Minggu, 24 Mei 2009

Menghisap Susu

Aku bukanlah orang cerdas, tetapi bila ada keinginan, aku berusaha mengerjakannya setekun mungkin. Ketekunan inilah yang membuat nilai sekolahku cukup baik. Dan seperti biasanya 20 siswa terbaik kelas 2 SMP akan ikut seleksi untuk pelajar teladan tingkat kabupaten. Nanti di kelas 3 Pelajar Teladan tingkat kabupaten akan ikut kontes pelajar teladan tingkat propinsi. Aku termasuk siswa kelas 2 yang ikut seleksi pelajar teladan tingkat kabupaten mewakili sekolahku bersama teman siswi bernama Diah, yang kebetulan juga teman sekelasku.

Aku baru mengenal Diah dikelas 2 SMP karena di kelas satu kami beda kelas. Keakraban kami dimulai ketika pelajaran seni suara dan harus menyanyi di depan kelas. Semua siswa menyanyikan lagu2 pop zaman itu. Hanya Diah dan aku yang menyanyikan lagu perjuangan nasional. Karena merasa ‘senasib’ sejak itulah Diah kulihat mulai memperhatikanku, dan senang bila bisa satu group belajar denganku. Tapi sejauh ini kami tidak akrab karena sama2 termasuk anak yang tidak banyak cakap.

Mewakili sekolah untuk seleksi pelajar teladan ini, kami jadi sering bersama. Ikut lomba berbagai jenis mata pelajaran dan ketrampilan diberbagai tempat di kota Tasik.
“Penat juga ya.. nonton yuk..” aku mengajak Diah setelah sore itu kami mengikuti lomba pidato di aula kantor bupati.
Diah kaget, karena tumben aku ngajak dia.”Ayo, nonton apa?”
Aku kaget juga, padahal aku ngajak hanya basa basi. Lagian dia cewek pendiam, kuper kalau kata anak sekarang.
“Apa saja, yang penting ke bioskop dulu. Nanti lihat film apa yang lagi main”, jawabku ngasal.

Akhirnya kami pergi bioskop. Ternyata jam mainnya sudah terlewat, baru main lagi jam 6.30 atau jam 7.00. Itupun film yang labelnya 17 tahun keatas. Aku senang karena tidak jadi nonton.
“Kita pulang dulu, ganti baju, terus nanti kesini lagi nonton jam 6.00”, kata Diah. Aku terkejut.
“Nanti nonton film yang mana?”, tanyanya
“Yang itu saja ya”, dia menunjuk film Blue Lagoon yang dibintangi Brooke Shields. Film yang diputar di bioskop itu memang bukan film2 baru.
Aku benar2 kaget atas responnya dan hanya bisa berkata “Oke..”
“Sampai ketemu”, ia berlalu dengan ceria.

Malam itu kami bertemu di bioskop, dan Diah tampak cantik. Aku berharap bahwa penjual tiket atau penjaga bioskop akan melarang kami karena usia kami yg masih 14 tahun. Tetapi ternyata kami lolos dan boleh nonton film Blue Lagoon. Alasannya karena malam itu penontonnya sedikit.
Film itu cukup membuat darah muda kami bergolak. Dibioskop itu aku genggam tangannya dan dibalas erat. Karena duduk paling belakang, aku berani meraih pundaknya menyandarkan kepalanya di pundakku. Semakin lama, aku terdorong utk mendekapnya. Aku mulai mencium pipinya. Lalu mencium bibirnya. Pada saat berciuman terdengar suara dada dan desah napas kami berpacu. Kami tak peduli lagi dengan jalan cerita filmnya
Gejolak terus membara. Tanganku mulai meraba dadanya dan meremas2. Sambil terus berciuman
Semakin membara, tangan menyusup ke celah2 kancing baju, menyelinap ke balik bh. Terasa kulit halus susunya. Terasa juga degup jantungnya. Kupaksa terus menyusup dan tertangkaplah puting susu.
Ketika sedang dimabuk gairah, tiba2 lampu bioskop nyala. Rupanya film sudah selesai. Dengan napas terengah2 kami keluar bioskop.

Dalam perjalanan pulang, kami menyempatkan diri menepi ketempat sepi dan berniat mengumbar gelora lagi. Tetapi karena tempat agak rame, kami cuma bisa berciuman sebentar. Dan akhirnya berpisah didepan rumahnya dengan pengalaman yang sulit dipercaya tapi sangat mengesankan. Sejak malam itu, hubungan kami berubah. Kadang canggung kadang akrab. Kebersamaan dan keakraban kami dianggap biasa oleh teman2 karena kami masih harus menuntaskan lomba pelajar teladan.

Dua minggu kemudian, saat sesi latihan matematika siang hari, guru pembimbing berhalangan dan hanya member soal2 utk diselesaikan oleh kami berdua, utk diperiksa besok paginya. Kami memutuskan utk melanjutkan di rumah Diah. Baru mengerjakan soal beberapa menit, orangtua Diah pamit ke acara keluarga.
Tahu bahwa kami hanya tinggal berdua di rumah itu, pikiran dan emosi kami mulai kacau. Kenangan percumbuan di bioskop membangkitkan hasrat kami, dan ini ada kesempatan. Daripada saling menunggu, aku ambil inisiatif mendekati Diah dan mencium bibirnya dan dibalas hangat. Aku mendorong tubuhnya sehingga terlentang di lantai. Lalu aku merangkak ke atas tubuhnya dan menindihnya. Diah kaget tapi terlihat pasrah. Ini adalah posisi yang mendebarkan bagi kami. Lalu kucium lagi bibirnya.

Kuangkat wajahku, dan kutekan2 bokong ke selangkangannya. Dia terus menatapku. Berhenti sejenak dan kubuka kancing bajunya, sehingga tampaklah bagian muka tubuhnya yg hanya tertutup bh. Sesaat aku menikmati belahan dada dan gundukan susu yang tertutup bh krem. Kubelai tubuh mulusnya dan belahan dadanya. Kuciumi belahan dada itu pelan2, kudengar jantungnya mulai berdetak kencang.

Setelah puas, kusingkap bhnya ke atas sehingga nampaklah dua bukit susu dan putingnya. Secara reflek Diah menutupi susunya dengan tangannya. Pelan2 tanpa memaksa aku lepaskan tangannya dari susu. Dia tidak melawan, sehingga bukit susu itu tampak kembali. Dibandingkan dengan susu wanita dewasa yang pertama kali kulihat, susu Ceu Kokom, susu Diah masih mungil. Putingnya pun kecil berwarna coklat.

Setelah puas memandang, kubelai2 kedua bukit itu, dan kuremas2. Lalu kuciumi kedua bukit itu, kuhisap putingnya, dan kujilati. Bergantian yang kiri dan yang kanan. Berulang2.
“Mmhhh..”, Diah menahan erangannya
Tanganku menyelinap kebalik roknya. Mengusap2 paha Diah. Lalu mencoba menuju selangkangannya.
Tiba2 terdengar suara motor. Orang tua Diah sudah kembali! Waduh cepat banget baliknya.
Bergegas kami bangkit. Aku kembali menghadapi soal2 yg harus dikerjakan. Sedangkan Diah segera berlari ke kamar mandi dan menutup pintu utk merapikan kembali bh dan bajunya.

“Lho koq sendiri. Diah mana?” ibunya bertanya.
Byurr, terdengar suara siraman dari kamar mandi. Tak lama kemudian Diah keluar dan menyalami ibu bapaknya. Sambil nyengir Diah bilang, “sakit perut nih”. Dan orangtuanya mengangguk2.
Lalu kami teruskan penyelesaian soal2 hingga malam.

Sejak itu, setiap ada kesempatan kecil, ngumpet dibalik tembok atau di kebun, aku sering minta nyusu ke Diah. Cukup buka kancing baju, singkap bh, lalu kuhisap susunya. Kalau kesempatannya sempit, paling2 cuma meraba2 dadanya.

Namun kesenangan ini hanya bertahan sebentar, karena dikelas 3 keluarga Diah pindah tugas ke Samarinda.

.

1 komentar: