Jumat, 24 April 2009

Perawat yang Baik

Siang itu, sepulang sekolah aku kembali ke rumah melalui jalur biasa. Tiba2 ada anak kecil berlari menyeberang jalan untuk mengambil bola. Sangat dekat denganku sehingga secara reflek aku membanting stir ke kiri untuk menghindari tabrakan. Ternyata di kiri malah ada batu dan terjatuhlah aku dari motor. Dada dan kakiku luka dan engsel siku tanganku lepas. Aku dibawa ke rumah sakit oleh penduduk.

Aku berada di kamar khusus luka luar bersama dua orang pasien laki2. Di kamar ini pasien tidak perlu ditemani sehingga om, tante dan Rendi hanya datang sampai sore lalu pada malam harinya mereka pulang. Kedua pasien sekamarku sudah seminggu dan hampir sembuh. Mereka tampak akrab dengan perawat di rumah sakit yang ramah. Sayangnya mereka berdua hari ini dan besok sudah diperbolehkan pulang. Jadilah aku sendiri, tetapi tak berani berharap ada teman, itu namanya mendoakan ada yang celaka.

Terbaring di rumah sakit memang tidak menyenangkan, semua serba susah. Tidur tidak bisa guling sana guling singi. Buang air kecil masih bisa, tetapi buang air besar harus dicebokin. Namun ada saat2 yang mengasyikkan, yaitu saat waktunya makan dan mandi. Karena kedua tanganku luka, maka aku disuapin. Siang aku disuapin oleh tante Ima, sedangkan pagi dan malam hari disuapin perawat. Untuk urusan mandi, karena tidak ada keluarga, dan tanganku masih luka, aku dimandiin waslap oleh perawat. Seluruh tubuhku di waslap.

Hari kedua pagi, kembali aku harus dimandiin.
“Mandi ya”, kata suster wati sambil menutup tirai. Seperti biasa aku mencopot baju pasien dan menutupkannya ke selangkangan.

Suster Wati membersihkan seluruh tubuhku dengan waslap, tapi berbeda dengan kemarin, dia agak lama saat membersihkan selangkangan dibalik baju pasien. Dia tersenyum iseng sambil meremas2 buah zakarku. Diremas2 begitu, penisku jadi ngaceng. Suster Wati tersenyum sambil menyentil penisku.
“Ih, gitu aja ngaceng. Dasar napsu besar”, katanya lalu menghentikan waslapnya dan segera memakaikan baju pasien kepadaku.

Sore hari, dan hari berikutnya Suster Wati kembali mempermainkan penisku. Hari ketiga sudah ada pasien baru, tetapi suster Wati memilih memandikanku dan ada meminta suster lain yang memandikan pasien baru. Secara sembunyi2 Suster Wati kembali mempermainkan penisku sambil tersenyum iseng. Kami sama2 menikmatinya.

Pada hari keempat, bukan suster Wati yang memandikanku. Suster ini tidak membersihkan selangkanganku, tetapi aku disuruh membersihkan sendiri, katanya tanganku sudah mulai sembuh dan perlu latihan. Hari kelima, juga bukan suster Wati yang memandikanku. Bahkan aku diminta untuk berlatih mandi sendiri di kamar mandi. Wah.. Aku jadi rindu suster Wati dan rinduku terbawa tidur.

Tengah malam aku terjaga, rupanya dokterku datang dan memeriksa lukaku, dengan ditemani beberapa suster. Dia memuji perkembangan kesehatanku dan mengatakan kepada suster bahwa besok aku sudah boleh pulang dan kontrol setiap minggu.

“Jadi besok dia sudah boleh pulang ya dok”, kata suster. Aku melotot, rasanya aku kenal suara suster ini. Saat kulihat ternyata suster Wati. Dia tersenyum.

Lalu dokter dan suster2 itu berkeliling memeriksa pasien lainnya. Dan aku tertidur lagi.

Beberapa jam kemudian aku terjaga lagi, ada suster datang mengecek tekanan darahku. Mungkin karena besok aku boleh pulang makanya aku diperiksa lagi. Setelah itu suster membuka bajuku untuk memeriksa dada dan perutku dengan stetoskopnya. Lalu suster memerosotkan celanaku untuk memeriksa… Astaga apa yang dilakukan. Aku terbangun dan terduduk.

“Sudah, tiduran saja”, kata suster sambil tersenyum, yang ternyata Suster Wati. Aku tersenyum dan merebahkan kepalaku lagi.
“Kemana saja?”, aku bertanya
“Shift2an, gentian seminggu siang, seminggu malam, tengah2nya libur sehari setengah”, dia menjelaskan.
Suster Wati membelai dan memainkan penisku. Aku senang karena kerinduanku terobati, sehingga besok aku bisa pulang dengan puas.

Ternyata suster Wati memberi kejutan, dia tidak hanya membelai dan meremas, tetapi juga mencium, menjilati dan mengemut penisku. Aku kaget, dia tersenyum dan mendorong kepalaku untuk rebah kembali. Aku menikmati. Tanganku mulai mencari2 sesuatu, dan mendapatkan belahan susunya.

Suster Wati memutar tubuhnya, sehingga sambil tetap mengemut penisku, pinggulnya didekatkan kearah mukaku. Dan dia menyibakkan roknya. Aku senang dan menikmati pemandangan pantat dan celana dalam. Kubelai2 pantatnya dan celana dalamnya. Kucoba untuk menyingkap celana dalam sehingga aku bisa menyentuh vaginanya. Bulu jembutnya rimbun dan bibir vaginanya terasa tidak begitu tebal. Saat jariku menyusup kedalam bibir vaginanya, terasa itilnya juga kecil, sedangkan disekitar lubang vagina sudah basah.

Dia memegang pundak memintaku untuk duduk dan turun dari kasur. Lalu dia mencopot celana dalamnya, berdiri didepanku, memegang penisku dan mengarahkan ke vaginanya. Perlahan penisku masuk kevaginanya, lalu tak lama kemudian kami sama2 menggenjot. Lalu aku duduk dikursi pengunjung dan kami melakukan seks sambil duduk. Disaat itu aku leluasa membuka kancing bajunya, menyingkap bh nya dan menciumi susunya yang mungil tapi padat dengan puting coklat yang cukup besar.

Lalu kami ganti posisi, dimana suster wati nungging dan aku menyodoknya dari belakang. Saat sedang menikmati, tiba2 terdengar suara langkah. Suster wati segera menghentikan seks dan mendorongku kembali tidur, mengancingkan kembali bajunya. Saat ia masih mencari celana dalamnya, pintu dibuka dan teman susternya datang. Suster Wati membereskan alat2 seolah baru selesai memeriksaku.

“Lama amat”, kata temannya.
“Iya, iya.. yuk”, suster Wati beranjak pergi bersama temannya, dan sepintas kudengar ia menitipkan alat2 ke temannya karena mau ketoilet sebentar. Aku menunggu, tetapi suster Wati tak kembali lagi.

Siang itu aku dibolehkan pulang. Dan diantara tumpukan pakaianku, kuselipkan celana dalam suster wati yang ketinggalan. Kujadikan kenang2an atas perawatannya yang baik dan memuaskan.

Beberapa bulan kemudian, saat menjenguk temanku sakit aku bertemu suster Wati lagi. Dia tersenyum. Saat kutanya temanku, dia bilang suster Wati sopan, tidak genit dan tidak suka digodain. Ah masa sih..

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar