setelah itu Bu Lia merebahan di kasur. Aku membawakan minum untuknya.<br /><br />“Lagi kurang enak badan ya Bu?” tanyaku.<br />“Enggak kok. Cuma ibu positif hamil dua bulan,” katanya. <br />“Kok perutnya nggak besar?”, kulihat perutnya masih rata<br />“Kalau baru dua bulan memang belum kelihatan. Nanti kalau sudah empat bulan baru mulai kelihatan”, jawabnya.<br /><br />Kupegang perutnya dan kuelus2. Dia tersenyum. Entah pikiran apa yang ada dalam benakku, aku tidur disamping Bu Lia sambil mengelus2 perutnya. Dia menatap tajam.<br /><br />“Kalau hamil susunya makin besar ya Bu?”, aku bertanya sambil memindahkan tanganku dari perutnya ke dadanya. Bu Lia mengangguk dan tersenyum lagi. Tanganku menyingkap baju dan bh nya, sehingga muncullah susunya yang mulai membesar. Aku belai2 susunya dan putingnya, dia hanya memandangku. Kuhisap putingnya, tangan Bu Lia membelai kepalaku. Tanganku beralih kebalik celana dalamnya dan mengusap2 jembut, bibir vagina, lubang vagina dan itilnya. Bu Lia mulai mendesah.<br /><br />Kulepas celana dalamnya, lalu kuciumi dan kumainkan vaginanya. Bu Lia menikmati, lalu dia bangkit untuk mencopot celanaku.<br /><br />“Seperti dulu lagi ya Bu”, tanyaku. Bu Lia tersenyum.<br />“Bagusnya sih sekalian bugil”, aku mencopot bajuku. Bu Lia juga mencopot baju dan bh nya.<br />Dalam keadaan bugil, dikasur itu kami saling memainkan kelamin. Bu Lia memainkan penisku dan aku memainkan vaginanya. Orang bilang posisi 69. Cukup lama kami bermain dan aku sudah tak sabar ingin memasukkan penis ke vaginanya.<br /><br />“ibu sekarang sudah hamil oleh Pak Endang kan?, jadi sekarang boleh dong”, aku minta izin mencoblos. Bu Lia tersenyum. Seolah mendapat izin, segera aku mengambil posisi menindih tubuhnya. Bu Lia menahan.<br />“ada bayi diperut. Tidak boleh ditindih”, katanya. Aku bingung harus bagaimana. Selama ini aku cuma bisa menindih saat beradegan seks. <br /><br />Melihat aku bingung, akhirnya Bu Lia merebahkanku terlentang, lalu dia mengambil posisi duduk diselangkanganku. Di luruskan penisku ke vaginanya dan dia mulai menekan perlahan. Penisku mulai masuk sedikit demi sedikit ke vaginanya. Bu Lia meringis dan menghentikan tekanannya. Lalu dia coba menekan lagi, sehingga penisku masuk lebih dalam. Lalu bu Lia berhenti sejenak. Lalu menekan lagi. Lalu berhenti sejenak. Demikian terus sampai penisku tak bisa masuk lebih dalam karena mentok.<br /><br />“ohh..” desah Bu Lia. “punyamu panjang, nggak muat di memek ibu”, desahnya.<br /><br />Bu Lia mulai menggoyang2kan pantatnya, keatas kebawah, kedepan kebelakang, ke kiri ke kanan. Dia bergoyang sambil kumat kamit. Aku merasakan enaknya digoyang2. Goyangan Bu Lia semakin kencang dan semakin kencang. Sampai akhirnya ia mengerang panjang dan menjatuhkan tubuhnya diatas tubuhku. ‘aaahhh..’<br /><br />“Bu hati2 bayi dalam perut kegencet”, aku mengingatkan. “hhhe” ia tersenyum dan tertawa tersengal. Bu Lia tetap rebah diatasku. Aku tak bisa bergerak.<br />“Bu, aku belum keluar”, kataku berbisik<br /><br />Bu Lia tersenyum, “dari belakang saja” katanya sambil bergerak menungging di kasur<br />Aku segera kebelakangnya dan memasukkan penisku ke vaginanya. Lalu kuhunjamkan penisku membentur dinding dalam vagina Bu Lia. Dia mengaduh sakit tapi nikmat. Cukup lama aku menghunjam hingga akhirnya maniku muncrat didalam vaginanya. Aku terkulai lemas dan karena capek berkeliling kota, aku terlelap sejenak.<br /><br />Lima belas menit kemudian aku terjaga, kulihat Bu Lia sedang menyiapkan minuman sirup untukku. Ia hanya menggunakan daster tipis dan dari bayangan tubuhnya terlihat ia tidak memakai bh dan celana dalam. Aku jadi terangsang.<br /><br />Dalam keadaan masih bugil, aku menghampiri Bu Lia dan memeluknya dari belakang. Bu Lia tersenyum, "Mau lagi?". Aku mengangguk.<br /><br />Bu Lia mencopot dasternya, membalikkan badannya dan menciumku. Aku meraba2 seluruh lekuk tubuhnya dan menggesek2kan penisku yang sudah ngaceng ke vaginanya. Bu Lia tersenyum, berjongkok mencium penisku dan membimbingku lagi ke kasur. Dikasur ia merebahkan diri sambil membuka selangkanganya. Aku merayap diatasnya dan mulai menusukkan kembali penisku ke vaginanya. Agak canggung karena tidak mau menindih perutnya yang hamil muda. Bu Lia lalu mengangkat kakinya dan meletakkan dipundakku. Posisi ini memudahkanku untuk menggenjot tanpa harus menindih perutnya.<br /><br />Yang mengasyikan, dengan posisi ini vagina Bu Lia terasa lebih dangkal, sehingga penisku cepat mentok. Terasa nikmat bagiku dan bagi Bu Lia.<br />"Ahh uhh ahhh uhhh..", Bu Lia mengeluh setiap penisku menyentuh dinding dalam vaginanya.<br /><br />Setelah sama2 mencapai puncak kami akhiri adegan seks kedua ini, lalu minum bersama dalam keadaan bugil. Rasanya aneh berjalan2 di dalam kamar dalam keadaan sama2 bugil. Sampai akhirnya aku berpamitan. <br /><br />Bu Lia menyuruhku untuk mandi dan makan dulu. Saat mandi Bu Lia menemani dan menyabuniku. Aku kembali ngaceng dan mau tidak mau kembali menghunjamkan penisku di vagina Bu Lia. <br /><br />Tidak ada angin tidak ada hujan, hari ini aku mendapat anugerah menyetubuhi guru favorit yang menggemaskan itu. Bahkan hari ini kami bersetubuh sampai tiga kali. Mungkin karena merasa akan berpisah jauh, kami benar2 memanfaatkan waktu tersisa.<br /><br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-36476290709137366682009-05-24T21:01:00.000-07:002009-07-07T02:07:21.473-07:00Seks Perpisahan (5)Aku keluar dari rumah Bu Lia masih lemas. Aku pulang ke rumah. Di tengah jalan ketemu Maman baru keluar dari pabrik sukro. Aku berpamitan karena akan pindah ke Padang. Maman mengucapkan semoga sukses dan memelukku. Aku melanjutkan pulang dan Maman masih ada urusan di pabriknya. Tiba2 Maman memanggilku, mengajak dan memaksaku mampir ke rumahnya. Karena masih dua jam lagi Maman pulang, dia suruh aku duluan dan menunggu di rumahnya. Aku tidak mau karena takut dipelototin Ening, istri Maman. Akhirnya aku habiskan waktu berjalan2 di kota dan kembali ke pabrik sukro untuk jalan bareng Maman ke rumahnya saat hari sudah mulai gelap.<br /><br />Sampai di rumahnya, Ening masih judes memandangku dan hanya berbasa basi mengucapkan kata perpisahan. Maman mohon izin ke belakang ngomong berdua dengan Ening, dan aku sendirian di beranda. Cukup lama mereka ngobrol, sesekali kudengar Ening agak berteriak dan Maman menenangkan. Kelihatannya mereka sedang berdebat. Merasa tidak enak, aku bermaksud pamit pulang. Maman menyuruhku menunggu.<br /><br />Lalu Maman keluar, “Sori nunggu lama ya”. “Nggak apa-apa”, kataku.<br />“Aku suruh tunggu karena kami ada perlu dengan kamu”, katanya. Kali ini kulihat mimik wajahnya agak serius. Tumben dia serius, biasanya ngebanyol.<br />“Kamu pernah nonton aku dan Ening ngewe kan?”, dia tersenyum mengingatkan kejadian di saung dulu. Ya ampun, ada apa lagi ini?. Aku tidak mau nonton lagi. Aku diam menunggu pernyataan selanjutnya.<br /><br />Maman menarik napas panjang. “Kami tidak bisa punya anak. Kami sudah periksa ke dokter di Bandung. Hasilnya, aku mandul.”<br />Maman menarik napas panjang lagi. “Belum ada yang tahu kalau aku mandul kecuali Ening, aku dan dokter. Sekarang kamu juga tahu.”<br />Maman menarik napas dalam dan merangkul pundakku. “Aku sulit menerima kenyataan ini. Aku gengsi karena selama ini aku komandan untuk masalah cewek.” Dia tersenyum dan menepuk pundakku, lalu melanjutkan, “Aku pingin pernikahanku ini punya anak”. Aku terdiam dan masih mendengarkan kisahnya.<br />“Kamu satu2nya laki2 selain aku yang pernah lihat Ening bugil dan nonton kami ngewe,” katanya tersenyum. Aku kaget. Apa maksudnya?. Jangan-jangan…<br /><br />“Aku mau kamu menghamili Ening”. Geledek!!. Aku benar2 kaget. Gila orang ini.<br />“Tapi Eningnya tidak mau kan?” aku mencoba menghindar.<br />Maman memanggil Ening, tetapi dia tidak keluar. “Kita masuk saja. Tadi sih Ening akhirnya mau”, kata Maman.<br /><br />Setelah berada di dalam rumah, ternyata Ening ngumpet didalam kamar. Maman masuk ke kamar membujuk istrinya keluar. Tak lama kemudian lampu kamar dimatikan dan Maman keluar, “didalam saja katanya”. Maman mengajakku ke dalam kamar.<br /><br />“Lampu kamar depan juga dimatikan. Masih agak terang.” kata Ening. Lalu Maman mematikan lampu di dalam rumah dan membiarkan lampu beranda nyala. Masih ada cahaya sedikit. Remang2 kulihat Ening duduk ditepi ranjang, lalu Maman menghampiri dan duduk di sebelah Ening. Maman menyuruhku duduk disebelahnya.<br />“Jar, bantu aku supaya Ening hamil”, katanya. Aku diam.<br />“Tapi Kang Maman tetap disini,” kata Ening sambil menggenggam erat tangan Maman. Maman mencium kening istrinya mengiyakan.<br />“Ayo Jar,” Maman mempersilahkanku. Aku bingung. Maman mendekatiku dan berbisik, “copotin bajunya”.<br /><br />Aku menghampiri Ening, ia tak mau melihatku. Maman mengangguk menyuruhku untuk mulai mencopot baju Ening. Ening tidak menolak malah gerak tubuhnya membantu memudahkan pencopotan bajunya. Walaupun samar2 karena gelap, aku melihat susunya yang muncung menantang. Aku hanya memandangnya. Lalu satu persatu aku copot hingga Ening bugil.<br /><br />Maman membantu merebahkan Ening di kasur sambil memberi kode agar aku juga mencopot seluruh pakaianku. Ening tetap memegang tangan Maman dan meminta ikut rebah disamping, lalu ia mencium suaminya. Maman membalas untuk menenangkan istrinya. Aku mulai merangkak diatas Ening, Maman menepi sedikit memberi tempat bagiku sambil tetap menciumi Ening.<br />Aku arahkan penisku ke vagina Ening, dan mulai kutekan. Masih seret, kelihatannya oli vagina Ening belum keluar banyak.<br />“Mmmpphh….Aaww.. mmpph..”, Ening menggigit bibirnya sendiri.<br /><br />Terus kutekan hingga mentok. Ening memejamkan matanya. Mulai kuayun pantatku sehingga penisku masuk dan keluar vaginanya. Saat kurasa cairan vaginanya sudah banyak, kupercepat ayunan pantatku.<br /><br />Ening tetap mencium suaminya, tangannya memegang pinggulku. Sedang aku tetap mengayun. Sampai akhirnya Ening mengejang dan melepaskan ciuman suaminya lalu terlentang pasrah, merasakan vaginanya terus disodok. <br /><br />Maman menontonku yang masih terus mengayun, dia memperhatikan dengan seksama penisku menembus vagina istrinya. Aku agak kikuk sehingga kupercepat ayunanku dan akhirnya aku mengeluarkan mani didalam vagina Ening. Badanku lemas dan terbaring diatas tubuh Ening yang masih pasrah. Saat aku menyingkir dari tubuhnya, Ening segera menghampiri Maman dan memeluknya. <br /><br />Aku ke kamar mandi membersihkan diri, lalu duduk diberanda termenung sendiri. Agak lama aku menunggu akhirnya Maman keluar. <br />“Sori agak lama, aku terangsang terus Ening minta aku ewe, jadi aku barusan ngewe Ening dulu”, katanya tertawa.<br />“Besok dan besoknya lagi, sampai sebelum kamu pergi, ulangi lagi ya, biar dipastikan Ening hamil. Kalau nggak hamil aku rugi, kamu yang untung, ha ha ha..”, Maman tertawa. Aneh memang, tapi bagaimanapun Maman adalah temanku.<br /><br />“Supaya jadi, sebaiknya jangan ada Kang Maman”, aku coba memberi saran dan sok tahu.<br />“Oke. Besok kamu kesini sore sebelum aku pulang. Nanti aku kasih tahu Ening.”, katanya<br />“Kalau bisa Kang Maman nganterin aku dulu kesini. Biar Ening dan juga tetangga nggak merasa risih”, lagi2 aku sok tahu.<br /><br />Maman setuju dan akhirnya aku pamit pulang. Aku tertidur lelap malam itu. Benar2 habis energi. Entah apa yang terjadi hari ini. Hari2 terakhir ini adalah pengalaman pertamaku berhubungan seks secara utuh, dan langsung dengan lima wanita.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-11639297676184834102009-05-24T21:00:00.000-07:002009-07-07T02:31:08.547-07:00Seks Perpisahan (6)Pagi ini aku bangun dengan perasaan riang karena pengalaman2 seksku di hari2 kemarin, yang akan berlanjut dengan Ening sampai aku pindah. Dikejauhan tampak Kang Ohim datang membawa calon pembeli, Euis ikut mengantar. Setelah selesai melihat2 rumah kakek, Kang Ohim mengantar calon pembeli ke tanah kakek dibalik bukit. Karena jauh Euis tdk ikut dan akan menunggu disini minta dijemput lagi disini. <br /><br />Saat ditinggal berdua, Ening langsung ‘tos’ dan memelukku, “Aku minta kenang2an lagi dong. Punyamu enak”, katanya. Aku tersenyum dan ‘tos’.<br /><br />Euis mengajak masuk kamar, lalu kami sama2 bugil dikamar. Diranjang itu kami lebih bebas dan santai menikmati setiap bagian tubuh. Berulangkali Euis membelai penis dan memuji penisku. Saat bersetubuhpun Euis berkicau tentang penisku, “Uuh.. ahh.. gedee.. mentok.. enaakk.. ahh.. uhh”. <br /><br />Saat Euis telah mencapai puncak, aku juga berhenti. Aku tidak ingin mengeluarkan maniku, karena maniku akan kuberikan kepada Ening supaya dia hamil.<br />Karena berkeringat, usai bersetubuh kami mandi. Karena takut terlihat habis mandi, Euis pulang duluan ke rumahnya, dan saat Kang Ohim datang menjemput aku bilang sudah dari tadi pulang.<br /><br />Siang itu aku masih bingung atas pengalaman seksku yang luar biasa. Mengingat wanita2 yang aku gauli kemarin, aku teringat Bu Lia yang suaminya dinas tiga hari. berarti hari ini dan besok Bu Lia masih sendiri. Aku ke rumah Bu Lia, sekedar ingin tahu apakah Bu Lia mau lagi bersetubuh denganku atau cukup perpisahan kemarin saja. <br /><br />Diluar dugaan, Bu Lia malah semakin bernafsu. Dia mengajari dan mempraktekkan posisi2 bersetubuh yang pernah ditonton di BF. Kami bercinta di atas kasur hingga ke atas kursi dan kamar mandi. beberapa kali Bu Lia mengejang. Sedang aku menjaga untuk tidak sampai mengeluarkan mani.<br /><br />Selesai dengan Bu Lia, aku ke pabriknya Maman dan diantar Maman ke rumahnya. Lalu Maman kembali ke pabriknya meninggalkan kami berdua. Ening agak berat melepas Maman pergi.<br /><br />Aku duduk berdua ditepi ranjang dengan Ening. Kubilang agar kita melakukan pemanasan supaya sama2 terangsang. Karena Ening menunggu, maka aku berinisiatif memainkan melakukan pemanasan. Saat kumainkan susunya dan itilnya ia memejamkan mata. Lalu saat kujilati itilnya, dia kaget. Aku berhenti. Setelah tenang, kujilati lagi vaginanya. Ening menikmati.<br /><br />Lalu kubimbing tangannya memegang penisku. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat penisku.<br />"punyamu gede..", kata Ening pelan.<br />"Supaya aku panas, tititku dielus2", aku minta Ening mengelus2. Dan Ening mengelus2. kelihatannya dia masih terkagum dengan ukuran penisku.<br />"Terus diemut, dihisap2", kataku. Ening diam.<br />"Kayak aku tadi, menghisap2 memek Ening", aku menjelaskan.<br /><br />Agak ragu Ening menciumi penisku. Lalu memasukkan penisku kemulutnya dan dihisap2. Aku menggoyang2kan pantatku sehingga penisku masuk dan keluar mulutnya.<br />Ening menikmati dan selanjutnya mudah bagi kami untuk berhubungan seks. Aku coba beberapa posisi, aku diatas, Ening diatas, dari samping dan Ening nungging. Ening berkali2 mencapai puncak, sedangkan aku sekali.<br /><br />Kami istirahat. sejam kemudian kuhampiri lagi Ening dan kuajak berhubungan lagi. Ening menyambut senang. Kali ini kami bermain di kamar mandi dengan berbagai posisi berdiri. Ening dan aku mencapai puncak. Dan kami beristirahat lagi.<br /><br />Setelah Maman pulang, kami makan malam bersama. Lalu Maman minta aku menggauli istrinya lagi. Aku membimbing Ening ke kamar sedangkan Maman menunggu di ruang tamu. Selesai menggauli Maman masuk ke kamar dan kudengar suara suami istri yang sedang bergaul. Setelah itu Maman keluar, kami berbasa basi sebentar lalu aku pamit pulang.<br /><br /><br />Esoknya, aku sempatkan sekali lagi ke Bu Lia dan bersetubuh di pagi hari. Sedangkan sorenya kembali menyetubuhi Ening berkali2. Setelah itu malamnya Maman menggauli istrinya.<br /><br />Dua hari berikutnya aku tidak ke Bu Lia karena suaminya sudah pulang. Aku nginap di rumah Maman dan bersetubuh dengan Ening, pagi, siang , sore, malam. Di malam hari saat Ening dan aku berhubungan, Maman tiduran di ruang tamu. Setelah aku selesai, Maman menyetubuhi Ening sebagai penutup. Dan besok pagi buta, saat penisku ngaceng setiap bangun tidur, aku menghampiri Ening. Maman yang tidur disebelahnya sempat terganggu, namun ia segera berpindah tidur. Dan aku menyetubuhi Ening.<br /><br />"Aku capek dan pegel2 di ewe berkali2. Sama kamu terus gantian sama Maman. Tapi enak dan puas..", Ening kelihatannya sudah kecanduan seks<br /><br />Bukan hanya Ening. Akupun sudah kecanduan seks. Beberapa hari menjelang keberangkatanku ke Padang benar2 takkan terlupa. Sebuah 'pesta seks' perpisahan bersama lima wanita yang mengasyikkan .<br /><br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-35782180632404794112009-04-24T23:45:00.000-07:002009-07-22T22:39:41.868-07:00Malam OrientasiAku memutuskan untuk melanjutkan SMA di Padang dan mulai terbiasa dengan bahasa Minang. Aku tinggal di rumah tante Ima, adik bapak, yang tinggal bersama Dedi, suaminya, dan Rendi, anak lelaki tunggal. Rumah tante berada diluar kota Padang ke arah timur laut, didaerah perbukitan di kaki pegunungan Bukit Barisan. Jadi untuk ke sekolah aku diizinkan menggunakan motor tante.<br /><br />Masuk SMA diawali dengan ospek atau perploncoan atau masa orientasi sekolah MOS. Kakak2 kelas memberikan banyak penugasan yang aneh2 yang harus kami kerjakan. Setiap kelalaian atau kesalahan akan mendapat hukuman. Kami harus hadir sebelum jam 6 pagi dan dilarang bawa kendaraan ke sekolah, masuk gerbang sekolah harus berjalan kaki. Karena jauh, aku tetap naik motor, lalu motornya kutitipkan di salah satu bengkel kenalan om.<br /><br />Hari kedua kami dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil sekitar sepuluhan orang dengan tugas masing2. Tugas kelompokku adalah mencari sepuluh batu sebesar kepala yang berwarna merah yang tersebar disepanjang jalan setapak yang diberi petunjuk arah khusus. Semua siswa diangkut truk dan diturunkan di masing2 pos sesuai kelompoknya. Kelompokku diturunkan terakhir, agak diluar kota Padang. Disana telah menunggu kakak kelas pendamping, yaitu Kak Rizal dan Kak Noni, kemarin kulihat keduanya judes dan gampang memberi hukuman.<br /><br />Baru menemukan lima batu, cuaca mendung dan turun hujan deras. Padahal bulan Juli adalah bulan kemarau. Kami berada didaerah pepohonan dan lapangan, tak ada rumah atau warung tempat berlindung. Kakak pendamping menyuruh kami untuk tidak berhenti karena waktu yang dibatasi. Tak pelak lagi kami semua basah2an. Bagi siswa tidak jadi masalah, tetapi bagi siswi dengan baju basah maka terlihatlah lekuk dada dan tubuhnya. Kami para siswa senang menikmatinya dan juga senang melihat siswi teman2 baruku itu melotot. Tetapi yang menarik perhatianku adalah lekuk dada dan tubuh Kak Noni yang membekas di baju putihnya yang basah. Badannya terlihat atletis ideal, langsing tapi padat. Walaupun terbungkus bh warna krem, bentuk susunya juga ideal.<br /><br />Tiba2 ‘plok’, pundakku ditepuk keras oleh Kak Rizal. “Lihatin apa kamu!! Naksir kakak kelas ya!!”, bentaknya. Aku diam saja, malu juga ketahuan. Lalu aku dibawa ke Kak Noni dan dilaporkan. Tentu saja aku dibentak2, disuruh berteriak seratus kali bahwa aku ketahuan melirik kakak kelas dan disuruh pus ap limapuluh kali di bawah curah hujan.<br /><br />Disaat istirahat kami makan siang sambil mengobrol dengan teman2 baru. Disatu kesempatan salah seorang teman mendekatiku dan bertanya sambil berbisik, “Memangnya kenapa sih harus melirik Kak Noni, orangnya kan hitam?”<br />“Biar hitam tapi orangnya tegas, tidak plin plan juga tidak berlebihan. Kerjasama timnya bagus, tidak sok2an tapi juga tidak kalahan. Ngomongnya jelas suaranya jernih. Bodinya bagus, atletis. Leher, dada, pinggang, pinggul dan kakinya ideal banget. Waktu bajunya basah kelihatan jelas”, kataku juga berbisik.<br />“Ehm..”. Ups, ternyata Kak Noni sudah ada di belakang kami. “Coba ulangi lagi!”, bentaknya<br />“Kak Noni tegas, teamwork, komunikatif”, jawabku masih agak kaget<br />“Terus!”, bentaknya<br />“Kak Noni bodinya bagus, atletis. Leher, dada, pinggang, pinggul dan kakinya ideal banget”, kataku.<br />“Kalimat yang terakhir!”, pintanya dengan keras<br />“Waktu bajunya basah, bodi Kak Noni kelihatan jelas”, kataku sambil memandangnya dengan wajah tanpa rasa bersalah. Wah bakal dihukum lagi. <br /><br />Dan betul aku diminta mengikuti dia ke tempat sepi sambil memanggil juga Kak Rizal. Ternyata Kak Rizal masih belum selesai dengan urusan dengan siswa siswi lainnya. Sambil menunggu, sekalian saja aku terus memandangi tubuh Kak Noni dibalik bajunya yang masih basah. Tahu dilihatin dia melarangku, tapi aku terus melihatnya. Dia menyuruhku pus ap, aku pus ap sambil terus melihat tubuhnya. Sambil pus ap, tanpa disuruh aku berkicau “bodi Kak Noni bagus.. bodi Kak Noni bagus..”. Dia menyuruhku diam tapi aku terus berkicau. <br /><br />Karena Kak Rizal belum datang juga, akhirnya Kak Noni menyuruhku berhenti pus ap dan kembali ke tempatku semula. Sambil berjalan aku mengatakan, “Memang betul. Bodi Kak Noni bagus. Leher, dada, pinggang, pinggul dan kaki, semuanya ideal”. Kak Noni melotot dan ngeloyor pergi ke Kak Rizal. Alhasil, Kak Rizal mendatangiku dan memukul perutku. Dia hampir memukulku lagi tetapi ditahan oleh Kak Noni. Memang ada aturan dilarang kontak fisik selama acara ospek atau masa orientasi sekolah.<br /><br />Hari2 berikutnya kami berganti tugas, berganti tim dan berganti kakak pendamping. Kak Rizal dan Kak Noni tidak menjadi kakak pendampintku. Di hari terakhir kami akan melakukan api unggun. Untuk menuju tempat api unggun masing2 kelompok dilepas sejauh sekitar sepuluh kilometer dari lokasi api unggun dengan medan cross country. Kami dilepas dan mulai bergerak sekitar jam setengah tujuh malam dan harus tiba di api unggun paling lambat jam 10 malam. Kelompokku terdiri dari 25 orang dengan empat kakak pendamping diantaranya Kak Noni. Dia sempat melototi aku saat tahu aku ada di kelompoknya.<br /><br />Di setengah perjalanan ada salah satu siswi, Indri, yang mulai lamban jalannya. Dia minta aku menemaninya. Kami tersusul oleh siswa siswi lainnya, hingga terakhir ada dua kakak pendamping Kak Zul dan Kak Noni. Karena tidak ada masalah, hanya capek dan lambat jalannya akhirnya Kak Zul berjalan menyusul dibelakang siswa siswi lainnya, dan Kak Noni diminta untuk menemani Indri dan aku.<br /><br />Saat melintasi batu menyebrangi sungai, Indri sedikit hilang keseimbangan dan meraih Kak Noni. Kak Noni yang tidak siap mencoba menahan Indri tetapi justru dia yang tidak seimbang dan tercebur ke sungai. Aku segera menolongnya. Dan kami melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan berikutnya kulihat Kak Noni mulai kedinginan karena pakaiannya basah. Aku menghampiri Kak Noni dan membuka jaket, baju dan kaos dalamku untuk dipakainya. Mulanya dia menolak tetapi setelah kupaksa mencopot jaketnya, akhirnya dia mau memakai bajuku. Karena gelap, dia ganti baju didepanku. Aku suruh juga dia mencopot bh yang basah. Saat dia telanjang dada, kunyalakan senter dan terlihatlah bentuk tubuhnya yang bagus itu. <br /><br />Karena aku membawa sarung, kusuruh dia mengganti celanapanjangnya dengan celana panjangku. Dan kusuruh juga dia mencopot celana dalamnya dan diganti dengan memakai celana pendekku. Saat berganti celana, dia melirik ke selangkanganku. Aku tak mau kalah, kuarahkan senter ke selangkangannya dan terlihatlah pantatnya yang padat, bulu jembut yang hitam serta bibir vagina yang juga hitam. Kak Noni tak peduli dan konsentrasi memakai celana. Indri tak melihat ini karena asyik minum dan istirahat dan memang suasana cukup gelap.<br /><br />Akhirnya kami jalan kembali bertiga sambil ngobrol. Aku memakai sarung dan kaos oblong. Ditengah jalan ada posko persimpangan yang memutuskan membawa Indri dengan motor ke lokasi api unggun. Kak Noni menitipkan tas basahnya kepada kakak wanita lainnya dan dia diberi senter pengganti. Sedangkan aku diberi pinjam jaket. Lalu aku dan Kak Noni ditawarkan untuk berjalan duluan atau menunggu kelompok lain yang masih dibelakang, masih 3 km menuju lokasi api unggun. Kak Noni memilih untuk berjalan dan menyusul kelompok kami di depan, karena dengan tidak adanya Indri, kami bisa berjalan lebih cepat. <br /><br />Merasa tahu rute Kak Noni berjalan didepanku. Beberapa kali aku harus menolong dia saat jalannya naik atau turun secara terjal. Saat membantu dan memegang tubuhnya selalu kuingatkan bahwa tubuhnya bagus, perawakannya ideal. Dia marah, tapi lama2 mengacuhkan ocehanku. Sampai satu saat dia berhenti, aku yang ikut dibelakangnya juga berhenti, kelihatannya kami tersesat. Kami memutuskan untuk menunggu kelompok berikut. Saat menunggu itulah sambil duduk aku iseng menggoda tentang tubuhnya yang ideal, yang terlihat saat bajunya basah kuyup. Dan aku lihat juga saat dia ganti baju dan ganti celana tadi.<br /><br />Seperempat jam menunggu, tidak ada tanda2 ada kelompok yang lewat. Kak Noni mulai kedinginan dan menggosok2kan kedua tangannya. Sebenarnya aku tidak merasa dingin, tapi melihatnya kedinginan, aku memeluknya untuk memberi kehangatan. Kak Noni kaget, tapi mendiamkan. Kucium pipinya, dia diam saja. Kurebahkan tubuhnya, lalu kucium bibirnya, dia juga diam saja. Akhirnya kuberanikan membuka jaket dan kancing bajunya, dan karena bhnya sudah dicopot, maka terlihatlah bukit mungil menantang. Remang2 terlihat putingnya berwarna coklat tua. Kubelai, kuremas, dan kuhisap susu dan putingnya. Tanganku meremas pinggangya yang padat. Dia benar2 atletis.<br /><br />Kak Noni masih diam saja. Maka kucopot celana panjang dan celana pendek sehingga terlihatlah vaginanya. Pemandangan ini membuat penisku ngaceng dibalik sarung.Kubuka jaketku untuk alas bokong dan pahanya. Dan segera kubuka kaos oblongku. Kusingkap sarung sehingga penisku tampak ngaceng. Dan segera kutempelkan penisku di vaginanya<br /><br />Kutindih tubuhnya dan kutatap matanya. Kak Noni menatapku tajam. Aku mencium kening pipi dan bibirnya sambil menggesek2an penisku ke vaginanya.<br />“Boleh?”, aku mohon izin untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Kak Noni diam saja. Hanya suara jangkrik, kodok dan gemercik air yang terdengar. Aku menciumi susu ranumnya serta menghisap2 putingnya sambil tetap menggesek2kan penis ke vagina.<br />“Boleh?” aku mohon izin lagi. Kak Noni masih diam dan terpejam matanya. Kuturun lebih kebawah menciumi vaginanya, mencari itil dan lubang vagina dan menjilati. Kak Noni terpejam dan menghela nafas dalam. Kulakukan terus sampai dia mendesah2.<br /><br />Lalu aku merangkak lagi ke susu lalu ke bibirnya dan terus menggesek2an penis ke vagina. Aku tak berani memasukkan penis tanpa izin pemilik vagina. Kak Noni terpejam dan mulai mendesah lebih kencang.<br />“Boleh?”, aku bertanya lagi. Kak Noni menatapku, lalu matanya terpejam, bibirnya tersenyum. Lalu… dia mengangguk pelan. Aku mencium keningnya<br />“Kak Noni, boleh?”, aku bertanya untuk meyakinkan anggukannya. Kak Noni tetap terpejam dan tersenyum, lalu mengangguk.<br /><br />Aku mencium bibirnya, dan dia membalas dengan ciuman yang lebih hangat. Sambil mencium kuluruskan penisku ke lubang vaginanya. Kutekan pelan, dan .. blesss..penisku mulai masuk. Kak Noni terhenyak namun mulutnya tertutup ciumanku. Tanpa berhenti kutekan terus pantatku hingga perlahan tapi pasti, penisku terus masuk kedalam vaginanya, hingga ke ujung dalam vaginanya. Saat penisku menyentuh dinding dalam vaginanya, Kak Noni melepaskan ciuman dan berteriak kecil dan sedikit meringis “aahhh..”<br /><br />Aku kaget, seharusnya dia tidak meringis kesakitan. Aku mengangkat pantatku untuk mengeluarkan penis dari dalam vagina. Kulihat sejenak. Karena gelap kunyalakan senter untuk melihat penisku. Ah, ternyata ada darah. Kak Noni masih perawan. <br /><br />Aku diam sejenak, memandangnya. Tangan kak Noni segera mendekap pantatku dan menekankan sehingga penisku masuk kembali ke vaginanya. Bless.. ahh..aku mendiamkan penisku di vaginanya. Kak Noni berusaha menggoyangkan pantatnya. Melihat keinginannya, aku kembali menggoyangkan pantatku. Clep bless clep bless .. berulangkali penisku keluar masuk vaginanya. “aah.. aww..ahh.. mmph..”, Kak Noni selalu bersuara setiap kali penisku menancap.<br /><br />Kami menikmati persetubuhan malam diluar, ditemani suara2 binatang air dan angin. Aku terus menggenjot dan Kak Noni terus mendesah2 dengan mulut tertutup dan terkadang mencium bibirku. Tak ada posisi lain selain aku diatas Kak Noni menindih dan menggenjot. Kak Noni tidak berinisiatif dan tidak mau merubah posisi. Berpuluh2 menit aku menggenjot sampai akhirnya Kak Noni memuncak dan mendekapku erat, lalu terlentang lemas. Aku mempercepat genjotan sehingga aku memuncak dan mengeluarkan mani. Sadar aku mengeluarkan mani, Kak Noni mendorong pinggangku dan aku segera mencabut penis lalu memuncratkan maniku di perutnya. <br /><br />Kami berpelukan sejenak, lalu Kak Noni berdiri dan menarikku. Dia berjalan agak mengangkang dan sedikit tertatih dan terasa pegal karena sodokan penisku tadi. Dia membawaku ke parit kecil. Disana kami saling membersihkan bekas maniku, cairan vaginanya dan darah perawannya. Sekali lagi aku mengungkapkan kekagumanku atas tubuhnya yang sintal atletis. Kak Noni hanya tersenyum. <br /><br />"Kamu pengalaman ya?", tanyanya. Aku malah balik bertanya "kak Noni belum pernah seks ya?". Dia menjawab, "sudah hampir". Lalu dia menceritakan pengalamannya dengan seorang teman lelakinya yang sudah hanya tinggal memakai celana dalam saja, lalu keburu ada orang datang. Hubungan itu berakhir karena si lelaki ketahuan melecehkan kulitnya yang hitam.<br /><br />Setelah meminum bekal dan merapikan baju, Kak Noni mengajakku berjalan agak cepat. Kelihatannya dia menggunakan jalan pintas yang datar. Tak lama kami berhasil menyusul dan bergabung dengan kelompok terakhir. Untuk selanjutnya bersama2 dengan seluruh siswa siswi dan kakak kelas melakukan pesta api unggun. Kak Noni tetap semangat memandu kelompoknya.<br /><br />Malam itu memberi kesan bagiku karena merupakan pengalaman seks pertamaku di kota Padang. Tetapi kejadian malam itu masih mengandung tanda tanya besar. Bagaimana setelah berhubungan seks, Kak Noni tahu lokasi parit kecil dan jalan kembali menuju rute api unggun, padahal sebelumnya dia mengaku tersesat?<br /><br />Setelah malam itu aku berusaha mendekat ke Kak Noni dan ingin menjadikan dia pacarku, walaupun dia kakak kelasku dua tahun. Tetapi Kak Noni terasa menghindar. Hingga suatu kesempatan aku bertanya “mengapa malam itu terjadi?”. Kak Noni hanya menjawab, “kamu tidak melecehkan warna kulitku yang hitam”.<br /><br />Setelah itu kulihat Kak Noni akrab dan berpacaran dengan Kak Rizal hingga mereka lulus SMA. <br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-55520047532110409342009-04-24T23:30:00.000-07:002009-07-22T18:30:50.563-07:00Perawat yang BaikSiang itu, sepulang sekolah aku kembali ke rumah melalui jalur biasa. Tiba2 ada anak kecil berlari menyeberang jalan untuk mengambil bola. Sangat dekat denganku sehingga secara reflek aku membanting stir ke kiri untuk menghindari tabrakan. Ternyata di kiri malah ada batu dan terjatuhlah aku dari motor. Dada dan kakiku luka dan engsel siku tanganku lepas. Aku dibawa ke rumah sakit oleh penduduk.<br /><br />Aku berada di kamar khusus luka luar bersama dua orang pasien laki2. Di kamar ini pasien tidak perlu ditemani sehingga om, tante dan Rendi hanya datang sampai sore lalu pada malam harinya mereka pulang. Kedua pasien sekamarku sudah seminggu dan hampir sembuh. Mereka tampak akrab dengan perawat di rumah sakit yang ramah. Sayangnya mereka berdua hari ini dan besok sudah diperbolehkan pulang. Jadilah aku sendiri, tetapi tak berani berharap ada teman, itu namanya mendoakan ada yang celaka.<br /><br />Terbaring di rumah sakit memang tidak menyenangkan, semua serba susah. Tidur tidak bisa guling sana guling singi. Buang air kecil masih bisa, tetapi buang air besar harus dicebokin. Namun ada saat2 yang mengasyikkan, yaitu saat waktunya makan dan mandi. Karena kedua tanganku luka, maka aku disuapin. Siang aku disuapin oleh tante Ima, sedangkan pagi dan malam hari disuapin perawat. Untuk urusan mandi, karena tidak ada keluarga, dan tanganku masih luka, aku dimandiin waslap oleh perawat. Seluruh tubuhku di waslap.<br /><br />Hari kedua pagi, kembali aku harus dimandiin.<br />“Mandi ya”, kata suster wati sambil menutup tirai. Seperti biasa aku mencopot baju pasien dan menutupkannya ke selangkangan. <br /><br />Suster Wati membersihkan seluruh tubuhku dengan waslap, tapi berbeda dengan kemarin, dia agak lama saat membersihkan selangkangan dibalik baju pasien. Dia tersenyum iseng sambil meremas2 buah zakarku. Diremas2 begitu, penisku jadi ngaceng. Suster Wati tersenyum sambil menyentil penisku.<br />“Ih, gitu aja ngaceng. Dasar napsu besar”, katanya lalu menghentikan waslapnya dan segera memakaikan baju pasien kepadaku.<br /><br />Sore hari, dan hari berikutnya Suster Wati kembali mempermainkan penisku. Hari ketiga sudah ada pasien baru, tetapi suster Wati memilih memandikanku dan ada meminta suster lain yang memandikan pasien baru. Secara sembunyi2 Suster Wati kembali mempermainkan penisku sambil tersenyum iseng. Kami sama2 menikmatinya.<br /><br />Pada hari keempat, bukan suster Wati yang memandikanku. Suster ini tidak membersihkan selangkanganku, tetapi aku disuruh membersihkan sendiri, katanya tanganku sudah mulai sembuh dan perlu latihan. Hari kelima, juga bukan suster Wati yang memandikanku. Bahkan aku diminta untuk berlatih mandi sendiri di kamar mandi. Wah.. Aku jadi rindu suster Wati dan rinduku terbawa tidur.<br /><br />Tengah malam aku terjaga, rupanya dokterku datang dan memeriksa lukaku, dengan ditemani beberapa suster. Dia memuji perkembangan kesehatanku dan mengatakan kepada suster bahwa besok aku sudah boleh pulang dan kontrol setiap minggu.<br /><br />“Jadi besok dia sudah boleh pulang ya dok”, kata suster. Aku melotot, rasanya aku kenal suara suster ini. Saat kulihat ternyata suster Wati. Dia tersenyum.<br /><br />Lalu dokter dan suster2 itu berkeliling memeriksa pasien lainnya. Dan aku tertidur lagi.<br /><br />Beberapa jam kemudian aku terjaga lagi, ada suster datang mengecek tekanan darahku. Mungkin karena besok aku boleh pulang makanya aku diperiksa lagi. Setelah itu suster membuka bajuku untuk memeriksa dada dan perutku dengan stetoskopnya. Lalu suster memerosotkan celanaku untuk memeriksa… Astaga apa yang dilakukan. Aku terbangun dan terduduk. <br /><br />“Sudah, tiduran saja”, kata suster sambil tersenyum, yang ternyata Suster Wati. Aku tersenyum dan merebahkan kepalaku lagi.<br />“Kemana saja?”, aku bertanya<br />“Shift2an, gentian seminggu siang, seminggu malam, tengah2nya libur sehari setengah”, dia menjelaskan.<br />Suster Wati membelai dan memainkan penisku. Aku senang karena kerinduanku terobati, sehingga besok aku bisa pulang dengan puas.<br /><br />Ternyata suster Wati memberi kejutan, dia tidak hanya membelai dan meremas, tetapi juga mencium, menjilati dan mengemut penisku. Aku kaget, dia tersenyum dan mendorong kepalaku untuk rebah kembali. Aku menikmati. Tanganku mulai mencari2 sesuatu, dan mendapatkan belahan susunya.<br /><br />Suster Wati memutar tubuhnya, sehingga sambil tetap mengemut penisku, pinggulnya didekatkan kearah mukaku. Dan dia menyibakkan roknya. Aku senang dan menikmati pemandangan pantat dan celana dalam. Kubelai2 pantatnya dan celana dalamnya. Kucoba untuk menyingkap celana dalam sehingga aku bisa menyentuh vaginanya. Bulu jembutnya rimbun dan bibir vaginanya terasa tidak begitu tebal. Saat jariku menyusup kedalam bibir vaginanya, terasa itilnya juga kecil, sedangkan disekitar lubang vagina sudah basah.<br /><br />Dia memegang pundak memintaku untuk duduk dan turun dari kasur. Lalu dia mencopot celana dalamnya, berdiri didepanku, memegang penisku dan mengarahkan ke vaginanya. Perlahan penisku masuk kevaginanya, lalu tak lama kemudian kami sama2 menggenjot. Lalu aku duduk dikursi pengunjung dan kami melakukan seks sambil duduk. Disaat itu aku leluasa membuka kancing bajunya, menyingkap bh nya dan menciumi susunya yang mungil tapi padat dengan puting coklat yang cukup besar.<br /><br />Lalu kami ganti posisi, dimana suster wati nungging dan aku menyodoknya dari belakang. Saat sedang menikmati, tiba2 terdengar suara langkah. Suster wati segera menghentikan seks dan mendorongku kembali tidur, mengancingkan kembali bajunya. Saat ia masih mencari celana dalamnya, pintu dibuka dan teman susternya datang. Suster Wati membereskan alat2 seolah baru selesai memeriksaku.<br /><br />“Lama amat”, kata temannya.<br />“Iya, iya.. yuk”, suster Wati beranjak pergi bersama temannya, dan sepintas kudengar ia menitipkan alat2 ke temannya karena mau ketoilet sebentar. Aku menunggu, tetapi suster Wati tak kembali lagi.<br /><br />Siang itu aku dibolehkan pulang. Dan diantara tumpukan pakaianku, kuselipkan celana dalam suster wati yang ketinggalan. Kujadikan kenang2an atas perawatannya yang baik dan memuaskan.<br /><br />Beberapa bulan kemudian, saat menjenguk temanku sakit aku bertemu suster Wati lagi. Dia tersenyum. Saat kutanya temanku, dia bilang suster Wati sopan, tidak genit dan tidak suka digodain. Ah masa sih..<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-74537531282220521032009-04-24T23:25:00.000-07:002009-07-15T04:15:31.221-07:00Guru HiperNama panggilannya MD singkatan dari Mr Don plesetan untuk Don Yuan. Dia guru Sejarah kami. Dipanggil begitu karena matanya liar kalau melihat siswi2. Di luar kelas dia senang memandang siswi dan pandangannya sering ke arah dada dan kaki. Di dalam kelas dia sering berdiri menghampiri meja siswi, lalu matanya melirik kebawah mencoba melihat belahan dada si siswi. Atau duduk di depan dan mencari alasan untuk menunduk dan melihat paha2 siswi dikolong meja. Kalau memberi tugas atau ujian, dengan sengaja mendahulukan siswa agar segera keluar kelas, lalu berlama2 dengan siswi di dalam kelas. Biasanya siswi tercantik disisakan terakhir.<br /><br />”Barangkali istrinya kurang cantik”, aku coba memberikan alasan perilaku MD<br />“Justru istrinya putih dan tinggi, masih muda. Beda sama MD yang pendek dan rambutnya sudah mulai rontok. Mereka sudah menikah tiga tahun tapi belum punya anak”, kata temanku.<br /><br />Hari itu MD tidak memberikan pelajaran, anak2 senang. Guru lain datang menitipkan buku dari MD berisi bahan pelajaran untuk disalin atau difotocopy. Sepulang sekolah, sebagai ketua kelas, terpaksa aku ke rumahnya untuk mengantarkan absensi siswa dan buku PR anak2 sekelas untuk diperiksanya. Aku belum tahu rumahnya, tetapi tak ada teman yang bisa menemaniku. Akhirnya aku berputar2 sedikit menanyakan alamat rumahnya. Ternyata rumahnya lumayan jauh dan asri di daerah yang tenang.<br /><br />Seorang wanita tinggi putih membukakan pintu. Ini pasti istri MD, pikirku. Istrinya bilang bahwa MD belum pulang, biasanya sebentar lagi pulang dan aku dipersilahkan menunggu. Daripada bulak balik yang cukup jauh, lebih baik aku menunggunya pulang.<br /><br />Istri MD ramah dan menyajikan minuman buatku, lalu kami mengobrol sambil menunggu MD pulang. Suasana ruang tamunya membuatku risih. Ada kalender bergambar wanita berbikini, lalu patung wanita bugil, sedangkan di lemari buku agak dalam terlihat judul buku tentang pendidikan seks. Saat aku menumpang pipis ke kamar mandi, dinding kamar mandi berhias beberapa gambar wanita yang boleh dikata bugil karena pakaian dan bikininya transparan.<br /><br />“Bapak maniak perempuan ya Bu?”, aku memberanikan bertanya untuk mengungkap rasa penasaranku terhadap MD. Bu MD melihatku, kelihatannya dia ragu untuk menjawab.<br />“Ya, memang dia kelihatannya hiper”, katanya. “Di kamarnya gambarnya lebih vulgar lagi”.<br />“Masa sih?”, aku penasaran.<br /><br />Bu MD berdiri membuka pintu salah satu kamar. “Lihat saja sendiri”<br />Ternyata benar, di dinding kamarnya berhamparan gambar wanita bugil. Di dinding kamar mandi dalam, malahan gambar pria dan wanita sedang berhubungan seks. Lalu satu gambar close up penis sedang masuk ke vagina.<br />“Kok bisa dapat gambar seperti ini”, tanyaku<br />“Waktu dinas ke luar negeri, Bapak beli banyak buku porno”, jawab Bu MD<br /><br />“Wah, ibu beruntung dong, punya suami yang hiperseks”, kataku<br />“hipernya dia itu bikin ibu risih, karena kalau dijalan matanya melirik kesana kemari mencari wanita cantik. Memang sih, bapak sering mengajak ibu berhubungan seks. Kadang2 sehari bisa beberapa kali. Tetapi karena energinya habis untuk fantasi dan menghayal, pas berhubungan cuma sebentar. Tidak sampai sepuluh menit dia sudah keluar. Dia asyik dengan dunianya sendiri”, Bu MD menunjukkan rasa kesal. Aku kaget dia bercerita itu kepadaku, mungkin saking kesalnya dia mengeluarkan isi hatinya.<br /><br />“Jadi.. ibu belum pernah sampai orgasme?”, tanyaku hati2<br />“Belum”, jawabnya<br />“Kenapa tidak masturbasi saja?”, aku masih hati2 bertanya<br />“Iih ngapain? Mana enak..?”, katanya.<br /><br />“Boleh saya bantu masturbasi Bu?”. Aduh! Kenapa aku bertanya begitu.<br /><br />Bu MD melihatku. Dia berdiri dan berjalan kebelakang. Minum segelas air putih. Diam sejenak. Lalu kembali menemuiku. “Kalau kamu bisa, boleh..”, katanya pelan.<br /><br />Aku kaget tapi senang. Bu MD memang benar2 putih dan tinggi.<br />Aku berdiri menghampirinya.”Harus pemanasan dulu Bu”, kataku.<br />“Ya, Ibu tahu”, katanya pelan.<br /><br />Maka segera aku tuntun dia untuk merebahkan diri di lantai. Lalu mulai kulakukan pemanasan dengan mencium dan mempermainkan susu2nya. Dada dan susunya terlihat putih dengan puting merah muda. Saat kuhisap susunya, dia memejamkan mata. Saat itulah tanganku mulai bergerilya menyusup ke celana dalamnya, membelai sebentar lalu mencoba mencari itilnya. Bu MD menikmati sekali hisapan susu dan sentuhan itil. Cukup lama aku melakukan hal ini dan Bu MD mulai mendesah2.<br /><br />Akhirnya aku copot celana dalamnya dan terlihatlah vagina merah muda merekah, dengan itilnya yang juga merah muda. Setelah menikmati pemandangan itu, aku dekatkan kepalaku mencium vaginanya. Menjulurkan lidah untuk menjilati vagina dan lubang vaginanya yang mulai basah. “aahh..” Bu MD mengerang cukup keras. Lama juga kujilati lidahnya dan dia masih terus menikmati.<br /><br />“Ibu belum orgasme?”, aku bertanya. Dia menggelengkan kepalanya. Aku bingung.<br />“Tapi bapak sudah mau pulang”, aku takut bila terlalu lama Pak MD keburu pulang.<br />“Bapak pulangnya nanti sore, ada urusan ke departemen terus ke PGRI”, katanya sambil terengah2. Lho? Tadi pas aku datang disuruh nunggu karena sebentar lagi pak MD pulang, sekarang bilang masih lama. Jangan2 aku dijebak. Tapi peduli amat. Lagian penisku sudah ngaceng. Maka segera kucopot celana dan kuarahkan penis ke vagina Bu MD.<br /><br />Bless.. penisku masuk ke vaginanya. Tanpa basa basi langsung kugenjot. Ternyata Bu MD balas menggenjot. Dan tak berapa lama aku digulingkan lalu dia duduk diatasku. Bu MD sangat agresif dan menggoyangkan pinggulnya dengan liar. Penisku seperti diputar2. Aku tak bergerak, hanya tanganku meraba dan meremas susunya.<br /><br />“Aa.. aa.. aaahhh..”, Bu MD mengerang panjang menunjukkan bahwa dia sudah orgasme. Lalu tertelungkup diatasku. Segera kubalik dan kutindih tubuhnya, lalu kugenjot. Dengan sisa tenaga, bu MD coba menggoyangkan pinggul. Aku semakin terangsang dan mempercepat genjotan hingga maniku keluar. Ahh..<br />karena sudah lama tidak keluar, kurasakan maniku begitu kental dan banyak keluar di dalam vagina Bu MD. dan Bu MD mengangkat pinggulnya agar maniku tertumpah di ujung paling dalam lubang vaginanya.<br /><br />“Terimakasih Dik, akhirnya ibu bisa merasakan nikmatnya ejakulasi”, katanya lemas dan puas<br />“Sama-sama bu”, jawabku sambil terus menciumi leher dan terkadang susunya.<br /><br />Setelah membersihkan diri dan menitipkan absensi dan PR buat Pak MD, aku pamit pulang tanpa sempat bertemu Pak MD. Disepanjang perjalanan, aku kepikiran Bu MD. Kasihan dia, wanita yang hiper tetapi suaminya ejakulasi dini.<br /><br />Sesampai di rumah ada surat buatku dari Maman. Isinya menyampaikan bahwa istrinya sudah melahirkan, dan untuk mengingatku, ada suku kata Jar pada nama anaknya. Maksudku anakku! aku sudah punya anak!<br /><br />Aku jadi teringat Bu MD yang belum punya anak setelah tiga tahun menikah. Jangan-jangan…<br />Dan benar, beberapa bulan kemudian Pak MD dengan bangga mengumumkan bahwa istrinya hamil. Ada perubahan sikap pada Pak MD dimana matanya tidak liar lagi. Pada suatu kesempatan aku ke rumahnya lagi bersama temanku, di rumahnya sudah tidak ada gambar2 seronok wanita.<br /><br />Saat melahirkan kami berkunjung kerumahnya. Anaknya perempuan dan terlihat cantik. Pak MD membangga2kan karena akhirnya dia punya anak dan anaknya cantik. Kulihat Bu MD sedang menyiapkan minuman. Aku menghampiri untuk membantunya menyajikan minuman.<br /><br />“Selamat ya Bu, putrinya cantik sekali”, kataku.<br />Bu MD melihat sekeliling sebentar lalu berbisik, “itu anakmu”, katanya sambil tersenyum.<br />Ha?! Baru kelas 2 SMA aku sudah punya dua anak?!!..<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-340222595836488352009-04-24T23:15:00.000-07:002009-07-21T21:13:03.070-07:00Selingkuh Sekali SajaWaktu aku naik kelas 2 SMA, Rendi anak om lulus SMA dan meneruskan kuliah di sekolah komputer Jakarta. Rendi mengadakan acara perpisahan bernuansa alam, khusus dengan teman2 akrab gengnya yang dilakukan di luar kota. Om mengizinkan karena semua anggota gengnya adalah laki2. Untuk mengabadikan acara perpisahannya, Rendi berniat pinjam kamera bapaknya, tetapi karena hari ini masih dipakai, maka aku diminta untuk mengantarkannya besok.<br /><br />Karena besok aku ada acara disekolah, maka begitu Om selesai pakai kamera, sore itu aku segera mengantarkannya ke penginapan Rendi. Lamanya perjalanan sekitar satu setengah jam jadi perkiraan sampai sana jam enaman dan bisa segera pulang kembali, sehingga sebelum jam delapan sudah sampai rumah. <br /><br />Sesampai di penginapan aku diberi tahu nomor kamarnya Rendi. Sesampai di kamar Rendi, saat ngebel terdengar grendel dibuka dan suara perempuan “Masuk saja, sudah gak dikunci”<br />Ragu-ragu aku membuka pintu dan kulihat perempuan tanpa busana berjalan ke kamar mandi yang terbuka.<br />“Maaf, apakah ini kamarnya Rendi?”, aku bertanya.<br />Dari cermin kamar mandi kulihat perempuan sedang berendam di bathub dan kaget mendengar suaraku.<br />“Kamu siapa?!”, tanyanya agak keras.<br />“Saya adiknya Rendi. Ini kak Lisa ya?”, aku memperkenalkan diri dan menebak perempuan itu. Lisa adalah pacarnya Rendi. Aku pernah dua kali bertemu saat dibawa ke rumah om dan saat diminta Rendi mengantarkan bingkisan ke rumahnya.<br />“O, kamu Jar. Kata Rendi kamu datangnya besok. Bawa kamera kan? Simpan saja di meja”, kata Lisa. <br /><br />Aku menyimpan di meja lalu kembali ke pintu kamar mandi yang terbuka. Lisa kaget dan menenggelamkan tubuhnya ke dalam air di bathub, satu tangan menutupi vagina dan satu tangan menutupi kedua susunya.<br />“Kak Rendi kemana?”, tanyaku.<br />“Baru saja pergi. Jalan sama teman2 reuniannya mau api unggun diatas bukit. Tadi saya kira kamu itu Rendi yang balik lagi kesini, karena dompetnya ketinggalan. Tapi mungkin dia tidak butuh dompet, kalau ada apa2 bisa pinjam teman2nya.” Lisa menjelaskan.<br /><br />“Numpang pipis ya”, aku memang sudah dari tadi menahan ingin kencing. <br /><br />Tanpa menunggu izin aku segera membuka celana dan pipis di WC. Karena sempat melihat Lisa bugil dan berendam di bathub, penisku agak ngaceng. Dan karena WC dekat dengan posisi kepala Lisa, maka Lisa leluasa melihat penisku saat pipis. Pipisku cukup lama. Untuk membersihkan penis aku meminjam shower yang ada di bathub diatas kepala Lisa. Saat mengambil hampir menyentuh mukanya. Lisa bengong dan bingung melihat kecuekanku.<br /><br />Selesai pipis aku teringat pesan om,"Kata Om, kamera yang biasa yang ada di Kak Rendi disuruh bawa pulang, jadi tukaran, karena mau dipinjam temannya". Lisa tidak menjawab. Aku bertanya lagi, “ditaruh dimana ya?”, tanyaku. <br />Lisa masih belum menjawab, aku mendekatinya. Lisa kaget dan mempererat tutupan tangannya ke vagina dan susunya. “Dimana kameranya?”, tanyaku.<br />“Dimana ya.. aku cari dulu ya”, Lisa berdiri dari bathub dan segera mengambil handuk untuk menutupi tubuh bugilnya. Saat turun dari bathub masih basah, terpaksa dia mengeringkan tubuhnya dengan handuk itu. Dan terlihat jelaslah dua susu dan vaginanya. <br /><br />Lalu dia segera keluar kamar mandi mencari kamera, aku mengikuti dari belakang. Beberapa kali ia membungkuk, sehingga menyingkap vagina dibalik handuk. Dan membuatku semakin terangsang.<br />Saat ia membungkuk lagi untuk memeriksa tas koper Rendri aku mendekati dari belakang. “Ada nggak?”, tanyaku sambil menempelkan selangkanganku ke pantatnya. Lisa kaget, “nggak tahu tuh, sedang ku cari,” jawabnya, suaranya sedikit bergetar, mungkin agak gugup. <br />“Biasanya disimpan di koper ya?”, tanyaku asal2an sambil menggoyangkan selangkanganku dipantatnya. <br />“Iya.. eh .. nggak tahu.. mungkin..”, jawab Lisa makin gugup. Dia tidak berdiri dari nunggingnya dan gerakan tangannya asal2an mencari kamera di dalam tas.<br /><br />Aku memelorotkan celanaku sehingga penisku yang ngaceng bisa keluar. Lalu segera kutempelkan penis ngacengku ke vagina Lisa. Lisa tersentak, dia menghentikan mencari kamera di tas koper, posisinya masih tetap membungkuk, dan diam menunggu. Aku tak mau dia keburu sadar dan berubah pikiran, maka segera kuarahkan penisku ke vaginanya yang ternyata juga sudah basah. Lalu.. bless.. perlahan tapi pasti penisku masuk hingga ke ujung dalam vaginanya. “hhh…”, Lisa menarik napas kaget. Dia tetap diam menungging. Aku tarik pelan2 penisku keluar dari vaginanya, lalu kudorong lagi pelan2 masuk lagi ke vaginanya. “hhh..”, lagi2 Lisa menarik napas. <br /><br />Kali ini kucabut dan kumasukkan penisku dengan lebih cepat. Tiba2 Lisa berdiri. Nah lo, aku kaget dan menunggu reaksinya. Ternyata dia memelukku dan menciumku. Lalu menyeretku ke tepi kasur. Sambil tetap memeluk dan menciumku Lisa duduk, melepas dan melempar handuknya, lalu merebahkan diri. Wow, tubuh putih yang padat walaupun perawakannya tidak tinggi. Dua susunya seimbang dengan tubuhnya dan vaginanya sudah mulai dilebati bulu jembut yang menyembunyikan bibir vagina yang cukup tebal.<br /><br />Aku tidak menyianyakan tawarannya, segera kucopot seluruh pakaianku. kunikmati dan kuciumi bibir, susu dan vaginanya. Lalu tanpa banyak kata aku merangkak diatas tubuhnya, dan menekan penisku masuk ke vaginanya. Bersama kami saling menggenjot, bergulingan, bergantian diatas dan dibawah. Lisa bergerak sangat aktif seperti keranjingan. Sampai akhirnya dia memuncak dan terkulai lemas diatas tubuhku. Kubalikkan dia terlentang dan karena belum keluar aku meneruskan genjotanku.<br /><br />Lisa menahan genjotanku dan mendorong sehingga penisku tercabut. Lalu dia beranjak mengambil handuk untuk menutup tubuh dan sambil tertunduk kembali ke kamar mandi dan menutup pintu. Aku menyusul dan mengetuk pintu, Lisa tidak menyahut. Kudorong pintunya, ternyata tidak terkunci, dan kulihat Lisa kembali berendam di bathub. Aku menghampiri dan jongkok dipinggir bathub. Kugenggam tangannya, “Maaf..”. Lisa masih acuh dan masih asyik membilas tubuhnya. <br /><br />Melihatnya diam seribu basa, aku berdiri meninggalkannya.<br />“Jar”, Lisa memanggilku. Aku berbalik. Dia berdiri dan menghampiriku. Lalu memelukku erat. Lama dia memelukku, aku berusaha melepaskan tapi dia tetap memelukku. <br /><br />Lalu Lisa menatapku dengan mata berlinang. “Aku selingkuh. Aku takut Rendi tahu”, katanya.<br />“Cuma kita yang tahu, dan aku tidak akan kasih tahu”, kataku mencoba menenangkannya.<br />“Janji?”, tanyanya. “Janji”, jawabku sambil mengangkat tangan kanan. Lalu Lisa memeluk erat. “Terimakasih”, katanya sambil melepas pelukannya. <br />“Aku ambilkan minum ya..”, kataku lalu menuangkan aqua ke gelas dan kami sama2 minum.<br /><br />Setelah tenang, Lisa nyeletuk, “Kamu tadi belum keluar ya?”.<br />“Iya, tapi nggak apa-apa”, kataku, karena memang penisku sudah tidak tegang lagi. <br />Lisa menghampiriku. “Kasihan..”, katanya sambil mengelus2 penisku. Aku diam saja, Lisa terus membelai2 penisku sambil tersenyum. Aku merespon dengan membelai dan meremas susunya. Lisa terus membelai penisku. Aku mulai membelai vagina dan mencari itilnya. Lama2 penisku ngaceng juga. <br /><br />Lisa mengajakku ke bathub, kami berdua masuk dan melakukan hubungan seks di bathub itu. Berduaan di bathub memang sedikit sempit tapi masih bisa melakukan manuver-manuver seks. Sekali2 aku diatas, gantian Lisa diatas atau sambil duduk di bathub.<br />“Aku mau keluar”, kataku dan Lisa mempercepat goyangannya. Lisa memuncak dan meregang duluan dan hampir bersamaan akupun memuncak. Segera kucabut penisku dari vaginanya dan mengeluarkan mani diluar. Terlihatlah maniku terapung2 di air bathub itu. <br /><br />“Impas, nggak ada hutang lagi”, kata Lisa tersenyum. Maksudnya bukan hanya dia yang sampai puncak, tapi aku juga sampai puncak.<br /><br />Istirahat sebentar, kami mandi bersama di shower. Karena sudah malam, aku pamit pulang.<br />“Janji ya”, kata Lisa sambil mengangkat tangannya.<br />“Janji”, aku juga mengangkat tangan dan meyakinkan bahwa aku akan merahasiakan perselingkuhan ini.<br /><br />Rendi kuliah di Jakarta dan setahun berikutnya Lisa juga kuliah di Jakarta. Selama itu beberapa kali aku bertemu Lisa, tetapi dia menahan diri untuk tidak berselingkuh. <br />“Cukup sekali dan satu2nya”, kata Lisa padaku.<br />“kayaknya dua kali deh”, kataku. Lisa memandangku dengan rasa heran, karena dia merasa hanya sekali berselingkuh.<br />“Satu kali selingkuh tapi dua kali keluar. Ha ha ha..”, aku meledeknya. Dia hanya tersenyum cuek.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-29360429169634874132009-04-24T23:00:00.000-07:002009-07-16T02:07:43.076-07:00Senjata Makan TuanSaat belajar bersama, temanku bercerita bahwa di sekolah kami ada tiga siswi yang menamakan diri sebagai geng tiga bidadari. Mereka kakak kelas kami, anak orang yang cukup kaya dan berparas cantik2. Cuma sering iseng. Ada isu bahwa sudah ada 2 cowok yang dikerjain disuruh menari striptis hingga telanjang dihadapan tiga bidadari itu. Aku memang sering melihat mereka, masing2 kesekolah diantar mobil yang lumayan mewah utk ukran kami, BMW kecil, baby benz dan Honda accord. Aku juga sejak setahun lalu kenal dengan salah satu dari mereka, Dian, karena sama2 aktif di mading (majalah dinding) disekolah.<br /><br />Sabtu siang sepulang sekolah adalah saat mengisi mading untuk ditampilkan mulai senin-sabtu minggu depan. Siapa yang punya karya bisa menempelkan karyanya di mading, bila tidak cukup maka akan diseleksi dan sisanya dipasang minggu depan. Sabtu itu aku punya karya karikatur yang ingin dipasang di mading. Ternyata sabtu itu Dian juga sedang punya karya puisi yang ingin dipasang di mading.<br /><br />“Wah lapar juga ya”, kataku seusai memasang mading.<br />“Makan bareng yuk”, kata Dian. Kami senang, sebagian dari kami makan ditraktir Dian, sebagian pulang.<br />“Harusnya dia yang nraktir, kan dia ulang tahun”, kata temanku sambil menunjukku. Memang hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke tujuhbelas.<br />“Ditalangin Kak Dian saja. Aku kan lagi tongpes (kantong kempes)”, kataku.<br /><br />Kami makan bersama di rumah makan (padang) dan mumpung ditraktir, kami melahap banyak lauk. Sambil makan, kuperhatikan Dian memang cantik dan berbeda dengan teman2 lain. Kulitnya bersih kuning langsat dan mukanya segar dan cerah. Mungkin karena tidak pernah kena polusi, makannya sehat dan lain-lain, khas anak orang kaya. Selesai makan kami tak lupa mengucapkan terimakasih kepada Kak Dian lalu berpamitan dan berpencar.<br /><br />“Jar sini sebentar”, Kak Dian memanggil. Aku menghampiri.<br />“Aku ada kado buat teman2 yang berulang tahun. Kamu kan temanku juga. Nanti sore ambil dirumahku ya.. Jam tujuhan saja, soalnya aku mau belanja dulu.”, kata Dian. Aku mengangguk dan menanyakan alamatnya.<br /><br />Karena takut nyasar saat mencari alamat, aku berangkat agak sore. Ternyata alamatnya mudah, dan rumahnya mewah sekali. Belum jam tujuh sudah sampai dan karena kulihat mobil Dian sudah ada di garasi, aku langsung menuju rumahnya. Yang membuka gerbang adalah bibinya, dan oleh bibi aku ditunjukkan bangunan pavilion disamping rumah utama. Katanya mereka sudah datang duluan. Mereka?<br /><br />Dipintu pavilion Dian menyambutku, dan didalam pavilion itu telah ada teman Dian di geng tiga bidadari, yaitu Saras dan Aida. Saras sedang mempersiapkan makanan di meja, sedang Aida sedang menuangkan gula ke dalam minuman.<br /><br />“Ini markas kami. Kita mau merayakan ulang tahun kamu”, kata Dian sambil memperkenalkan kedua temannya. Dalam hati aku bertanya, mengapa ultahku harus dirayakan mereka?<br />Akhirnya kami mengobrol lalu makan bersama. Masakannya enak, karena beli di restoran.<br />“Ini masakan jepang. Selesai makan nanti kita minum ocha, teh jepang, bagus buat tubuh.”, kata Dian.<br /><br />Saat makan aku permisi ke toilet yang letaknya dekat dapur. Didapur kulihat teh jepang, sepintas hanya ada satu sachet gula yang terpakai, berarti yang lainnya belum diberi gula. Kulihat masih ada beberapa sachet gula di dusnya, kelihatannya gula impor jepang karena semua tulisan jepang. Maka kutambahkan gula untuk ketiga cangkir teh lainnya, dan supaya rapi seluruh kertas sachet gula itu kubuang ketempat sampah.<br /><br />Seusai makan, “Saatnya minum teh jepang, harus habis satu cangkir”, kata Aida sambil menuju kedapur mengambil keempat cangkir teh jepang. Lalu kami bersulang untuk ulang tahunku dan minum teh jepang itu sampai habis. <br /><br />Selesai minum kami ngobrol lagi sambil diiringi musik santai. Tapi arah pembicaraan mulai melenceng ke arah2 porno. Entah kenapa aku cepat sekali terangsang.<br />“Panas ya, coba buka baju kamu”, kata Saras memegang kerah bajuku. Aku tidak merasa panas, tapi aku mengikutinya untuk membuka baju.<br />Saras membelai2 dadaku. “wo..”, kata Dian dan Aida. Aku yang sudah terangsang balas membelai2 dada Saras. “wo..”, Dian dan Aida tertawa2. <br />“Gantian dong”, kata Dian lalu menghampiriku. Dian membelai dadaku dan akupun membelai dadanya. Lalu gantian Aida membelai dadaku dan aku membelai dadanya.<br /><br />Berikutnya saras mencoba membuka celanaku. Aku menghampiri Dian dan Aida, mencium mereka bergantian dan membuka baju mereka, sehingga terlihatlah bh mereka. Bh anak orang kaya memang berbeda dengan bh biasa. Tapi karena sama2 menutupi maka kusingkap kedua bh itu sehingga terlihatlah susu Dian dan susu Aida. Lalu Dian dan Aida mencopot sendiri bh nya sehingga mereka bertelanjang dada sepertiku. Aku meremas2 keempat susu itu.<br /><br />Saras berhasil melepas celanaku hingga aku bugil dan mendapatkan penisku sudah ngaceng. Dia senang dan memanggil Dian dan Aida untuk bersama2 memegang dan memainkan penisku.<br /><br />“Bugil semua dong..”kataku. Dan mereka satu persatu mencopot pakaian sehingga kami berempat dalam keadaan bugil. Aku heran mengapa mereka mau, tapi aku tak peduli karena aku merasa sangat terangsang.<br /> <br />Kami menuju kasur dan diatas kasur itu kami bergumul. Secara bergantian kuciumi bibir mereka bertiga. Secara bergantian kucium dan kuhisap susu mereka bertiga. Secara bergantian kucium dan kujilati vagina mereka bertiga. Kulit mereka semua mulus2 dan bersih. Susu dan vagina mereka bagai buah beraneka warna yang sedang ranum.<br /><br />Sambil mencium Dian, aku mengarahkan penisku ke Saras. Dan blessss… pelan2 penisku masuk ke vagina sarah. “Auw”, sarah menjerit kecil. Lalu kugenjot pelan-pelan. Kulihat penisku yang sedang keluar masuk vagina Saras. Ada darah, Saras masih perawan. Saat sedang menggenjot Saras, Aida merebahkan diri dan minta digenjot juga. Aku mencabut penisku dari vagina saras, lalu kubersihkan darah perawannya menggunakan celana dalam Saras.<br /><br />Lalu aku menuju ke Aida dan mengarahkan penis ke vaginanya. Blesss.. pelan2 penisku masuh ke vagina Aida. "ohh..", Aida memejamkan matanya. Kali ini tidak terlalu dalam ujung penisku sudah menyentuh dasar vaginanya, mentok. Lalu kuayun perlahan. Aku penasaran, maka kulihat lagi penisku yang keluar masuk vagina Aida. Ternyata ada darah lagi. Berarti Aida juga perawan. Cukup lama aku menggenjot Aida, Saras sudah minta lagi.<br />“Gantian, Dian belum”, kataku. Sebelum ke Dian, aku membersihkan darah di penisku menggunakan celana dalam Aida.<br /><br />Lalu aku menuju Dian yang sudah terlentang menanti. Blesss.. untuk ketiga kalinya penisku masuk perlahan ke vagina. "mmphh..", Dian menggigit bibirnya merasakan sakit tapi nikmat. Aku menggenjot perlahan dan kulihat ada darah lagi menempel dipenisku. Ketiga bidadari ini masih perawan.<br />Saras menagih untuk digenjot lagi. Kubersihkan dulu darah dipenisku menggunakan celana dalam Dian. Jadi ada tiga celana dalam, masing-masing dengan darah perawan pemiliknya. Darah perawan Dian lebih terang dan lebih kental, yang lainnya. Sedangkan darah perawan Aida paling banyak.<br /><br />Malam itu aku berhubungan seks dengan tiga bidadari diatas kasur yang empuk. Kami terus mengenjot dan bergoyang, cukup lama. Aku heran aku bisa sekuat ini. Mereka seperti berebut bergantian memasukkan penisku kevaginanya. Aku sudah tak tahu lagi punya siapa yang sedang aku coblos. Sampai akhirnya Saras bersikeras tidak mau diganti, menggoyang dengan kencang dan mencapai puncak. Lalu gantian Dian. lalu Aida. Lalu aku, karena tak ingin mereka hamil, kukeluarkan maniku dan kubagi di perut mereka. Kami berempat mencapai puncak kenikmatan dan terkulai lemas, lalu tertidur. Lelap.<br /><br />Aku terbangun karena mendengar suara. Rupanya bibi mengecek dan melihat motorku masih ada, dia segera kembali ke rumah utama. Aku bangun dari kasur, minum segelas air putih dan masih tak percaya dengan apa yang kulihat. Tiga bidadari tidur bugil dikasur itu bersamaku. Aku juga melihat tiga celana dalam yang ada darahnya. Aku terus berpikir kenapa ini bisa terjadi, kenapa mereka mau berbugil dan bahkan menyerahkan keperawanannya. Apakah pengaruh teh jepang, atau…<br />Aha, aku menduga ini gara2 gula yang berbahasa jepang itu. Kuhampiri dapur, kulihat masih ada dua sachet ‘gula’ lalu kutuangkan ke dalam kendi air putih. Lalu memakai celana pendek dan duduk menikmati tiga tubuh mulus.<br /><br />Dian terjaga dan kaget melihatku. Dia lebih kaget karena melihat dirinya bugil. Secara reflek dia menutup tubuhnya dengan seprei mengambil pakaiannya dan menuju kamar mandi. Belum sampai kamar mandi dia berhenti dan kembali kepadaku. Dia menunjukkan celana dalamnya yang ada darah. Lalu dia mencari celana dalam Aida dan Saras dan melihat ada darah juga di kedua celana dalam itu.<br /><br />Dian segera membangunkan kedua temannya. Keduanya juga kaget dan saat Dian menunjukkan celana dalam yang ada darah perawan, mereka bertiga duduk tertunduk. “Kok bisa?”, mereka saling berbisik.<br />Mereka melihat ke dapur, lalu segera menuju dapur bertiga. Setelah melihat kantong ‘gula’ jepangnya kosong, mereka menghela napas panjang. Lalu menghampiriku dimeja makan dan duduk bersama.<br /><br />“Kamu menumpahkan ini ke teh kami ya?”, Dian bertanya. Aku mengangguk. Aida marah dan henda menghardikku tapi di tahan oleh Dian. <br />“Salah kamu juga Aida, menyimpan obat perangsang sembarangan”, kata Dian. Oo, jadi gula itu adalah obat perangsang. <br />“Maaf”, kata Aida tertunduk<br />“Terus kita gimana?”, tanya Saras.<br />“Salahmu juga Saras, yang punya ide untuk mengundang cowok ini untuk kita kerjain striptis”, kata Dian<br />“Maaf”, kata Saras tertunduk<br />“Aku juga salah, karena mentang2 papa mama tidak ada aku gunakan kesempatan ini di pavilion. Kita semua salah”, kata Dian.<br /><br />Mereka semua terdiam, bingung, resah. Sambil memegangi selangkangan masing2 yang kini terasa sakit, karena baru pertama kali berhubungan seks. Aku berdiri mengambil gelas, lalu kutuangkan air putih dari kendi untuk menenangkan mereka. “Minum dulu biar tenang”, kataku. Mereka minum. Tak berapa lama kemudian kulihat mata mereka menatapku dengan degup jantung yang meningkat. Oo, aku lupa kalau air putih itu sudah kuberi obat perangsang. Mereka bergairah lagi.<br /><br />“Tadi malam kita berhubungan seks ya. Kayaknya enak banget tuh, kerasa keluar masuk kontol ke memekku,” Saras mulai berkicau. Lalu yang lain berkicau. Dan akhirnya melepas kembali sprei, selimut dan kain yang menutupi tubuhnya sehingga bugil lagi. Lalu menghampiriku dan memerosotkan celana pendekku. Dielus2 bertiga, penisku segera ngaceng karena memang dari tadi juga terangsang melihat tubuh bugil mereka.<br /><br />Kami kembali kekasur. Dan dikasur itu untuk kedua kalinya aku rakus menghisapi tiga pasang susu segar dan untuk kedua kalinya menggenjot penisku memasuki tiga vagina ranum. Kalau sebelumnya aku setengah sadar karena obat perangsang, kali ini aku sadar sepenuhnya dan benar2 menikmati persetubuhan berempat ini. Aku yang tadinya mau dikerjain untuk striptis, malah berbalik mengerjain mereka, walaupun tidak sengaja. Senjata makan tuan. <br /><br />Sambil terus menggenjot salah satu bidadari, aku tak habis2nya mengagumi keindahan ketiga bidadari ini. Aku merasa mendapat rejeki nomplok. Kali ini aku tidak tahan, baru Saras dan Aida yang mencapai puncak. Saat menggenjot Dian, aku sudah muncrat. Untung aku sempat mencabut penisku dari dalam vagina Dian dan mengeluarkan maninya di wajah Saras dan Aida yang sudah terlelap. Sementara kulihat Dian masih menggoyang2kan pinggulnya. Dengan sisa ngaceng, penisku kumasukkan kembali ke vagina Dian, dan tak lama Dian pun mengerang panjang. "Mmmmmhhhhh...". Kami mencapai puncak semuanya, lalu tertidur lagi. <br /><br />Aku terbangun oleh kokok ayam. Dian juga terbangun. Dia benar2 kaget dan bingung. Lalu menghampiriku, “sebaiknya kamu pulang saja”.<br /><br />Aku pulang dan tak tahu apa yang terjadi diantara mereka bertiga saat terbangun. Sampai di rumah terpaksa aku beralasan kepada om bahwa aku melanjutkan pemasangan mading dan tertidur di sekolah. Om mencium mulutku, ternyata tidak ada bau alkohol. Untung om tidak mencium celanaku, karena bau mani dan cairan vagina..<br /><br />Di sekolah tiga bidadari itu terlihat jalan sendiri2. Orang2 heran melihat mereka tidak kompak. Tetapi tidak sampai sebulan, mereka telah terlihat kompak lagi. hingga mereka lulus dan melanjutkan kuliah. Aida kuliah di Jakarta, Saras di Singapura dan Dian di Australia. Sebelum pergi merantau kuliah, Saras sempat sekali mengajakku ke hotel dan kami berhubungan seks. Katanya waktu itu dia tidak sadar, dan sekarang dia ingin merasakan orang yang telah memerawani dia secara sadar. <br />Ada-ada saja, tapi aku tidak keberatan.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-30016426553395028122009-04-24T21:50:00.000-07:002009-07-17T08:58:52.210-07:00Foto BugilGuru Biologi memberi kami tugas untuk menangkap kodok, mencari kepompong, menangkap kupu2 atau memotret lima jenis kupu2. Setelah bagi tugas, aku kebagian memotret kupu2. Langsung saja kupinjam kamera om dan kebetulan om punya lensa yang bagus yang bisa memperbesar seperti teropong.<br /><br />Aku baru bisa memotret dua jenis kupu2. Itupun belum tahu hasilnya karena filmnya belum di cuci cetak. Temanku memberi saran untuk ke bukit karena disana banyak jenis serangga dan mungkin ada kupu2 juga. Aku diantar ke bukit itu, tetapi temanku tak mau ikut2 naik bukit, capek katanya. Maka aku berkelana di bukit itu mencari kupu2, sementara temanku menunggu di warung.<br /><br />Aku sudah dapat lagi dua kupu2 yang warnanya berbeda, tinggal satu lagi. Di kejauhan kulihat ada dua sejoli berjalan2 juga di bukit itu. Hmm romantic sekali. Aku foto mereka menggunakan lensa close up. Cowoknya ganteng dan ceweknya cantik. Dua2 anya bertubuh atletis. <br /><br />Aku meneruskan mencari kupu2. Tak juga dapat kupu2 ke lima, aku melihat dua sejoli itu bermesraan, berciuman. Eh, tangannya meraba2 dada perempuan, sedang yang perempuan meraba2 celana laki2. Asyiik juga nih, nonton dulu. Kuarahkan kembali kamera untuk memotret mereka. Wah ternyata mereka mulai mencopot kaos sehingga bertelanjang dada. Makin seru nih..<br /><br />Karena agak tertutup pohon, aku mencari tempat yang bisa lebih jelas melihat mereka. <br />Terjadilah adegan berikutnya. Mereka bugil, saling mencium dada dan alat kelamin, lalu berhubungan seks. Mereka menikmati berhubungan seks di udara terbuka di bukit. Sementara aku terus memotret adegan demi adegan. Lensa kamera om canggih juga, sehingga aku bisa mengcloseup susu si cewek serta dengan jelas close up penis si cowok yang sedang menancap di vagina cewek. Penisku ikut ngaceng melihat adegan itu.<br /><br />Saat sedang asyik nonton dan memotret, lewatlah seekor kupu2. Aku jadi ingat tugasku. Kelihatannya berbeda dengan kupu2 sebelumnya, maka kuikuti kupu2 itu dan kucoba foto. Dia bergerak terus, dan baru saat hinggap di daun, dari jarak jauh aku langsung mengarahkan lensa kamera ke arahnya. Akhirnya aku dapat foto dari lima ekor kupu2.<br /><br />Selesai memotret kupu2 aku ingat lagi pasangan yang sedang mesum, tapi aku tidak melihatnya lagi, kelihatannya mereka sudah selesai. Aku kembali ke temanku diwarung. Dari atas bukit aku sempat melihat sepasang kekasih itu naik kedalam mobil. Kupasang lagi kamera dan kufoto mobil itu, dan aku dapat nomor mobilnya.<br /><br />Karena ada foto2 mesum diantara foto kupu2, malam hari aku ke rumah teman yang punya toko cuci cetak film. Temanku bilang bahwa tokonya sudah tutup, aku minta dispensasi karena harus dikumpulkan besok, dan agar tidak merepotkan, biar aku kerjakan sendiri. Temanku setuju dan dia hanya membantuku membuka toko dan menyalakan mesin cuci cetak. Aku pernah dikasih tahu cara cuci cetak, sangat praktis, tapi aku tanyakan untuk memastikan. Lalu aku mencuci cetak dan tak lupa ucapkan terimakasih sambil membayar ongkos.<br /><br />Di kamar aku memperhatikan dengan kagum hasil foto2ku, baik foto kupu2 maupun foto2 mesum. Aku tak kenal yang laki2 dan yang perempuan yang berbuat mesum itu. Agar tak ketahuan, aku menyimpan foto2 mesum itu dalam koperku yang kukunci. <br /><br />Karena foto kupu2ku yang dinilai bagus, aku sering diminta untuk menjadi juru foto sekolah. Tentu saja aku sanggupi asal dipinjami kamera om. Sebulan kemudian, saat porseni antar sekolah, aku juga kebagian tugas memotret aktivitas sekolahku di porseni. Saat meliput pertandingan basket putri, aku melihat salah satu pemain lawan mirip dengan perempuan yang di foto mesum. <br /><br />Mumpung bawa kamera, segera aku foto dia. Tanya punya tanya ternyata namanya Eva salah satu tim basket putri dari SMA swasta terkenal di Padang,. Aku menyempatkan diri menyapa dan berkenalan dengannya dan sekali lagi mengambil foto bersama tim SMA nya dan SMA ku. Salah satu foto kumanfaatkan lensa untuk mengclosup wajah Eva.<br /><br />Setelah aku cuci cetak, aku bandingkan foto Eva dan foto wanita yang ada di foto mesumku. Menurutku orangnya sama. Waktu membagi2kan foto kepada pemain, khusus untuk Eva kusisipkan juga foto muda-mudi, yang menurutku adalah Eva, sewaktu sedang jalan berdua di bukit.<br />Beberapa hari kemudian saat pulang sekolah, temanku mencariku dan memberitahu ada cewek cakep menungguku di dekat pintu pagar sekolah. Aku kesana dan ternyata Eva.<br /><br />“Bisa ngobrol sebentar?”, tanyanya. Aku mengikutinya. Dia mengajakku minum di kantin dekat sekolah.<br />“Kamu dapat foto ini dari mana?”, tanyanya.<br />“Aku yang motret. Itu kamu ya?”, aku balik bertanya.<br />“Iya. Aku dan pacarku”, katanya. Ia meminum jusnya dan menatapku tajam, memperhatikan kedua mataku.<br />“Sekarang pacarnya dimana?”, aku belagak bloon.<br />“Masih kuliah di Surabaya. Foto itu waktu kampusnya lagi libur”, Eva menjawab.<br />“Kamu motret kejadian berikutnya?”, tanyanya menyelidik.<br />“Iya”, jawabku. “Mati dah aku”, Eva menepuk jidatnya sendiri.<br />“Terus kamu sebarin kemana2 ya?”, tanyanya agak geram.<br />“Nggak, nggak ada yang tahu”, jawabku<br />“Waktu cuci cetak kan pasti ada yang tahu”, katanya<br />“Aku cuci cetak sendiri di toko teman”, aku mencoba menenangkannya.<br />“Terus foto2 itu dimana sekarang?”, dia agak lega tapi masih khawatir<br />“Di koperku. Terkunci”, kataku<br />“Kalau gitu aku mau ambil,” katanya sambil berdiri.<br /><br />Aku membawanya ke rumah om. Di rumah ada bibi yang hanya menyuci dan menyetrika. Aku persilahkan Eva untuk menunggu dan bibi menjamu minuman. Lalu kubawa koperku ke ruang tamu dan kubuka didepannya dan kutunjukkan foto2 mesum Eva dan pacarnya. Eva segera mengambil seluruh foto, memasukkan ke tasnya dan beranjak pergi.<br /><br />Besoknya Eva menungguku lagi didepan gerbang. Teman2 bersiul menggoda kami yang berjalan menuju kantin.<br />“Minta klisenya biar tidak kamu cetak lagi”, katanya. Lalu kami kerumahku dan kuberikan klisenya, walaupun harus kugunting2 karena campur dengan foto kupu2.<br /><br />Dua bulan berlalu. Dia muncul lagi di gerbang sekolah dan minta aku bantu dia untuk buat foto. Kami pulang meminjam kamera om dan setelah diizinkan aku kembali naik motor untuk mengikuti mobilnya. Tapi dia suruh aku jalan bersama naik mobilnya. Setelah membeli beberapa rol film kami melaju ke luar kota kearah Bukittinggi di tepi danau. Menuju sebuah rumah yang katanya milik orang tua Eva dan dia minta tolong aku memasukkan koper dimobilnya ke dalam rumah. Isinya penuh dengan baju<br /><br />“Memangnya kamu mau nginap disini?”, tanyaku<br />“Aku mau difoto pake baju2 ini”, jawabnya.<br />Disana Eva minta di foto dengan pemandangan alam danau dan sekitarnya. Lalu kami beristirahat di rumah itu sebentar.<br /><br />“Nah sekarang fotonya pake baju yang lain”, katanya, dan langsung ganti baju didepanku. Walaupun proses ganti bajunya cukup cepat, tapi aku sempat melihat tubuhnya atletisnya yang hanya tertutup bh dan celana dalam.<br /><br />Lalu kami berfoto lagi, dan Eva ganti baju lagi dan berpoto lagi dan ganti baju lagi dan berfoto lagi. Setiap ganti baju aku melihat tubuh atletisnya. Aku menyempatkan memotretnya saat ganti baju. Bahkan diganti baju yang terakhir, Eva juga mengganti bh dan celana dalamnya karena keringat. Aku juga sempat memotretnya saat bugil ganti baju, walaupun dia membelakangiku.<br /><br />Selesai memotret kami makan dulu di lapau, lalu kembali ke rumah di pinggir danau.<br />“Kamu tadi motret aku waktu ganti baju ya?” tanyanya dan aku iyakan.<br />Eva bercerita tentang foto mesum dirinya dan pacarnya yang dulu kupotret. Foto dan klisenya sudah dibakar<br />Tapi dia kepikiran untuk difoto bugil yang bagus, karena foto mesum yang jarak jauh itu agak goyang dan tidak fokus.<br /><br />“Bagaimana menurut kamu?” ia memandangku.<br />“Memangnya di Padang ada tukang potret professional yang khusus foto bugil. Setahuku di Eropa baru ada”, kataku.<br />Eva memandangku.<br />“Itu juga untuk ditampilkan di majalah porno. Kalau di Indonesia mah belum ada. Paling2 foto pakai baju minim”, kataku lagi.<br />Eva memandangku tajam.<br /><br />Karena ditatap dengan tajam, aku menjadi kikuk, “kenapa?” tanyaku.<br />“Kamu yang motret”, katanya. Apa? Eva minta aku motret dia bugil.<br />“Kamu bercanda”, kataku.<br />“Aku serius!”, katanya agak keras. “Di kamar sini saja. Kasurnya bagus, jendelanya menghadap danau”, katanya sambil mengajakku. Aku mengikutinya. Dia memandangku lagi, Aku tidak bergerak.<br /><br />“Ayo ambil kameranya”, katanya, Aku segera mengambil kamera, dan saat kembali kekamarnya.. Eva sudah bugil. Aku berhenti dan terpana.<br />“Posenya bagaimana?”, dia duduk ditepi ranjang.<br />“Coba macam2 pose saja”, kataku asal2an karena tidak punya pengalaman foto nudis.<br /><br />Akhirnya aku memotretnya dengan berbagai pose duduk dan berdiri di berbagai lokasi di dalam kamar dan rumah itu. Tubuhnya benar sintal, kenyal, padat dan perawakannya atletis. Kakiknya panjang, pundaknya agak lebar dan lehernya jenjang. Lalu Eva menuju ranjang dan tiduran dikasur. Aku memotretnya dan menyempatkan untuk close up susu dan vaginanya. Susunya kecil dan bibir vaginanya tidak tebal ditutupi bulu2 halus.<br /><br />“Kayaknya susunya kurang menantang”, kataku.<br />“Terus gimana dong”, katanya. Aku menghampirinya dan memegang susunya. Eva menampik tanganku.<br />“Putingnya harus tegang menantang. Ini mah lembek”, kataku. Eva diam menatapku. Aku ulurkan lagi tanganku ke susunya dan didiamkannya. Akhirnya kumainkan dan kuplintir susu Eva sehingga ia sedikit terangsang dan puting susunya mulai tegak menantang. Lalu kupotret kembali.<br /><br />Saat memotret vaginanya, kubilang juga bahwa vaginanya kurang menantang. Eva menolak. Walaupun kubujuk dia tetap menolak.<br />“Oke deh, kita akhiri sesi fotonya”, kataku. Lalu Eva berpakaian kembali.<br /><br />Aku pergi ketepi danau bermain air. Tak lama Eva menyusul bermain air di danau. Aku menyiramnya dan dia balas menyiramku. Akhirnya kami sama2 basah kuyup. Saat kembali ke rumah, Eva berganti baju, sedangkan aku tidak membawa baju ganti. <br />Eva tertawa, “Jemur dulu pakaianmu. Lumayan diangin2 bisa kering”<br />“Tapi aku tidak bawa baju ganti. Pinjam dulu bajumu”, kataku<br />“Enak saja. Bugil dong.”, Eva tertawa senang.<br />“Ayo bugil. Gantian aku yang lihat kamu bugil”, Eva terus tertawa meledekku.<br /><br />Akhirnya aku bugil dan menjemur pakaianku. Eva segera mengambil kamera dan memotretku sedang bugil. Tapi dia tampak kebingungan karena tidak tahu cara menggunakan kamera canggih itu. Gantian aku yang tertawa. Dan walaupun didesak, aku tidak mau memberi tahu.<br /><br />“uuh.. terus bagaimana supaya aku dapat foto bugilmu”, Eva menggerutu.<br />“Asal dipotret bugil berdua dengan kamu, baru bisa”, kataku ngeledek. Eva memukulku, tetapi kemudian sambil menggerutu ia mencopoti seluruh pakaiannya.<br />“Aku sudah bugil juga nih, terus bagaimana?”, tanyanya seperti tak sabar.<br /><br />Kuambil tripod mini, lalu kuatur kamera untuk memotret otomatis dan kuarahkan ke Eva. Lalu aku berdiri menghampiri Eva dan ckrek kami berfoto bugil berdua.<br />“Wah hebat. Bagaimana kalau kita bikin foto erotis”, dia bersemangat.<br /><br />Akhirnya kami berfoto bugil berdua dengan berbagai pose. Kemudian aku menawarkan pose berhubungan seks dengan cara aku menempelkan selangkanganku ke selangkangannya tanpa memasukkan penisku ke vaginanya. Eva setuju, dan mulailah kami berfoto seolah sedang melakukan hubungan seks, tetapi penisku hanya menempel di vaginanya.<br /><br />Saat sudah selesai aku melihat masih ada sisa tiga film. “Tanggung dihabiskan saja”, kata Eva. Tetapi kami bingung karena semua posisi sudah dipotret.<br /><br />“Begini saja, kamu terlentang lagi dan lihat kamera, nanti aku duduk dekat pantatmu” kataku, lalu kuletakkan kamera disebelah kepalanya sehingga Eva seperti mendongak melihat kamera, tetapi dalam posisi terlentang. Aku kearah pinggulnya dan menempelkan penisku di vaginanya mencoba posisi yang pas untuk dipotret.<br />“Nah nanti begini posisinya, kepalamu jangan lihat aku, tapi mendangak lihat kamera, oke?”. Eva setuju, lalu aku mulai memasang timer kamera dan segera kembali ke posisi.<br /><br />Timer kusetel 20 detik sehingga aku punya waktu untuk mengatur posisi. Kutempelkan lagi penis di vaginanya. Kulihat vaginanya sudah basah tanda Eva sudah lama terangsang. Lama aku bertahan dalam posisi itu. Ketika timer sudah hampir habis, iseng kudorong pantatku sehingga penisku masuk ke vaginanya.<br />“Haa?!”, Eva kaget dan ‘cpret..’, kamera secara otomatis memotret.<br />“Hey, kamu bandel ya!!”, kata Eva marah. Tapi dia tidak segera mengeluarkan penisku dari vaginanya.<br /><br />Aku tersenyum nyengir, “Masih ada dua film lagi”, kataku<br />“Terus kita pose apa lagi?!” tanya Eva<br />“Kamu tidur miring, lalu aku dari belakang”, kataku<br />“Seperti yang tadi lagi dong?!” katanya.<br />“Iya, tapi ada bedanya”, aku tersenyum. Eva masih berlagak judes, tapi diam dan mengikuti arahan gayaku. Dia tidur miring, kuatur kamera untuk memotretnya, kali ini kusetel 1 menit, lalu aku memposisikan diri dibelakang Eva. Satu kaki Eva diangkat sedikit sehingga vaginanya kelihatan, lalu ujung penisku menempel di vaginanya. <br />Masih ada 50 detik lagi.“Siap?”, kataku. “Iya”, Eva menyahut. Setelah Eva menjawab, maka kudorong pantatku sehingga penisku masuk lagi ke vaginanya. “Ahh..”Eva kaget, tapi tidak bereaksi. <br />Melihat dia tidak bereaksi maka kuayun pantatku sehingga penisku keluar lalu masuk lagi ke vaginanya. “Ahh” Eva mendesah lagi. Akhirnya kuberanikan diri kuayun terus menerus sehingga penisku keluar masuk vaginanya berulangkali. “Ahh..ahh..ahh”, Eva juga berulangkali mendesah setiap penisku menusuk vaginanya.<br /><br />"Ah..ah..kok.. la..ma...ya.. ka..me..ra..nya..Ah", Eva terus mendesah.<br />“Cepret” kamera otomatis memotret. “Su..dah tuh..”, kata Eva terengah. Aku tak peduli, dan terus mengayun pantatku. Eva diam saja. Akhirnya kubalikkan tubuhnya hingga terlentang kembali, aku merayap diatasnya. Kuluruskan penisku dan kudesakkan kelubang vaginanya. Eva mendekapku erat, sambil membalas menggoyang2kan pinggulnya dan mengerang2.<br /><br />Akhirnya kami melakukan hubungan seks di rumah kecil pinggir danau itu. Kami mengulanginya dua kali lagi hingga malam tiba. Selesai tiga babak seks itu, kami berkemas pulang. Kebetulan bajuku sudah kering. Diperjalanan sekitar Bukittinggi, tak lupa kami mampir di rumah makan untuk memulihkan energi.<br /><br />Eva mengambil semua rol film dan minta aku menghubungi teman di toko film. Untuk menjaga kerahasiaan, Eva minta proses cuci cetak dilakukan bersama. Kalau temanku tidak memberi izin maka tidak perlu cuci cetak dan klise langsung dibakar. Aku setuju saja.<br /><br />Untungnya temanku mau mengerti dan memberi Eva dan aku kesempatan untuk mencetak sendiri di malam hari. Dia ambil semua foto bugil dirinya, sedangkan foto bugil kami berdua dan dua foto seks kami diberikannya padaku. Eva tidak mau menyimpan foto seks itu takut ketahuan. Sedangkan fotobugil dirinya akan disimpan secara rahasia, kalaupun ketahuan akan bilang bahwa dipotret sendiri pake timer.<br /><br />Dia minta pendapatku dua foto bugil dirinya yang terbaik yang mana. Aku tunjuk foto bugilnya yang tidur agak terlentang dikasur dan foto bugil yang berdiri didekat jendela sehingga menimbulkan sedikit efek siluet. Lalu dia mencetak kedua foto itu sekali lagi, dan diberikan kepadaku.<br /><br />“Aku akan bakar klisenya. Jaga baik2 semua foto yang aku kasih buat kamu. I thrust you”, katanya sambil mencium pipiku.<br />“Oke” kataku. Dan aku tertawa2 kecil.<br />“Ada yang lucu?”, tanya Eva<br /><br />“Iya, aku masih merasa lucu melihat foto kamu yang menunjukkan ekspresi wajah campuran antara kaget, sakit dan nikmat, waktu aku pertama kali iseng mencobloskan kontolku ke memekmu”, aku tersenyum. <br />Eva meninju pundakku, “Awas ya!”, katanya sambil ikut tertawa.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-49586746399156587862009-04-24T21:30:00.000-07:002009-07-23T23:42:54.278-07:00Kursus SeksRapotku rangking dua dikelas, tapi rangking duapuluh untuk seluruh kelas satu. Nilainya biasa2 saja, yang istimewa hanyalah nilai matematikaku terbaik di seluruh kelas satu. Hal ini yang menyebabkan di kelas dua aku dijadikan asisten oleh Pak Darman guru matematika. Tugasku memeriksa nilai2 anak kelas satu. Sepulang dari sekolah, hampir setiap hari Pak Darman mengajar kursus privat matematika untuk SMA dan SMP di rumahnya. Dia punya ruang kelas yang bangunannya terpisah dari rumahnya, dengan halaman yang penuh bermacam pohon buah2an.<br /><br />Waktu itu Pak Darman harus mengikuti penataran dari Dinas Pendidikan, yang dilaksanakan setiap selasa dan kamis siang, selama sebulan. Sehingga kursus matematika yang diadakan pada hari2 itu tak bisa terlaksana. Pak Darman menawarkan aku menjadi pengganti sementara untuk mengisi kursus itu. Yang hari selasa adalah kursus matematika untuk anak kelas 3 SMP, sedangkan yang kamis adalah untuk anak kelas 1 SMA. Aku setuju dan dua kali seminggu memberi kursus matematika pada mereka.<br /><br />Pada Selasa minggu kedua, seusai memberi kursus matematika, sekitar 20an peserta kursus berhamburan keluar, kecuali empat siswi. Salah seorang dari mereka, Vira, menghampiriku, “Kakak bisa kasih kursus biologi?”, tanyanya. <br />“Bisa saja. Tapi biologi kan gampang, cuma hapalan, tidak perlu kursus”, kataku sambil membereskan bahan pelajaran.<br />“Sekarang topiknya tentang perkembang biakan. Kami susah pahamnya”, kata Vira.<br />Aku melihat mereka semua. “Memangnya semua tidak ngerti?” tanyaku.<br />“Susah Kak”, kata mereka hampir serempak.<br />“Oke deh. Kakak siapkan bahannya dulu. Minggu depan setelah kursus matematika, kita lanjut dengan kursus Biologi disini”, jawabku<br />“Kalau hari kamis bisa nggak Kak? Kalau gak bisa disini, di rumah Ranti juga boleh, dia punya kamar belajar”, kata Vira<br />“Oke deh. Aku tanya ke Pak Darman, kalau bisa disini, disini saja”, kataku.<br />“Ini bahan pelajarannya Kak”, Vira memberikan buku Aku Ingin Punya Adik. Lalu kami pulang kerumah masing2.<br /><br />Sampai dirumah kubaca buku yang diberi Vira. Astaga, ini sih buku tentang reproduksi manusia. Menjelaskan bentuk dan fungsi alat kelamin ayah dan ibu, lalu bagaimana ayah berhubungan dengan ibu, lalu ibu mengandung dan melahirkan, lalu menyusui anaknya, lalu membesarkan dan menjadi adik. Gambar2nya sangat gamblang. Mungkin belum cocok untuk anak SMP. Tetapi bila kuingat, waktu SMP aku sudah menonton film porno, dan sudah mendapat pelajaran seks. <br /><br />Hari kamis setelah memberi kursus matematika untuk kelas 1 SMA, Vira datang ke rumah Pak Darman menemuiku. “Kak ada 3 orang lagi yang mau ikutan kursus biologi. Jadi kursusnya di rumah Ranti saja. Mereka sudah menunggu disana”, katanya lalu menjelaskan alamat dan jalan menuju rumah Ranti. <br /><br />Kedatanganku ke rumah Ranti disambut Vira dan diantar ke salah satu ruang yang katanya ruang serbaguna keluarga. Disana telah ada 7 siswi duduk lesehan di karpet, 4 anak kelas 3 SMP dan 3 lagi anak kelas 2 SMP Katanya sih mereka satu geng. Selebihnya aku merasakan suasana sepi di rumah itu. Saat kutanya, ternyata memang Ranti anak tunggal dan orangtuanya sedang ke Medan, sedangkan beberapa temannya menginap menemani Ranti. Merasa tidak enak, aku bermaksud membatalkan kursus tetapi ditahan oleh mereka. “Please..”. “Iya, please Kak..”, kata mereka. Akhirnya aku mengalah.<br /><br />“Jelasin yang sejelas2nya ya Kak. Soalnya ada yang sudah punya pacar nih”, kata Beti, salah satu dari mereka. Maka aku mulai menjelaskan mengenai proses perkembang biakan manusia. Mereka menyimak ceritaku dan visualisasinya. Dan setelah itu, seperti biasa, aku mempersilahkan mereka untuk bertanya kalau ada yang belum jelas.<br /><br />“Apakah kami ada yang sudah bisa hamil?” tanya Eti.<br /><br />Aku suruh mereka berjejer dari kiri ke kanan berurutan dari yang paling muda sampai yang paling tua. Ternyata umur mereka antara 13 sampai 15 tahun. Vira yang paling senior, 15 tahun kurang 4 bulan. Intan yang paling muda, 13 tahun lebih 3 bulan. Tetapi secara fisik, Beti yang paling kecil. Kutanya apakah ada yang sudah menstruasi, mereka menjawab sudah semua. Apakah mereka suka sama cowok, dijawab suka semua, dan tersebutlah nama2 bintang film dan penyanyi idola dalam negeri dan luar negeri. Belakangan ini mereka memang mendapat pendidikan pengenalan seks, makanya mereka ingin tahu lebih dalam lewat kursus ini. <br /><br />“Apakah ada yang sudah terangsang untuk berhubungan seks?”, aku bertanya lagi. Mereka saling memandang, jawaban mereka beragam “Iya kali ya”, “Nggak tahu”, “Nggak kayaknya”. <br /><br />“Bagaimana tandanya orang terangsang?” tanya Vira. <br /><br />Aku menghampiri Vira, kupegang wajahnya dan kucium bibirnya. Vira gelagapan, yang lain melongo. “Bagaimana rasanya?”, tanyaku. Vira belum bisa menjawab. “Sekarang tutup matamu, nanti kakak cium lagi”.<br />Vira menutup mata lalu kucium lagi bibirnya, agak lama. Siswi yang lain melongo lagi dan memperhatikan. Kudengar nafas Vira mulai cepat dan jantungnya berdetak, maka kuhentikan ciuman. “Bagaimana rasanya?”<br />“Deg degan”, kata Vira.<br /><br />“Nah itulah tanda terangsang. sekarang yang lain gantian. Nanti kakak cium. Yang dicium menutup mata, yang tidak dicium boleh melihat bagaimana cara ciuman. Jadi nanti kita tahu siapa yang bisa terangsang”, kataku. Maka mulailah aku menciumi bibir 6 siswi lainnya satu persatu. Asyik juga mencium beraneka bentuk bibir dan reaksi mereka berbeda-beda. Dan mereka tampak bersemangat dan jantungnya berdegup kencang.<br />“Ferina sudah punya pacar dan pernah ciuman ya?”, aku menyimpulkan karena cara ia menerima ciuman dan membalas menunjukkan bahwa dia pernah berciuman. Ferina mengiyakan.<br /><br />Selesai menciumi 7 siswi, Vira bertanya, “Terus apa Kak?”<br />“Tanda cewek yang terangsang itu terlihat dari pentil susunya yang mengeras”, kataku. Mereka saling memandang dan memegang susu masing2. Aku segera menghampiri Vira, “Coba lihat susumu”, kataku. Vira ragu. “Katanya mau tahu terusannya”, aku memancing. Dan akhirnya Vira membuka kancing bajunya dan menyingkapkan bh putihnya, lalu tampaklah kedua susunya. Besarnya sekepalan tangannya, ukuran yang pas untuk usianya. Kulitnya coklat muda dan putingnya kecil berwarna coklat.<br /><br />“Sekarang Kakak coba merangsang susu. Vira boleh melek boleh juga merem supaya lebih terangsang”, kataku. Vira memilih merem. Maka kuelus2 kedua susunya yang sudah mulai membesar, kumainkan pentil susunya dengan jariku. Selanjutnya kuciumi susu2 itu, kujilati, lalu kumainkan pentilnya dengan mulutku dan kuhisap2. Degup jantung Vira semakin mengencang. “Nah ini tandanya Vira terangsang”, kataku. <br /><br />Siswi lain terdiam terpaku melihatku menciumi susu Vira, sebagian menelan ludah. Lalu kusuruh siswi lainnya menunjukkan susunya. Ada yang malu2 karena merasa ukurannya kecil. Kukatakan ukuran susu tidak mempengaruhi rangsangan, tetapi sensor rangsangan ada di kulit susu dan di pentilnya. Akhirnya mereka membuka baju dan menyingkap bh, sebagian siswi yang susunya baru tumbuh tidak memakai bh dan hanya memakai kaos dalam top tank. <br /><br />Aku menikmati pemandangan susu yang ukurannya beragam, tetapi semua masih kecil, hanya ada 2 siswi yang susunya lebih besar dari Vira, yaitu susu Ferina dan susu Ratna. Warna pentilnya juga beraneka, ada yang agak pink ada juga coklat kehitam2an. Lalu kulakukan hal yang sama kepada mereka, mengelus, meremas, mencium dan menghisap. <br /><br />Lucu juga menggengam dan menghisap susu yang keci. Baru kubuka mulut, seluruh bagian susu sudah masuk kedalamnya. Lidahku memainkan pentil susu yang ada didalam mulutku. Kucoba menghisap sekuat mungkin agar pentil susunya mancung mengeras. Hasilnya, mereka semua menjadi deg2an tak keruan. Tentu saja mereka terangsang karena mereka semua sudah mens, yang artinya memang sudah bisa terangsang. <br />“Kalian semua ternyata sudah bisa terangsang, jadi kalian semua bisa hamil. Demikian pelajaran biologi hari ini”, kataku menyimpulkan.<br /><br />Karena masih terangsang dan bergairah, mereka minta untuk diteruskan pelajarannya. “Masa cuma ngemut susu bisa hamil?”, Ferina bertanya sekaligus protes. <br />“Maksudnya?”, tanyaku.<br />“Kan harus ada alat kelamin baru bisa hamil”, sahutnya, didukung oleh yang lain.<br />“Betul. selain susu, tanda cewek terangsang juga terlihat di memeknya. Memek yang terangsang dan siap dihamili adalah memek yang basah dan merekah”, jawabku. <br />“Coba lihat punya masing2”. Aku minta mereka untuk menunjukkan vagina. Mereka ragu2, dan selalu Vira dulu yang berinisiatif. Ia menyingkap rok dan memelorotkan celana dalamnya sedikit. Yang lain mengikuti, ada yang mengangkat rok dan menyingkap celana dalam, ada yang memelorotkan celana dan menyingkap celana dalam.<br /><br />Lalu kusuruh Vira untuk merebahkan diri dan mengangkat kedua kakinya, sehingga vaginanya terlihat jelas. Aku mengamati vaginanya. “Tuh lihat, memek Vira sudah basah dan sudah agak merekah sehingga terlihat itil dan lubang memeknya”, aku menjelaskan dan siswi2 itu melihat vagina Vira.<br /><br />“Sekarang coba kakak lihat yang lainnya”. Maka mereka semua merebahkan diri terlentang dan mengangkat kakinya keatas. Aku memperhatikan satu persatu vagina mereka. Vagina2 itu masih mungil2 dan belum banyak bulunya. Warna vaginanya bermacam2 dari pink hingga hitam. Tebal bibirnyapun bermacam2. Aku menyimpulkan, Vira yang paling siap, yang banyak cairannya dan vaginanya sudah membuka sendiri. Sedangkan Intan yang paling kurang siap. Kuminta Vira dan Intan berjejer dan menyuruh siswi2 itu untuk melihat dan membandingkan vagina yang paling siap dan yang kurang siap.<br /><br />“Kalau yang belum siap, gimana supaya bisa siap?” , mereka bertanya.<br />“Ya harus dirangsang lagi sampai siap”, jawabku<br />“Caranya?” tanya mereka ingin tahu. <br /><br />Karena vagina Intan yang belum siap maka kusuruh ia terlentang lagi. Melihat posisi celana dalam yang masih dipaha dapat mengganggu praktek, kuminta Intan mencopot celana dalamnya, lalu roknya disingkap keperut. Paha Intan merapat menutupi vaginanya, kuminta kakinya untuk dibuka. Aku segera menghampiri selangkangan Intan dan kuminta yang lain memperhatikan. <br /><br />Lalu mulailah aku merangsang vagina Intan. Mulai dari membelai bulu dan bibir vagina, mencari dan memainkan itil, menciumi vagina dan menjilati seluruh bagian vagina. Intan merem melek dan mendesah “Aww.. ahh..”. “Intan kenapa? enak ya?”, yang lain bertanya. Kakinya menutup menjepit kepalaku. Kurenggangkan lagi agar terlihat oleh semua siswi. Para siswi melihat dengan berbagai reaksi, ada yang jijik ada juga yang pingin. <br /><br />“Nah sekarang memek Intan sudah siap. Coba sekarang Beti. Copot dulu celana dalamnya”. Kulakukan hal yang sama terhadap Beti dan supaya adil kumainkan juga vagina siswi lainnya. Lidahku menyapu itil yang besarnya berbeda. Itil Beti paling besar dan itil Ferina paling kecil. Lidahku juga merasakan cairan asin vagina yang berbeda2.<br /><br />Mereka semua sudah mabuk kepayang dan bergairah. “Kalau yang punya laki2, bagaimana terangsangnya?”, tanya Vira. Aku mengangkat bahu yang berarti tidak mau menjawab.<br />“Kakak curang, mana bisa perempuan hamil tanpa laki2”, kata mereka.<br /><br />Akhirnya aku mencopot celana dan terlihat dibalik celana pendekku penis yang mulai terangsang. Siswi2 itu melihat serius dan menungguku memelorotkan celana pendek. “Ada yang sudah pernah melihat kontol?”, mereka menggeleng. “Cuma digambar”, kata Vira.<br /><br />Aku copot celana pendek dan tampaklah penisku. “Woww..”, siswi2 itu bergumam.<br />“kok nggak ngaceng?”, Ratna bertanya. “Harus dirangsang”, kataku. “Bagaimana caranya?”, tanya Eti. “Dielus2 dan dicium”, kataku. Tiba2 semua siswi maju ingin mengelus penisku. “Gantian dong”, kataku. Mereka bergantian mengelus dan mencium penisku. Lama2 penisku membesar dan tegang. “Woww..”, mereka bergumam lagi.<br /><br />“Tadi kakak menjilati memek kami, jadi kontol kakak juga boleh dijilat ya?”, Vira agresif bertanya.<br />“Ya, boleh dijilat dan diemut. Siapa mau duluan”, aku menantang dan Vira duluan meraih penisku menjilatinya lalu mengemutnya. Lalu yang lain bergantian. <br /><br />“Ada asinnya”, kata Beti. “itu tandanya kontol kakak sudah terangsang dan sudah siap”, aku menjelaskan.<br />“Siap apa?”, tanya Intan. “Siap berhubungan seks”, jawabku. “Bagaimana caranya?”, tanya Vira memancing2<br />“Bagaimana kalau kita bugil semua”, aku mulai mencopot seluruh pakaianku. Lalu Vira bugil, lalu yang lain akhirnya mengikuti bugil. <br /><br />Kusuruh lagi Vira tidur terlentang, aku mendekatinya, merangkak diatas tubuhnya. Jantung Vira berdegup kencang. Siswi yang lain melihat penuh ketegangan. lalu kutindih tubuhnya, semua siswi seperti menahan napasnya, melihat pemandangan laki2 bugil menghimpit wanita bugil. Kucium bibir Vira dan susunya. Vira merem melek dan jantungnya berdetak kencang.<br /><br />Lalu kuluruskan penis ke vaginanya, kurenggangkan sedikit pahaku agar penisku dan vagina Vira bisa dilihat. Kusuruh siswi2 itu untuk melihat posisi penis dan vagina. Aku meraba lubang vagina Vira, ”Ini lubang memek. Waktu berhubungan seks, kontol dimasukkan ke lubang ini. Dengan posisi ujung kontol persis di lobang memek, tinggal didorong maka kontol akan masuk memek, lalu terjadilah hubungan seks, seperti penjelasan dalam buku”. <br />Aku menggoyang sedikit pantatku sekali sehingga menggesek bibir vagina dan itilnya. Dia menahan napas. Lalu aku beranjak dan berdiri meninggalkan Vira yang terlihat mulai berkeringat. <br /><br />“Sekarang gantian yang lain”, aku memandang mereka. Intan segera merebahkan diri terlentang, ingin praktek duluan. Aku merayap diatas Intan dan menindihnya. Intan memejamkan mata dengan jantung yang juga bergetar kencang. Aku merenggangkan paha, “Coba ambil kontol kakak lalu tempelkan ke lubang vagina Intan”. Ranti meraih penisku dan diarahkan ke vagina Intan. Aku memberi aba2 untuk agak kebawah sedikit. Kugesek sekali.<br />Lalu gantian siswi lainnya kutindih satu persatu dan kutempelkan ujung penis kelubang vagina masing2, lalu digesekkan sekali. Setelah itu mereka terlentang semua, menunggu tindakanku.<br /><br />“Nah dalam buku itu ada orgasme. Kakak akan ajarin bagaimana rasanya orgasme. Ayo Vira duluan lagi”, kataku. <br />Kembali, mulai dari Vira aku menindih dan menempelkan penis ke vagina. Lalu aku mulai menggenjot pinggulku dan menggesek2an penisku di vaginanya dan juga menggesek2 itilnya. Aku menggenjot berulang2 sambil meremas susu dan sekali2 mencium dan menghisap susunya. <br />Vira mendesah2 “ahh..ahh.ahh”. Karena memang sudah terangsang dari tadi, Vira segera orgasme. “a a a aahh..”, vira mengerang panjang dan memelukku erat “enak banget”, katanya pada teman2nya. Melihat Vira mencapai puncak yang lain semakin terangsang dan ingin orgasme juga. <br /><br />Satu persatu kutindih dan kugesek2kan penis ke vaginanya. Beragam cara mereka mendesah nikmat dan beragam cara mereka mengerang mencapai orgasme. Lalu semua terlentang kecapean sambil saling tersenyum dan tertawa kecil. Aku sendiri juga merasakan nikmatnya menindih berbagai ukuran badan siswi2 itu, dan ingin juga mencapai puncak orgasme.<br /><br />“Supaya terjadi pembuahan, yang laki2 juga orgasme. sekarang dicontohkan bagaimana kakak orgasme”, kataku. Kuminta Vira terlentang lagi dan kucumbu Vira seperti berhubungan seks, tetapi penisku hanya menggesek di vaginanya. Vira terangsang lagi akupun terangsang, kuteruskan dan kupercepat genjotanku. Sampai akhirnya aku merasa akan mengeluarkan mani. Segera kuangkat penisku dan kukocok dengan tangan. <br /><br />“Lihat. Sebentar lagi kakak orgasme dan keluar mani”, mereka segera bangkit dari rebahnya dan memperhatikan penisku. Segera kukocok penis dengan cepat, dan .. crot..crot..crot.. maniku berhamburan di perut Vira. “Woww..” mereka terpana melihat mani keluar dari penis. Lalu memegang2 maniku yang putih kental.<br /><br />Aku lemas, tapi berusaha menjelaskan sambil terengah2, “Nah, kalau air mani ini masuk ke memek kalian, kalian bisa hamil, bisa menjadi anak. Jadi hati2 jangan sampai hamil”.<br /><br />“Kami masih perawan kan?”, tanya Intan. “Iya, karena tadi kontol kakak tidak masuk memek. Dan tidak ada darah perawan yang pecah”, aku menenangkannya.<br />“Terimakasih kakak”, kata Intan memeluk dan mencium pipiku. Yang lain ikut2an mengucapkan terimakasih, memeluk dan menciumku.<br /><br />“Ayo, Sekarang semua membersihkan memek. Vira juga harus mengguyur mani diperut”, kataku.<br />Kami membersihkan diri, berpakaian. Kulihat wajah mereka tersenyum puas. Karena sudah mulai malam, kami memesan makanan. Vira dan Beti tetap tinggal karena akan menginap di rumah Ranti, mereka akan ditemani maktek (bibi) yang datang agak malam.<br /><br />Demikianlah aku memberi kursus seks singkat dan dilengkapi praktek, kepada Vira, Ranti, Beti, Ferina, Intan, Eti dan Ratna. Setelah kejadian itu aku masih beberapa kali memberi kursus matematika kepada sebagian dari mereka, lalu kami tidak pernah bertemu. <br /><br />Tahun berikutnya aku bertemu Ferina sebagai adik kelas di SMAku. Waktu kusapa, dia masih ingat aku yang memberi kursus seks. Menurutnya dulu itu karena rasa ingin tahu saja. Sekali lagi dia mengucapkan terimakasih karena aku tidak memanfaatkan kesempatan kelemahan mereka. Sehingga perawan mereka terjaga.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-159493815392886582.post-16301054379342868202009-04-24T21:20:00.000-07:002009-07-26T04:12:14.672-07:00Motivasi bercak perawanWali kelas kami, Pak Arman pindah ke SMA lain menjadi wakil kepala sekolah. Kami tidak punya wali kelas selama sebulan, katanya pengganti Pak Arman akan datang dari Pekanbaru. Dan siang itu kami diperkenalkan dengan guru baru sekaligus walikelas kami yang baru, Bu Neni. Dia mengajar kimia, umurnya 28 tahun, belum menikah, perawakannya tinggi tapi agak kurus, rambut model pendek, dan berkulit putih. Sikap Bu Neni tidak banyak basa basi, mungkin termasuk sedikit judes. Saat ulangan, Bu Neni memberi soal yang sulit, sehingga rata2 nilai kami rendah. <br /><br />Ketua kelas, beberapa siswa termasuk aku pernah menghadap Bu Neni perihal nilai ulangan yang rendah. Bu Neni hanya menyarankan agar kami lebih giat belajar dan harus haus mencari sumber bacaan lain selain textbook. Kami juga sudah mengadu ke kepala sekolah. Bahkan kepala sekolah pernah memanggil Bu Neni. Tetapi Bu Neni tetap bertahan bahwa tujuannya adalah meningkatkan kesungguhan belajar siswa-siswinya.<br /><br />Akhirnya kami putuskan untuk datang ke rumahnya. Berlima kami ke rumahnya. Disambut hangat oleh Bu Neni. Kami melaporkan kegiatan kelas dari segi aktivitas kelas, sampai tabungan kelas, serta persiapan jalan2 kelas disaat libur sebelum pembagian rapot kenaikan kelas nanti. Lalu kami juga menyampaikan kembali rasa takut apabila nilai kimia kami rendah atau merah. Sekali lagi Bu Neni menenangkan kami. Nilai rendah adalah untuk memacu semangat belajar. Terus terang aku jadi sebel melihat sikapnya ini.<br /><br />Setelah ngobrol banyak hal, kami pamit pulang dan melanjutkan pembahasan di rumah ketua kelas. Saat kami hendak merekap kegiatan kelas di rumah ketua kelas, buku kas kelas ketinggalan. Karena sebel dengan Bu Neni, tak ada yang mau kembali kerumahnya. Akhirnya ketua kelas memutuskan dan menyuruhku mengambil buku kas kelas di Bu Neni. Saat kuketuk pintu tak ada yang menyahut, mungkin Bu Neni sedang pergi. Saat kucek pintunya ternyata terbuka dan kulihat buku kas kelas ada di meja tamu. <br /><br />Aku masuk mengambil buku kas kelas. Saat itu kudengar suara tivi dikamar Bu Neni. O, pantas Bu Neni tidak mendengar suara ketukan karena sedang asyik nonton tivi. Melihat pintu kamarnya terbuka, aku menuju kamarnya untuk minta izin ambil buku. Ups, aku melihat pemandangan luar biasa. Ternyata di dalam kamar Bu Neni sedang bugil mendesah sendirian sambil nonton film porno. Sambil duduk dilantai tepi kasur, tangan Bu Neni meremas susu dan vaginanya sendiri. Walaupun agak kurus, tetapi susu Bu Neni besar, sedangkan vaginanya tertutup bulu jembut yang lebat mulai dari bibir vagina melebar hingga kebagian perutnya.<br /><br />Karena masih sebel dengan Bu Neni, aku segera pergi. Tetapi tiba2 aku berubah pikiran. Justru karena sebel, sebaiknya aku ngerjain Bu Neni. Maka kukunci pintu rumah Bu Neni, lalu aku mencopot seluruh pakaianku, dan dalam keadaan bugil aku mengendap masuk kamar. Posisi Bu Neni sedang tidur menghadap tivi dengan tangan masih memainkan susu dan vaginanya. Aku terangsang melihat adegan film porno dan tubuh bugil Bu Neni, lalu mengocok penis agar cepat ngaceng. <br /><br />Aku mendekat dan ikut merebahkan diri dibelakang Bu Neni dengan posisi penis yang sudah terarah ke vaginanya. Tanganku menggapai vaginanya. Bu Neni kaget dan ingin berbalik. Kutahan gerakan badannya, segera tanganku membuka pahanya, dan penisku mengarah kevaginanya. Kudorong pantatku dan ..clepss.. karena vagina Bu Neni sudah basah maka mudah bagi penisku masuk ke dalamnya. “Aawwhh..” bu Neni berteriak. Lalu kubiarkan ia melihatku.<br /><br />“Jar.. kamu..”, bu Neni kaget melihat aku. Tubuhnya kuterlentangkan dan segera menindihnya. Penisku dengan cepat mencari lubang vaginanya, dan tanpa membuang2 waktu kutancapkan penis memasuki lubang. Blesss.. cukup dalam untuk mencapai dasar vaginanya. “Awwhh.. Bu Neni berteriak lagi “pelan-pelan..” rintihnya. Aku mulai menggenjot pantat naik turun pelan2. Bu Neni memandangku, mulutnya terbuka bersuara ahh ahh… Kulihat dia masih kaget tapi dia juga sedang bergairah. Mau marah tapi nikmat.<br /><br />Aku tidak berhenti menggenjot, malah menambah dengan ciuman ke susunya. Bu Neni memejamkan mata, mulutnya tertutup. Terlihat ada air menitik dari matanya. Aku menghentikan genjotan. Bu Neni membuka matanya yang berlinang. “Teruskan..”katanya pelan. Maka aku kembali meneruskan genjotan, Bu Neni memeluk punggungku dengan erat. Kuberanikan mencium bibirnya dan dia membalas.<br /><br />Tak lama kemudian dia mengejang dan meremas punggungku. Aku semakin bernafsu menggenjot.<br />“Aku mau keluar Bu… Di dalam atau diluar?..” tanyaku sambil terus menggenjot<br />“Di dalam saja”, kata Bu Neni. <br /><br />Kupercepat genjotan dan crot.. crot..crot..crot. sambil menggenjot, penisku memuncratkan banyak air mani di dalam vagina Bu Neni. “Uhh.. uuuhhh..”Kucoba mengeluarkan mani sebanyak mungkin, lalu aku terkulai lemas diatas tubuhnya. Kubiarkan penisku didalam vaginanya. Bu Neni mendekapku, airmatanya semakin banyak. Aku merasa bersalah. Yang tadinya aku sebel sama dia, sekarang menjadi kasihan.<br />“Ibu menangis?”, tanyaku.<br />“Ini seks pertama Ibu”, katanya berusaha tersenyum.<br /><br />Aku kaget, segera aku cabut penis yang masih mendekam didalam vaginanya. Dan kulihat ada darah dan mani di penisku, ada darah dan mani di vagina Bu Neni dan juga di lantai. Aku tertunduk lemas, tak tahu mau berkata apa. Tadinya karena nonton bf, kukira Bu Neni sudah pernah berhubungan seks.<br /><br />Bu Neni berdiri mengambil celana dalamnya dan membersihkan darah dan mani di vaginanya. Ia mengambil plastik dan menyimpan celana dalam kotor itu dalam plastik. Lalu ia mengambil kain pel untuk membersihkan lantai. Dan kemudian menuju kamar mandi. Selesai mandi dia menyuruhku untuk membersihkan diri sambil mematikan film porno.<br /><br />Bu Neni membuka pintu rumahnya dan duduk menungguku di ruang tamu. Setelah berpakaian akupun duduk di kursi tamu.<br />“Jar, seharusnya Ibu menuntut pertanggungan jawabmu karena telah menyetubuhi Ibu. Tetapi ibu pikir2, masa depanmu masih panjang. Jadi Ibu menganggap peristiwa ini adalah kecelakaan. Kamu terus belajar dan capai cita2mu”, Bu Neni menasehatiku. <br /><br />Aku minta maaf pada Bu Neni. Lalu kusampaikan tujuanku kerumahnya. Setelah itu aku pamit dengan membawa buku kas kelas. Di rumah ketua kelas, teman2 marah karena telah lama menungguku.<br />“Pasti diceramahin lagi ya? Tentang apa?”, kata temanku.<br />“Ngobrolin tentang cita2ku kedepan?”, kataku sekenanya.<br /><br />Sejak kejadian itu Bu Neni lebih banyak tersenyum, dan nilai kimia kami membaik. Perubahan sikap Bu Neni membuat seorang duda tertarik, lalu mendekatinya dan menikahinya. Bu Neni pindah ke rumah suaminya dan sempat mengundang kami untuk makan2 dirumahnya bersama suami dan satu anak tirinya. <br /><br />Pada kesempatan itu aku sempat ngobrol berdua dengan Bu Neni. Dia mengucapkan terimakasih. Karena kejadian itu dia jadi termotivasi untuk berubah. Setiap dia kembali judes, dia ambil plastik yang didalamnya ada celana dalam yang masih tersisa bercak darah perawan dan mani yang sudah kering. Lalu dia termotivasi kembali.<br />“Memangnya plastik itu tidak ketahuan suami?”, tanyaku.<br />“Sebelum pernikahan kemarin, plastik itu sudah Ibu buang”, katanya tertawa. Aduh cerianya Ibu guruku..<br /><br />Yuni, bendahara kelas yang memegang buku kas kelas, curiga dan mengkaitkan perubahan sikap bu Neni dengan lamanya aku mengambil buku kas kelas di rumah Bu Neni. “Kamu apain Ibu?”, berulangkali Yuni bertanya kepadaku, berusaha menyelidiki. <br /><br />Tentu saja aku tak menjawab.<br /><br />.Bidadarihttp://www.blogger.com/profile/05093569770000882746noreply@blogger.com0