Minggu, 24 Mei 2009

Satu Coblos Saja

Kakek sakit2an. Karena tidak ada anak2nya yang tinggal di kampong, akhirnya kakek dibawa oleh Om untuk tinggal di Bandung. Anak kakek yang paling dekat, tinggal di Jogjakarta. Yang lainnya tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Dengan tidak adanya kakek, maka aku tinggal sendirian di rumah. Untuk pindah rumah dan pindah sekolah sudah tanggung karena beberapa bulan lagi EBTA (ujian akhir). Paling2 nanti waktu masuk SMA aku pindah kota. Mang Alit menawari aku untuk SMA di jogja, oleh karena itu liburan sekolah kali ini aku diundang untuk main ke Jogja.

Tiba di Jogja hari minggu di jemput Mang Alit di stasiun kereta. Rumah Mang Alit sederhana, ditinggali oleh istri, tante Retno dan dua anaknya yang masih kecil. Evi yang TK dan Eti masih bayi. Malam itu Mang Alit menyampaikan SMA yang bagus di Jogja dan di dekat rumah. Besok aku diminta utk melihat2 sekolah2 itu.

Esok pagi aku terlibat aktivitas harian di rumah Mang Alit. Pagi2 Tante Retno menyiapkan sarapan dan mengurus persiapan Evi sekolah. Aku membantu memandikan dan memakaikan seragam sekolah Evi. Setelah sarapan bersama, Mang Alit berangkat ke kantor sambil mengantar Evi. Setelah itu Tante Retno merapikan dan membereskan rumah, mengurus bayi, baru keluar untuk urusan belanja, dan bertetangga dll. Biasanya Tante Retno memanggil salah satu anak tetangga untuk menjaga bayi Eti saat Tante sibuk beraktifitas. Namun karena ada aku maka aku yang diminta tolong untuk menjaga Eti.
“Jar, jagain Eti ya. Tante mandi dulu”

Aku menjaga Eti yang tidur dikamar Mang Alit dan memandangi sosok bayi mungil yang tertidur pulas dengan damai. Aku merebahkan diri dan tiduran disebelah bayi itu. Lalu Eti menggeliat2 mencari ibunya dan tak berapa lama kemudian menangis. Mendengar bayinya menangis, Tante Retno segera keluar dengan hanya menutupi tubuhnya dengan handuk. Ia segera menghampiri bayinya, membuka handuknya dan menyodorkan susunya kepada si bayi.

Kelihatannya Tante Retno lupa bahwa yang menjaga bayinya bukanlah anak perempuan kecil tetangganya, tetapi diriku yang laki2 dan sudah kelas 3 SMP. Dan aku terkesima melihat susu Tante yang berkulit coklat dengan puting yang coklat gelap dan lingkaran putingnya cukup besar. Dan karena ia membuka handuk untuk menyusui, maka terlihat juga bulu jembut yang menutupi vagina Tante Retno. Tubuhnya masih mulus dan padat karena usia tante masih 25 tahun. Terasa air liurku keluar dan aku menelan ludah.

“Eti tenang ya kalau disusuin”, kataku. Tante Retno hanya memberi tanda jari telunjuk dimulut, menyuruhku untuk tidak berisik.

Sambil menyusu, tangan bayi itu memegang2 susu Tante Retno yang satunya lagi. Sebuah pemandangan yang merangsang bagiku. Saat tangan mungil itu melepas pegangannya ke susu, aku raih tangan itu dan aku tempelkan lagi ke susu Tante lalu kugerak2an di susu dan putingnya. Karena tangan bayi itu kecil, maka tanganku juga ikut menyentuh dan membelai2 susu tante. Melihat ini Tante Retno tak berani bereaksi karena takut Eti terganggu dan menangis.

Sadar bahwa tante tak bisa bergerak dan terlihat menikmati menyusui bayi, aku segera melepas tangan mungil bayi dan membiarkan ia meraba2 sendiri susu ibunya. Sedangkan tanganku bergerak membelai perut lalu menuju jembut. Tante tetap tak bergerak. Dia hanya menutupkan handuk ke tanganku yang sedang membelai jembutnya. Aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya, apakah marah atau malah menambah nikmat menyusui.

Karena kaki tante merapat, aku hanya bisa meraba jembut dan tak bisa memegang vagina. Oleh karena itu aku turut dan berpindah ke sisi tempat tidur satunya. Dari belakang tante aku bisa melihat bibir vagina yang dikepit paha yang rapat. Aku membelai2 kepala bayi dari belakang tante.

“Nyusunya banyak ya Tante?”, tanyaku. Sekali lagi tante mengisyaratkan aku untuk tidak berisik.

Sambil membelai2 kepala bayi, tanganku yang satunya membelai vagina tante. Tante malah terpejam. Aku benar2 tidak tahu apa yang ada dalam pikiran tante. Tak lama kemudian, si bayi sudah terlelap, dan tante menarik pelan2 putingnya supaya lepas dari mulut bayi. Lalu ia berdiri membenahi handuknya.

“Jagain Eti lagi ya, tante mau neruskan mandi”, katanya seolah tadi tak terjadi sesuatu.
“Jagain Eti ya, tante mau belanja dulu”, katanya selesai mandi dan berpakaian.

Setelah Tante selesai dengan urusannya, barulah aku pamit keluar rumah untuk melihat2 suasana beberapa SMA disana. Jogja lebih rame dibanding Tasik apalagi dibanding kampungku.

Keesokan harinya, kejadian pagi hari kemarin terjadi lagi. Aku menemani si bayi menyusu pada tante Retno. Ikut membelai2 susu dan jembut tante. Lalu aku berjalan kesebelah punggung tante dan mengusap2 bibir vaginanya. mirip. Kali aku sengaja hanya pakai sarung tanpa celana, dan saat berjalan tante melihat penisku tegang. Sehingga saat aku membelai2 vaginanya, tangan tante menyentuh2 dan meraih penis ngacengku yang tertutup sarung. Kusingkap sarung sehingga tangan tante dapat memegang langsung penisku.

Aku bergerak agar penisku mendekat ke vagina tante, lalu kusentuh2kan penis ke vaginanya. Aku ingin sekali merasakan penis yang masuk ke vagina. Tetapi tiba2 tante menahanku. Tapi aku tahu tante tak mungkin bergerak karena si bayi masih menyusu, jadi kuluruskan lagi penisku ke vaginanya. Sambil tetap memegang penisk, tante berusaha menahan doronganku. Akhirnya dia hanya menggerak2kan penisku bergesekan dengan vagina.

Bayi terlelap, tante beranjak melanjutkan mandi lalu belanja, tak lupa ia menitipkan si bayi utk kujaga apabila terbangun. Setelah urusan tante selesai, aku kembali mengitari SMA lain untuk membandingkan. Kelihatannya aku cocok di kota ini.

Keesokan paginya kembali aku menjaga si bayi dan mengharapkan kejadian seperti kemarin terjadi lagi. Namun kali ini, si bayi tertidur lelap sampai tante selesai mandi. Yang berarti pupus harapanku melihat tante terburu2 datang menyusui bayi dengan hanya menggunakan handuk, karena biasanya selesai mandi, tante keluar kamar mandi dengan menggunakan baju lengkap. Padahal hari ini adalah hari terakhirku di rumah paman, nanti sore aku kembali naik kereta malam.

Tapi ternyata aku salah. Walaupun mandinya sudah selesai, tante tetap menggunakan handuk dan tiduran disebelah bayinya. Menurut tante, karena nanti dia mau belanja agak lama, jadi harus nyusuin bayi dulu. Tapi aku bingung kenapa menyusui harus menggunakan handuk, kan bisa pakai baju lalu bh nya disingkap.

Tak mau ambil pusing, aku yg masih rebahan disebelah bayi, menggerakkan tanganku menerobos handuk untuk memegang susu2nya. Lalu bergerak menuju jembutnya.
Seperti hari2 kemarin, aku berjalan kebelakang punggung tante. Setelah membelai vaginanya, aku menyingkap sarung dan menggesek2kan penis yang telah tegang ke vaginanya. Tante memegangi penisku. Selanjutnya aku coba mengarahkan lagi penisku untuk kumasukkan ke vagina. Tante menahan gerakanku.

“Boleh dong tante.. aku belum pernah memasukkan kontol ke memek”, dengan suara berbisik aku meminta. Tante menggelengkan kepala.

“Sekali dorong saja tante.. setelah itu tidak”, aku menawar.

Tante diam tidak menggelengkan kepala dan melepaskan tangannya dari penisku, sambil menunjukkan isyarat dengan jarinya bahwa hanya boleh satu kali masuk. Aku merasa mendapat izin, maka kudorongkan penis menusuk vagina. Tetapi selalu meleset. Karena bibir vaginanya tertutup rapat, aku tidak tahu dimana posisi lubang vagina. Beberapa kali gagal, akhirnya tante memegang kembali penisku. Dia membantu mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.

Kutekan penisku pelan2 dan mulai masuk kedalam. Saat mulai masuk, kulihat tante sedikit menggeliat sehingga aku menghentikan dorongan. Terasa ada cairan dan kehangatan menyelimuti penis. Kutekan lagi pelan2 dan kuhentikan. Kurasakan vagina tante bergerak2, penisku serasa dipijit2. Lalu kutekan, stop, kutekan lebih dalam, stop, sampai akhirnya ujung penisku menyentuh sesuatu dan tak bisa kutekan lebih dalam. Karena hanya boleh satu kali, maka kubiarkan penisku berada didalam vagina, kupejamkan mata untuk menikmati, kurasakan vagina tante menjepit2.

Setelah beberapa menit, tante mendorongku untuk mencabut penis dari dalam vaginanya. Kulihat penisku basah.
“Cuci dulu”, kata tante sambil menyuruhku ke kamar mandi. Eh, akhirnya tante ngomong juga.

Setelah itu tante mandi lagi, menyusui bayi lalu belanja. Ternyata belanjanya hanya sebentar, tidak lama seperti katanya tadi. Dan setelah itu aku keliling melihat SMA sekitar. Sorenya diantar paman ke stasiun kereta untuk pulang ke Tasik lewat Bandung. Saat berpamitan dengan tante dan keponakan2, tante memandangku tajam dan mengucap terimakasih. Kubilang bahwa akulah yang berterimakasih.

Dikereta malam diantara tidur, aku memegang selangkanganku.
“Kamu sudah tidak perjaka lagi”, kataku bangga kepada penisku.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar